Jokowi dan Anti-Komunisme di Jawa Barat

Jokowi dan Anti-Komunisme di Jawa Barat

Bagaimana Anti Komunisme berkembang pesat di Era Jokowi dan di Jawa Barat

Jokowi dan Anti-Komunisme di Jawa Barat
Jokowi bersama Ibu Iriana dalam MTQ. Bu Iriana tampak sedang merapikan baju suaminya yang merupakan Presiden RI. Pict by Twiter Resmi Jokowi

Tantangan terbesar Jokowi di Jawa Barat adalah adanya isu yang menyebutkan dia keturunan PKI. Isu ini begitu mudah diterima. Padahal pada tahun 1950-an anggota PKI di sini ini tidak banyak dan sebagian besar mereka adalah orang Jawa yang tinggal di bagian pantura. Jadi, mengapa anti-komunisme begitu sangat kuat?

Penting dilihat bahwa secara politik ada dua kekuatan utama di Jawa Barat. Pertama adalah kalangan Islam politik yang pada tahun 1950-an berafilasi ke Masyumi dan Darul Islam (DI). Kedua adalah tentara, dalam hal ini Siliwangi. Keduanya sangat anti-komunis.

Tahun 1955 Masyumi memenangi pemilu di propinsi ini, sementara DI beroperasi di luar struktur kekuasaan. Kampanye yang paling sering diangkat adalah ancaman komunisme. Secara khusus Masyumi bahkan mendirikan Front Anti Komunis yang dipimpin KH Rusyad Nurdin.

Dalam perkembangannya, setelah Masyumi dibubarkan, anti-komunisme melebar menjadi anti-Sokarnoisme. Soekarno dituduh ikut membesarkan PKI, sementara saat yang sama malah menghancurkan mimpi Islam politik. Inilah pangkal mengapa hingga sekarang terdapat anti-Megawati, anti-PDIP, dan kemudian anti-Jokowi di daerah ini.

Posisi tentara sejak awal telah cukup jelas: anti-komunis. Namun ketika itu fokus mereka di Jawa Barat adalah penanganan pemberontakan DI, jadi isu PKI agak terkesampingkan. Terlebih lagi, di pertengahan 1960-an, panglima Siliwangi Ibrahim Adji terlihat berusaha mengendalikan situasi agar tidak terjadi pembunuhan masal terhadap anggota PKI sebagaimana terjadi di tempat lain. Meski demikian, konon banyak mayat bergelimpangan di aliran sungai Citanduy yang membelah Priangan.

Di era Ode Baru, rezim militer mengambil alih sepenuhnya sentimen anti-komunis yang sebagian perangkat ideologisnya telah disediakan oleh kalangan Islam politik di era sebelumnya. Sentimen ini terus dipelihara bahkan setelah rezim itu sendiri runtuh. Di era reformasi, alih-alih memudar, sentimen tersebut justru diperkuat oleh rezim lokal pasca-otonomi daerah.

Sejak 2014 sentimen anti-komunis di Jawa Barat digunakan secara penuh oleh tim kampanye Prabowo untuk menggembosi Jokowi. Mereka tahu penduduk di daerah ini mudah dipengaruhi. Dulu dengan Obor Rakyat, lalu sekarang melalui medsos dan WA grup, mereka terus merawat memori kolektif anti-komunisme yang telah menghujam dalam kesadaran kultural rakyat.