Jin Muslim Bicara Soal Covid-19, Apa yang Bakal Terjadi di Masa Depan?

Jin Muslim Bicara Soal Covid-19, Apa yang Bakal Terjadi di Masa Depan?

Covid-19 dan sejumlah perbincangan, tapi bukan oleh manusia tapi jin muslim. begini sejumlah keganjilan

Jin Muslim Bicara Soal Covid-19, Apa yang Bakal Terjadi di Masa Depan?

Bagaimana jika jin muslim bicara tentang covid-19 melalui perbincangan ustadz-ustadz di Youtube. Tulisan ini mengulik lebih dalam dari hanya persoalan jin muslim.

“Apakah Aki bisa menjelaskan apa dan bagaimana penyakit Covid-19 yang sedang mewabah di Indonesia ini?” tanya Ust. Firmansyah.

“Penyakit itu sebenarnya tercipta dari pikiran manusia yang terlalu berlebihan menyebarkan sesuatu yang tidak benar, padahal hidupnya berasal dari Allah” jawab Aki Galunggung.

“Karna Gonjang-ganjing dunia ini timbullah peperangan,” lanjut Aki Galunggung.

“Peperangan seperti apa maksud Aki? Tanya kembali Ust. Firmansyah.

“Peperangan ingin menguasai dunia ini,” sebut Aki Galunggung.

Jika anda mengira dialog di atas adalah perbincangan antara dua orang manusia, maka perkiraan anda salah. Sebab dialog di atas terjadi antara seorang jin Muslim (Aki Galunggung) dan Ust. Firmansyah. Rekaman pembicaraan mereka diunggah oleh akun bernama “DC Sejati” di kanal Youtube pada tanggal 14 April 2020 kemarin.

Tanya jawab mereka di atas direkam dan diunggah di kanal Youtube dan diberi judul “Nasihat Jin Muslim Tentang Covid 19”. Dan sampai hari ini dialog tersebut telah ditonton lebih dari 1, 5 juta kali.

Berbeda dengan apa yang disarankan Pemerintah Indonesia di masa awal Pandemi untuk menggunakan Tele-medecine, jika ada warga yang merasakan sakit atau mencari informasi terkait Covid-19. Mereka malah mengambil langkah Out of Box atau di luar kebiasaan, yakni menghubungi jin Muslim untuk mendapatkan berbagai informasi terkait Corona.

Mungkin tidak pernah terbersit dalam imajinasi kita untuk menggali informasi tentang virus Covid-19 ini kepada para Jin. Akun DC Setia telah melakukannya pada bulan April 2020 lalu, saat pandemi mulai mendapatkan sorotan tajam dari kelompok agama karena banyak melakukan pelarangan pada berbagai kegiatan keagamaan, termasuk salat berjamaah dan pengajian rutin.

Di tengah kegelisahan akibat Corona, banyak media alternatif menghadirkan narasi terkait pandemi yang sedang melanda Indonesia. Namun, proses mediumisasi terhadap jin Muslim rasanya baru kali ini terjadi. Kita boleh saja memilih percaya atau tidak, namun fenomena ini menjelaskan dua hal sekaligus kepada kita, yakni bagaimana dunia mistis dihadirkan lewat media sosial dan relasi baru antara Islam, dunia mistik dan pandemi.

Sebelumnya, banyak diantara kita yang telah mengonsumsi berbagai tayangan mistis di televisi. Menurut Katinka van Heeren (2007), tayangan mistis di televisi Indonesia berupaya menghadirkan fenomena gaib sebagai sebuah kejadian yang otentik atau minimal terkesan sahih adanya. Berbagai teknologi kamera hingga digital biasanya digunakan untuk menghadirkan kejadian tersebut di khalayak.

Tayangan di televisi biasanya dibantu dengan teknologi seperti kamera inframerah dan rekaman suara, masih ditambah kehadiran seorang paranormal yang menjadi mediator antara penonton dan alam gaib. Jelas, tujuan tayangan-tayangan tersebut berupaya untuk membuat penonton menjadi kagum dengan fenomena gaib yang tampil di layar kaca mereka.

Sebagaimana apa yang terjadi di televisi, tayangan mistis di media sosial sepertinya tidak memiliki perbedaan yang jauh berbeda. Bedanya, mereka dihadirkan lewat teknologi lebih rendah ketimbang televisi. Dampaknya, tayangan mistis menghadirkan berbagai cerita-cerita lokal dan ekspresi keagamaan yang lebih demokratis, seperti ruqyah yang berkelindan dengan budaya lokal menjadi mendapat tempat.

Namun, saat supranatural di televisi dihadirkan dengan hasrat memenuhi hasrat penonton yang ‘dianggap’ lebih modern. Supranatural yang diasumsikan sebagai bagian dari masyarakat nir-bahasa atau lebih akrab di lidah kita dengan ‘primitif’, sehingga dapat dikomodifikasi sebagai tayangan yang dapat memenuhi superioritas penonton.

baca juga: wujud jin Islam di Al-Qur’an

Di pihak lain, kehadiran media sosial sebagai wadah baru menghadirkan informasi dengan janji keterbukaan akses dan ruang bagi siapapun. Akibatnya, seabrek akun bisa ditemui dengan mudah di berbagai platform layanan jejaring sosial. Facebook dan Youtube sepertinya adalah lahan subur bertumbuhnya tayangan atau cerita mistis di sekitar kita. Menariknya, kehadiran sekian konten tersebut tidak seluruhnya dihadirkan dengan teknologi media dan digital yang mumpuni.

Dengan janji demokratisasi ruang bagi siapa saja untuk berbagi informasi, apa yang dilakukan oleh DC Sejati menghadirkan informasi terkait Covid-19 dari sumber yang berbeda bisa kita maklumi. Lebih-lebih, narasi yang mereka hadirkan lebih banyak menyuarakan kegelisahan sebagian umat Islam yang menganggap kehadiran Corona telah mengekang kebebasan mereka dalam beribadah.

Misalnya ketika video DC Sejati tersebut menyuarakan “penyakit ini seharusnya tidak menghalangi orang untuk datang ke masjid”, atau “Wabah ini sebenarnya hanya untuk mereka yang memiliki penyakit dalam hati mereka” dan masih banyak lagi. Suara-suara ini sebenarnya cukup sering berseliweran di linimasa media sosial. Jadi, DC Sejati sepertinya memakai narasi “mistis” untuk menyuarakan apa yang selama ini membuat mereka gelisah.

Berangkat dari poin itu, kita bisa memahami pilihan DC Sejati menghadirkan klaim “mistis” jelas diperlukan untuk menghindarkan mereka dari berbagai cerita konspirasi yang menuntut logika yang sedikit lebih rumit. Selain itu, mereka juga tidak perlu harus mempertanggungjawabkan kebenaran apapun cerita yang dihadirkan dalam video tersebut.

Jelas sekali, informasi yang dihadirkan dapat dikonsumsi dengan renyah karena dapat dianggap “bocoran” dari alam gaib, tentu bukan sesuatu yang bisa dengan mudah untuk dibantah sekaligus dibuktikan. Dan Islam dihadirkan dalam video sebagai sebagian dari upaya untuk membuat takjub para warganet tersebut tanpa harus mengorbankan pesan, dalam hal ini protes, yang dapat muncul dari sebuah fenomena gaib.

Suara-suara kegelisahan yang dihadirkan dalam video tersebut dapat muncul akibat peran minim pemerintah dalam mengedukasi masyarakat dalam menghadapi pandemi ini. Arkian, Islam dihadirkan dalam video tersebut tidak saja menambahkan nilai tontonan namun sekaligus menambah klaim kebenaran.

 

Fatahallahu alaihi futuh al-arifin