Seiring meroketnya kasus positif Covid-19 di Indonesia, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto memperbaiki timpangnya tes Virus Corona (Covid-19) di sejumlah daerah.
Jokowi menilai masih terdapat provinsi yang memiliki jumlah pengetesan sangat tinggi, namun ada pula provinsi yang jumlah tesnya masih rendah.
“Berkaitan dengan testing, saya minta untuk urusan tes ini, kemenkes saya minta buat desain perencanaan yang betul-betul baik. Jangan sampai yang saya lihat provinsi, ada provinsi yang testing-nya tinggi sekali, tapi ada provinsi yang testing-nya masih rendah sekali,” ujar Jokowi saat membuka Sidang Kabinet Paripurna untuk Penanganan Kesehatan dan Pemulihan Ekonomi Tahun 2021 melalui akun Youtube Sekretariat Presiden, Senin (7/9).
Lebih jauh, Presiden Jokowi juga meminta Menkes mendesain perencanaan secara komprehensif agar mengetahui kebutuhan jumlah laboratorium dan distribusi reagen untuk kepentingan pengetesan ke seluruh provinsi.
“Perencanaan itu kita perlukan sehingga kelihatan nanti kasus-kasus positif ini berada di wilayah atau provinsi yang mana,” katanya.
Seperti diketahui, jumlah kasus virus corona di Indonesia hingga hari ini telah tembus 200 ribu kasus. Berdasarkan data dari Kemenkes, Selasa (8/9), jumlah kasus kumulatif teranyar adalah sebanyak 200.035. Data ini dihimpun tiap hari per 12.00 WIB. Hingga saat ini, ada 142.958 orang telah sembuh dari corona, dan sisanya, sebanyak 8.230 meninggal dunia.
Di lain pihak, Kemenkes baru-baru ini juga mendapat sorotan publik. Ini sehubungan dengan investigasi Majalah Tempo (ed. 5 September) yang menyebut bahwa pengadaan alat pelindung diri (APD) bagi tenaga kesehatan diduga bermasalah.
Bagaimana tidak, Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kementrian Kesehatan sebagai pejabat pembuat komitmen justru menunjuk perusahaan yang tak memiliki rekam jejak membuat APD. Akibatnya, APD menjadi langka, dan di atas itu semua membuat sejumlah tenaga Kesehatan terpapar corona. Malahan, tidak sedikit dari nakes yang gugur dalam letih.
Pada Mei lalu, misalnya, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 mengumumkan 55 tenaga medis (38 dokter dan 17 perawat) meninggal akibat terpapar virus corona.
Jubir Ikatan Dokter Indonesia, Halik Malik, menyebut bahwa penyebab tenaga Kesehatan berguguran pada awal pandemi antara lain karena keterbatasan APD. Banyak dokter terpaksa mengenakan alat pelindung seadanya, seperti jas hujan dan kantong plastik, serta mendaur ulang masker.
Teranyar, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menyebut angka kematian tenaga kesehatan yang gugur akibat Covid-19 di Indonesia, masuk daftar salah satu yang tertinggi di dunia.
Catatan Amnesty, ada 181 tenaga kesehatan di Indonesia yang meninggal dunia selama enam bulan pandemi. Mereka terdiri dari terdiri dari 112 orang dokter dan 69 orang perawat.