Kajian Hukum Riba di Komuji: Bermusik, Mengaji dan Damaikan Perbedaan

Kajian Hukum Riba di Komuji: Bermusik, Mengaji dan Damaikan Perbedaan

Ketika banyak orang mengharamkan bunga bank, kajian di Komuji fokus damaikan perbedaan pendapat.

Kajian Hukum Riba di Komuji: Bermusik, Mengaji dan Damaikan Perbedaan

“Beberapa teman saya resign dari kerjaannya karena takut riba, teman saya yang dapat kerjaan di Bank juga nggak mau ngambil, katanya takut dapat gaji dari riba. Beberapa teman saya itu sampai sekarang masih menganggur,” tutur Fera saat sesi tanya jawab Picknikustik Komuji Jakarta (28/9).

Fera adalah salah satu peserta aktif di Komuji chapter Jakarta. Ia beberapa kali mengikuti Picknikustik yang diadakan sebulan sekali oleh Komuji Chapter Jakarta.

Kepada redaksi Islamidotco, Fera mengaku sering dicurhati teman-temannya yang akan bekerja di perbankan. Beberapa temannya bahkan secara khusus diminta orang tuanya untuk tidak bekerja di bank.

Ahmad, peserta lain juga mengaku beberapa kali mendapatkan pertanyaan serupa. Sebelum Fera bertanya, ia juga mengangkat tangannya dan hendak menanyakan hal yang sama. Keinginannya untuk bertanya ia urungkan setelah mendengar bahwa pertanyaannya sudah ditanyakan Fera.

“Wah, pertanyaan saya sudah ditanyakan, mas,” tutur Ahmad kepada redaksi Islamidotco. Ia pun melanjutkan duduknya bersandar pinbag yang disediakan panitia sambil menanti jawaban dua narasumber yang hadir, yaitu Mirza A Karim, ahli ekonomi syariah, dan Rifqi M. Fatkhi, ahli ilmu hadis dan dosen Alamsyah sendiri.

“Pak Rifqi ini dosen saya di UIN Jakarta,” lanjut Ahmad.

Seperti Ahmad, semua peserta lain juga nampak santai bersandar pinbag dengan pandangan mata tetap fokus ke dua narasumber di depan. Kajian Picknikustik Komuji ini memang dikonsep santai, sesekali juga peserta dihibur dengan penampilan musik dari bintang tamu yang hadir.

Dari cerita Fera dan Ahmad, nampaknya tidak sedikit orang yang sangat antipati dengan bank, khususnya bank konvensional. Laporan CNN misalnya, menyebutkan bahwa seorang peserta kajian Khalid Basalamah memilih untuk menganggur dan meninggalkan pekerjaannya sebagai pegawai bank karena takut dosa riba.

Kikan Namara, mantan vokalis Coklat yang sekaligus Ketua Komuji Chapter Jakarta juga mengatakan hal yang sama.

“Banyak dari mereka rela hidup susah dan beralih profesi asal terbebas dari bunga bank yang dipahami sebagai bagian dari riba, ” ujar Kikan Namara melalui rilisnya.

Menjawab pertanyaan Fera tersebut, Mirza A Karim sepertinya sangat hati-hati. Menurutnya, orang-orang yang rela melepaskan pekerjaannya karena takut riba tersebut bisa jadi karena mengikuti pendapat yang mengharamkan bunga bank, atau bunga bank bagian dari riba.

“Karena tadi saya bilang bahwa ulama berbeda pendapat tentang posisi bunga bank, apakah termasuk riba atau tidak,” ujar Mirza.

Sebelumnya, Mirza memang telah menjelaskan panjang lebar tentang riba. Menurut Mirza, semua ulama sepakat keharaman riba, tapi tidak semua ulama sepakat bahwa bunga bank termasuk riba. Menurutnya, ada tiga perbedaan pendapat ulama tentang bunga bank, yaitu haram, boleh, dan subhat.

“Pendapat haram ini salah satunya adalah dari MUI (Majelis Ulama Indonesia),” tutur Mirza.

Mirza memberikan saran agar orang yang telah percaya bahwa bunga bank termasuk riba, perlu dijelaskan dua pendapat lain dari ulama terkait bunga bank. Jika ia masih tetap kekeh berkeyakinan bahwa bunga bank adalah riba, hingga ia tidak mau bekerja di bank, maka kita harus hargai pendapatnya.

“Namun saat ini, kita tidak bisa lepas dari bank, karena hampir semua fasilitas sekarang tidak lepas dari bank. Kalau mau konsisten menolak hal-hal yang berasal dari bank, ya di rumah saja, jangan kemana-mana!” tutur Mirza dibarengi ger-geran dari perserta kajian.

Mirza menambahkan, agar teman yang resign dari pekerjaannya di bank itu mempertimbangkan maslahat dan madharat bagi dirinya. Dalam hal ini ia berpedoman pada kaedah fikih, “Dar’ul mafasid muqaddamun ala Jalbil Masalih (mencegah kerusakan lebih didahulukan daripada mengambil maslahat)”.

“Jika setelah keluar dari bank dia pengangguran dan anak istri atau keluarganya tidak bisa dicukupi kebutuhannya karena tidak kunjung dapat perkerjaan, maka ia seharusnya tidak resign. Tapi jika dia resign bisa membuat lapangan kerja sendiri, ya lebih bagus,” tutupnya.

Rifqi Muhammad Fatkhi yang sedari awal menjelaskan lunaknya syariat dengan berbagai ragam dan perbedaan juga terlihat mengamini saja jawaban Mirza. Rifqi menganjurkan agar mengikuti salah satu kaedah ushul fikih.

“Jika ada dua bahaya (dharurat) bertemu, maka dipilih hal yang lebih ringan dampak bahayanya,” ujar Rifqi mengamini pendapat Mirza.

Jawaban dari dua narasumber yang sama sekali tidak memihak ke pendapat yang haram atau boleh tersebut jelas menggambarkan bahwa mereka tidak ingin secara frontal mendukung pendapat haram maupun boleh terkait hukum bunga bank.

Rifqi M Fatkhi yang pada awalnya menjelaskan bahwa riba yang diharamkan adalah riba yang eksplotatif dan bukan hanya sekedar bertambah, tidak terlihat secara tegas mengajak untuk menyetujui bunga bank.

Hengky Ferdiansyah, salah satu panitia Picknikustik, saat dikonfirmasi alasan narasumber yang tidak secara blak-blakan menyampaikan pendapatnya tentang bunga bank, baik halal ataupun haram, mengakui bahwa Komuji sendiri hanya ingin memberikan wawasan bahwa pendapat terkait bunga bank itu tidak tunggal. Untuk selanjutnya, apakah peserta kajian akan memilih pendapat yang haram atau yang halal, ia serahkan kepada masing-masing.

“Yang penting saling menghargai perbedaan pendapat tersebut,” ujar Hengky.

Senada dengan Hengky, Kikan juga menyampaikan bahwa perbedaan pendapat, khususnya tentang bunga bank dan riba harus ditampilkan karena selama ini yang muncul di permukaan hanyalah pendapat-pendapat yang mengharamkan.

“Perbedaaan pendapat ulama dalam menghadapi masalah ini perlu ditampilkan ke publik agar masyarakat paham bahwa dalam Islam itu ada ragam pendapat,” jelas Kikan.

Komuji dalam amatan penulis, sepertinya tidak ingin terjebak pada fanatisme pendapat khilafiyah yang ada. Dalam hal hijrah dan bermusik misalnya, Alga Indria, founder Komuji Indonesia juga tidak mempermasalahkan keputusan teman-temannya yang telah hijrah dan meninggalkan musik. Menurut Alga, Komuji didirikan untuk memfasilitasi temen-teman musisi yang ingin mengaji dan mendalami ilmu agama, tidak lantas sebagai gerakan tandingan komunitas hijrah yang menolak musik.

“Saya ingin memperjelas saja bahwa saya mendirikan komuji tidak bermaksud untuk menolak teman-teman saya yang hijrah dan meninggalkan musik. Komuji ini didirikan untuk memfasilitasi temen-temen musisi yang ingin mengaji atau mengaji tapi masih bermusik,” tutur Alga saat menjadi pembawa acara pada Piknikustik kemarin.