Kalau Mau, Non-Muslimah Silakan Saja Pakai Jilbab

Kalau Mau, Non-Muslimah Silakan Saja Pakai Jilbab

Pakai jilbab saja jika Non-Muslimah mau pakai jilbab

Kalau Mau, Non-Muslimah Silakan Saja Pakai Jilbab

“kain penutup rambut kepala”, silakan saja. Enjoy saja. Tidak ada hubungannya antara non-Muslimah berhijab dengan pelecehan agama Islam misalnya karena hijab dalam sejarahnya, seperti yang sudah sering saya katakan, memang bukan melulu “properti” milik umat Islam.

Hanya orang-orang yang buta huruf, pikun wawasan dan “oon njeon” saja yang mengatakan bahwa hijab itu hanya properti umat Islam dan karenanya haram bagi non-Muslimah untuk mengenakan hijab. Hanya orang-orang yang “kuper-njuper” saja yang mengatakan atau tepatnya menuduh non-Muslimah berhijab sebagai “pelecehan terhadap umat dan ajaran Islam”.

Hijab hanyalah “sehelai kain penutup rambut kepala” yang tidak ada bedanya dengan jenis kain lain seperti kerudung, cador, atau mantilla yang dikenakan umat Katolik. Sebagai sebuah pakaian, hijab tentu saja bukanlah sebuah “barang sakral-relijius”, melainkan “barang profan-sekuler”, sama seperti jenis-jenis pakaian lain: kebaya, kaos, baju, topi, selendang, cawet, dan sebangsanya. Semua hasil dari produksi kebudayaan manusia.

Teks tentang “hijab” bukan hanya didapat atau disebutkan dalam Al-Qur’an atau Hadis saja tetapi juga dalam teks-teks keagamaan umat Kristen dan Yahudi, jauh sebelum Islam diperkenalkan di Jazirah Arab pada abad ketujuh.

Bahkan kalau mengkaji dari aspek sejarah dan antropologi Islam, umat Islam Arab kala itu, dalam hal berhijab ini, hanya meniru atau mempraktikkan saja tradisi dan kebudayaan yang sudah ada di kalangan masyarakat non-Muslim Arab dan non-Arab di Timur Tengah (termasuk Persi, Assyria, dlsb), baik masyarakat agama Yahudi, Kristen dan lainnya. Sudah banyak sekali kajian-kajian ilmiah tentang ini yang tidak perlu saya ulangi lagi dan lagi.

Karena hijab bukan melulu “properti” umat Islam, maka hijab juga bukan melulu “identitas Muslimah”. Siapa saja, kalau mau, boleh dan silakan saja mengenakannya, termasuk umat Kristen. Banyak umat Kristen dan kelompok kekritstenan yang sampai sekarang masih memelihara tradisi berhijab seperti Gereja Ortodoks Oriental, Gereja Ortodoks Timur, Gereja Katolik Timur, termasuk kelompok Kristen Maronite di Libanon, Ortodoks Suriah, dan Koptik di Mesir, atau komunitas Kristen di Albania.

Foto di bawah ini adalah kelompok perempuan Kristen dari Russian Orthodox Old-Rite Church (courtesy: common-wikipedia.org).
Bukan hanya kelompok Kristen saja, kaum perempuan dari beberapa sekte dan komunitas Yahudi seperti Heredi, Lev Tahor, Yahudi Yaman, Yahudi Etiopia, dlsb, juga mengenakan hijab. Bahkan bukan hanya perempuan Muslimah, Kristen dan Yahudi saja, kaum perempuan diluar ketiga kelompok agama ini juga berhijab seperti Yazidi atau Druze. Di Arab Saudi, Bahrain, Emirat, Kuwait, Qatar, Oman, dlsb, kaum perempuan non-Muslimah juga banyak sekali yang mengenakan hijab.

Meskipun tentu saja tidak semua perempuan dari berbagai kelompok agama maupun non-agama yang saya sebutkan di atas itu selalu berhijab. Ada yang mengenakan hijab hanya untuk acara-acara ritual keagamaan, ada pula yang memakai hijab dalam kehidupan sehari-hari, baik di ruang privat maupun publik. Ada pula yang tidak mengenakan hijab sama sekali.

Jadi, sekali lagi, hijab hanyalah “sehelai kain” yang diproduksi oleh umat manusia dan telah menjadi budaya yang dibagi bersama oleh berbagai umat agama dan suku-bangsa. Oleh karena itu sungguh wagu dan unyu, jika sebagian umat Islam di Indonesia mengklaim hijab sebagai “properti Islam” belaka dan mengharamkan non-Muslimah untuk mengenakannya.