Jilbab, Hijab, dan Kesalehan (Bag-2)

Jilbab, Hijab, dan Kesalehan (Bag-2)

Jilbab, Hijab, dan Kesalehan (Bag-2)

Selanjutnya kita bicara tentang jilbab. Kata ini disebutkan dalam surat yang sama, Al-Ahzab, ayat 59:

يا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا

Artinya:

“Wahai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin ; hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya. Hal itu agar mereka lebih mudah dikenal dan karena itu mereka tidak diganggu”.(QS: Al-Ahzab Ayat 59).

Makna Jilbab

Jilbab berasal dari kata kerja jalaba yang berarti menutupkan sesuatu di atas sesuatu yang lain sehingga tidak dapat dilihat. Para ahli tafsir dari berbagai generasi menggambarkan pakaian jilbab dengan cara yang berbeda-beda, sesuai dengan pengetahuan dan pengalamannya masing-masing saat itu di tempatnya. Ibnu Abbas dan Abidah al-Salmani merumuskan jilbab sebagai pakaian perempuan yang menutupi wajah berikut seluruh tubuhnya kecuali satu mata.

Imam Qatadah dan Ibnu Abbas dalam pendapatnya yang lain mengatakan bahwa makna mengulurkan jilbab adalah menutupkan kain ke dahinya dan sebagian wajahnya dengan membiarkan kedua matanya tampak. Mengutip pendapat Muhammad bin Sirin, Ibnu Jarir mengatakan, “Saya bertanya kepada Abidah al-Salmani apakah arti kalimat: ‘yudnina ‘alaihinna min jalabibihin’ (hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya). Maka dia menutupkan wajahnya dan kepalanya sambil menampakkan mata kirinya”. Ibnu al Arabi dalam Tafsir Ahkam al-Qur’an, menyebutkan dua pendapat, pertama menutup kepalanya dengan kain itu (jilbab) di atas kerudungnya; kedua, menutup wajahnya dengan kain itu sehingga tidak tampak kecuali mata kirinya”.(III/1586).

Ibnu Katsir mengemukakan :

والجلباب هو : الرداء فوق الخمار . قاله ابن مسعود ، وعبيدة ، وقتادة ، والحسن البصري ، وسعيد بن جبير ، وإبراهيم النخعي ، وعطاء الخراساني

“Jilbab adalah kain selendang di atas kerudung (al-Rida fauqa al-khumar). Ini yang dikatakan oleh Ibnu Mas’ud, Ubaidah, Qatadah, Hasan Basri, Sa’id bin Jubair, Ibrahim al Nakha’i, Atha al Khurasani dan lain-lain. Ia seperti/mirip “izar” (sarung) sekarang. (Baca : Ibnu Katsir, Tafsir, juz III/518).

Al-Qurthubi, dalam kitab tafsirnya, mengatakan: “Jalabib, kata jamak dari Jilbab. Ia adalah kain yang lebih lebar daripada kerudung”. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan IbnuMas’ud : “ia adalah selendang. Ada yang mengatakan ia adalah ”qina”(cadar/penutup wajah). Sebagian ulama mengatakan bahwa ia adalah kain yang menutupi seluruh tubuhnya”. (Al-Qurthubi, Tafsir Jami’ Ahkam al-Qur’an, vol. 14/220).

Mengapa dan untuk apa memakai Jilbab? Ini yang substansial.

(Bersambung)