Presiden Joko Widodo akhirnya menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme (RAN PE) Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme. Kebijakan yang berisi lebih dari 125 rencana aksi dan yang akan dijalankan lebih dari 20 kementerian/lembaga ini ditandatangani Presiden pada 6 Januari 2021 setelah sebelumnya mengalami proses lebih dari tiga tahun sejak 2017.
“Sebagai bagian dari masyarakat sipil yang aktif mengawal terbitnya perpres ini sejak 2017, Wahid Foundation menilai kebijakan ini mampu menjadi payung bagi kebijakan anti terrorisme yang sifatnya komprehensif. Perpres ini memungkinkan adanya keterlibatan masyarakat sipil dalam mengatasi persoalan radikalisme di tanah air,” ungkap Yenny Wahid, Direktur Wahid Foundation.
Menurut Yenny, ini jelas langkah maju. Di negara lain, ruang bagi keterlibatan masyarakat sipil dalam mengatasi persoalan radikalisme dan terorisme cenderung dibatasi. “Padahal kita sama-sama paham bahwa persoalan tersebut tidak bisa diselesaikan hanya dengan pendekatan keamanan saja,” tambah dia.
Perlu ada pendekatan kemanusiaan, pendekatan keagamaan dan juga pendidikan. Di sinilah masyarakat sipil bisa memainkan perannya dengan baik. Karena tidak semua ruang di masyarakat bisa dimasuki oleh aktor negara. Perlu ada sinergi dengan aktor-aktor masyarakat. Perpres ini memfasilitasi adanya sinergi tersebut, lanjut Yenny.
Wahid Foundation mendukung RAN PE 2020-2024 karena memiliki kesamaan pandangan, yaitu bahwa kebijakan ini ditujukan sebagai bentuk pelindungan hak atas rasa aman warga negara dari Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme dan menekankan prinsip hak asasi manusia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
“Karena itu kami mengapresiasi untuk berbagai pihak baik pemerintah dan organisasi masyarakat sipil yang terlibat dalam mendorong kebijakan ini,” tambah Yenny.
Berdasarkan kajian, WF menilai terbitnya RAN PE melalui proses panjang tersebut, menegaskan tiga hal pokok.
Pertama, ekstremisme kekerasan menjadi masalah seluruh elemen bangsa dan karenanya tidak dapat diselesaikan dan dicegah hanya oleh satu pihak. Kementerian/Lembaga tidak dapat menanganinya sendiri, namun memerlukan dukungan dan partisipasi aktif masyarakat, bahkan dunia usaha.
Karena itu, bersama jaringan masyarakat sipil, WF menjadi bagian yang ikut terlibat dalam mendorong kebijakan RAN PE melalui kolaborasi bersama dengan pemerintah khususnya BNPT sejak 2017. Dalam catatan WF, sejauh ini usaha-usaha mendorong kebijakan ini telah melibatkan partisipasi lebih dari 50 organisasi masyarakat sipil dan organisasi keagamaan, 18 institusi pemerintah di tingkat nasional dan lokal, dan pelibatan para akademisi kampus.
Keterlibatan dan partisipasi masyarakat, termasuk kelompok minoritas, menjadi prinsip penting bukan hanya dalam proses penyusunan, tetapi juga dalam implementasi kebijakan dan menjadi bagian dari kebijakan. RAN PE menegaskan prinsip ini sebagai salah satu sasarannya, yaitu Pasal 8 “Dalam melaksanakan RAN PE, kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah dapat bekerja sama dan melibatkan peran serta masyarakat.”
Kedua, faktor dan pemicu ekstremisme kekerasan tidak pernah tunggal dan karenanya hampir mustahil diatasi hanya dengan satu pendekatan. RAN PE ini disusun untuk merespons faktor-faktor tersebut seperti dampak yang ditimbulkan dari konflik komunal, kesenjangan ekonomi, perbedaan pandangan politik, perlakuan yang tidak adil, dan intoleransi. Karena itu, Kementerian/Lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan ini bukan semata-mata BNPT tetapi lebih dari 20 kementerian/lembaga. Begitupun dengan keterlibatan organisasi masyarakat sipil, dari pencegahan hingga penanganan setelah terjadinya kasus-kasus ekstremisme kekerasan.
Ketiga, prinsip transparansi dan akuntabilitas menjadi prinsip pelaksanaan rencana aksi. Agar pelaksanaan dijalankan sesuai rencana dan tidak membawa dampak buruk bagi usaha-usaha pencegahan, kebijakan ini menekankan pentingnya mekanisme pemantauan dan evaluasi. Seperti ditegaskan pada pasal 7 ayat (3) Laporan capaian pelaksanaan dan hasil evaluasi pelaksanaan RAN PE sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipublikasikan sebagai wujud akuntabilitas publik. Prinsip ini memberi jaminan bahwa masyarakat sipil dapat berpartisipasi dalam pemantauan, pengawasan, dan evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan tersebut.
Keempat, terbitnya RAN PE ini merupakan satu tahap penting, namun bukan satu-satunya. Hal penting lain adalah bagaimana kerangka pelaksanaan dan usaha sosialisasi kepada masyarakat luas. Sosialisasi menjadi langkah penting agar publik dapat memahami maksud dan konteks berbagai rencana aksi sehingga tidak terjadi kesalahpahaman.
“Dengan kerangka pelaksanaan yang jelas dan sosialisasi yang luas, berbagai pihak, baik di tingkat pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun masyarakat sipil, akan mampu mengoptimalkan sumberdaya untuk bersama-sama merealisasikan rencana aksi,” imbuh Yenny Wahid.