Kajian Hadis: Pahala Salat di Tanah Haram Sama dengan di Masjidil Haram

Kajian Hadis: Pahala Salat di Tanah Haram Sama dengan di Masjidil Haram

Jika diqiyaskan dengan kondisi saat ini, Nabi bisa jadi akan melarang jemaah haji setiap waktu untuk datang ke Masjidil Haram jika berpotensi menimbulkan madharat baginya.

Kajian Hadis: Pahala Salat di Tanah Haram Sama dengan di Masjidil Haram

Berangkat haji adalah kesempatan besar untuk mendulang pahala dengan beribadah, apalagi beribadah di Haramein, baik Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Rasanya sayang kalau tidak dimanfaatkan untuk beribadah sebanyak mungkin di sana. Apalagi ada hadis yang menyebut, salat di Masjidil Haram 100.000 kali lebih uyama dari salat di masjid lain. Sehingga jemaah haji memaksakan diri untuk datang ke tempat mulia ini demi pundi-pundi pahala.

Namun sebaiknya, perlu diperhatikan bahwa prosesi haji masih panjang. Rangkaian ibadah haji yang sesungguhnya adalah nanti saat berada di Armuzna (Arafah, Muzdalifah, Mina). Oleh karena itu, jemaah haji sebaiknya menyimpan tenaga dan menjaga kesehatan agar bisa dan mampu melalui proses tersebut, dengan cara lebih banyak beristirahat di pemondokan.

Lalu bagaimana jika ingin tetap mendulang pahala di Masjidil Haram tanpa harus datang ke sana? Tenang! Mari kita kaji hadis yang menyebutkan keutamaan salat di Masjidil Haram.

Hadis salat di Masjidil Haram, 100.000 kali lebih utama dibanding salat di masjid lain

Dalam sebuah hadis sahih yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim memang disebutkan keutamaan salat di Masjidil Haram sebagai berikut,

صَلَاةٌ فِي مَسْجِدِي هَذَا أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلَّا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ

“Melakukan shalat di masjid ini (Masjid Nabawi) lebih utama daripada seratus ribu salat yang dilakukan di masjid yang lain, kecuali Masjidil Haram.” (H.R al-Bukhari dan Muslim)

Makna “Masjid” dan “Haram’

Ulama berbeda pendapat mengenai kata masjid dalam hadis di atas. Ada ulama yang mengatakan bahwa yang dimaksud dari kata masjid di atas adalah masjid Nabawi, ada juga yang menyebutkan Masjidil Haram, bahkan ada yang mengatakan Masjid al-Aqsha Palestina. Perbedaan pendapat ini bisa dilihat dalam beberapa kitab syarah hadis seperti: Syarah Sahih Muslim karya Imam an-Nawawi, Syarh Fath al-Bari karya Ibn Hajar al-Asqalani, atau juga Tuhfatul Ahwadzi karya al-Mubarakfuri.

Dalam Syarh Sahih Muslim karya Imam an-Nawawi misalnya, disebutkan bahwa yang dimaksud masjid dalam hadis di atas adalah bisa Masjidil Haram maupun Masjid Nabawi. Penggunaan kata “إِلَّا” dalam hadis di atas menjadi pengecualian atas Masjidil Haram, artinya baik salat di Masjidil Haram juga memiliki keutamaan yang sama dengan Masjid Nabawi.

Dalam hadis ini, Imam an-Nawawi menyebutkan bahwa kata masjid yang pertama mengacu pada masjid Nabawi, sedangkan kata masjidil haram di penghujung matan hadis mengacu pada Masjidil Haram yang ada di Mekkah.

Alhasil, jika kita menggunakan jam’ wa taufiq, baik Masjidil Haram dan Masjid Nabawi memang sama-sama memiliki keutamaan tersebut.

Terkait makna “Haram”, mayoritas ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan “Masjidil Haram” adalah seluruh tanah haram. Pendapat ini diafirmasi oleh Malikiyyah dan Syafiiyyah . Bahkan para ahnaf sepakat bahwa seluruh tanah haram adalah sama mulianya. Tak terbatas pada Masjidil Haram saja.

أن المسجد الحرام يطلق على الحرم كله وهو قول الأحناف

Masjidil Haram berlaku pasa semua tanah haram. Hal ini merupakan kaul ahnaf.

Pernyataan ini diafirmasi oleh banyak ulama, mulai al-Khatib as-Syirbini dalam Mughnil Muhtaj, al-Qurthubi, Ibnu Taymiyah, Ibnu al Qayyim, dan ulama Saudi: Ibn Baz.

Pendapat ulama-ulama tersebut didasarkan pada Al-Quran surat at-Taubah ayat 28:

إنما الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ فَلا يَقْرَبُوا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ بَعْدَ عَامِهِمْ هَذَا

“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis (kotor jiwanya). Oleh karena itu, janganlah mereka mendekati Masjidilharam setelah tahun ini.” (QS al Taubah: 28)

Dari ayat tersebut al Mahalli berpendapat bahwa yang dimaksud dengan Masjidil Haram adalah seluruh tanah haram.

فهذه الآية تدل على أن المقصود بالمسجد الحرام هو الحرم كله وليس المسجد فقط، قال ابن حزم بلا خلاف.

“Ayat ini menunjukkan bahwa yang dimaksud Masjidil Haram adalah seluruh tanah haram, bukan hanya terbatas pada masjid. Ibnu Hazm berpendapat terkait hal ini tidak ada perbedaan pendapat.”

Dari penjelasan tersebut di atas, maka bisa disimpulkan bahwa beribadah di tanah haram itu sama dengan ibadah di Masjidil Haram terkait keutamaannya. Sehingga, bagi jemaah haji bisa mengejar pundi-pundi pahala dengan salat di hotel, tanpa harus setiap waktu, setiap hari ke Masjidil Haram.

Asbabul Wurud Hadis dan Kondisi Jemaah Haji Saat Ini

Menurut as-Suyuthi dalam kitab al-Luma’ fi Asbabi Wurudil Hadis, hadis tersebut perlu difahami asbabul wurudnya (sebab munculnya hadis) terlebih dahulu.

Munculnya hadis ini bukan dari ruang kosong. Suatu hari, seorang sahabat bernama al-Sarīd datang kepada Nabi SAW dan menceritakan keinginannya. Yaitu, jika Fathu Makkah terjadi ia akan melakukan shalat di Bait al-Maqdis.

Nabi pun mencegahnya dengan mengatakan bahwa salat di masjid ini lebih pantas dan lebih layak. Rasul kemudian menyampaikan hadisnya tersebut.

Dari penjelasan as-Suyuthi terkait asbabul wurud hadis ini bisa dimaknai bahwa motif Rasulullah SAW menyampaikan keutamaan shalat di masjidnya adalah untuk mencegah agar orang tidak capek-capek bermusafir jauh-jauh demi melakukan nadzarnya ke Masjidil Aqsha, karena keutamaan itu bisa diambil di tanah Haram.

Dalam konteks jemaah haji saat ini, khususnya bagi jemaah lansia, memahami asbabul wurud dari hadis tersebut sangat penting. Bahkan sesuai dengan konteks jemaah haji hari ini. Tujuan nabi menyampaikan hadis tersebut adalah agar as-Sarid tidak melakukan keinginannya jauh-jauh ke Masjidil Aqsha yang saat itu memiliki banyak potensi madharat. Jika diqiyaskan dengan kondisi saat ini, Nabi bisa jadi akan melarang jemaah haji setiap waktu untuk datang ke Masjidil Haram jika berpotensi menimbulkan madharat baginya.

(AN)