Jika Sang Suami Impoten, Haruskan Seorang Istri Bertahan?

Jika Sang Suami Impoten, Haruskan Seorang Istri Bertahan?

Jika Sang Suami Impoten, Haruskan Seorang Istri Bertahan?

Dewasa ini, kombinasi antara kondisi fisik dan gaya hidup yang salah seringkali menimbulkan impotensi. Impoten atau disfungsi ereksi adalah kondisi dimana seorang laki-laki tidak bisa mendapatkan atau tidak bisa mempertahankan ereksi. Dengan demikian, kehidupan seksual laki-laki tersebut pun akan terganggu sebab ia tidak dapat melakukan hubungan seksual secara maksimal dengan pasangannya. Hal tersebut biasanya terjadi pada laki-laki yang berusia antara 40 hingga 70 tahun.

Namun menurut Journal of Sexual Medicine terbitan Juli 2013, impotensi kini tidak lagi memandang usia. Sebab impotensi kini lebih umum terjadi pada laki-laki yang lebih muda daripada yang diperkirakan sebelumnya. Para peneliti menemukan bahwa impotensi mempengaruhi 26% laki-laki dewasa di bawah usia 40 tahun dan hampir setengahnya menderita impotensi parah. Hal tersebut rupanya dipengaruhi oleh gaya hidup yang salah seperti merokok, konsumsi alkohol, konsumsi obat-obatan tertentu, depresi, dan lainnya.

Kemudian jika seorang suami mengalami impotensi, apakah seorang istri boleh menceraikan suaminya tersebut? Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW pernah bersabda bahwa seorang perempuan yang meminta cerai terhadap suaminya tanpa alasan yang jelas maka haram baginya mendapatkan wangi surga. Dalam hadis tersebut Rasulullah SAW bersabda, “Wanita mana saja yang meminta kepada suaminya untuk dicerai tanpa kondisi mendesak (alasan yang benar) maka haram baginya bau surga.” (HR. Abu Daud)

Namun patut diketahui bahwa pada dasarnya perempuan juga sama seperti laki-laki, yaitu sama-sama memiliki hasrat seksual. Bahkan ada beberapa perempuan yang memiliki hasrat seksual berlebih. Oleh karena itu, seorang suami pun memiliki kewajiban memberikan nafkah batin kepada sang istri sebagaimana nasihat Rasulullah SAW kepada Utsman bin Madz’un.

Saat itu Rasulullah berkata, “Wahai Utsman, kamu membenci sunahku?” “Tidak Ya Rasulullah. Bahkan aku selalu mencari sunah anda.” Jawab Ustman. “Kalau begitu, perhatikan, aku tidur dan aku shalat tahajud, aku puasa dan kadang tidak puasa. Dan aku menikah dengan wanita. Wahai Utsman, bertaqwalah kepada Allah. Karena istrimu punya hak yang harus kau penuhi. Tamumu juga punya hak yang harus kau penuhi. Dirimu punya hak yang harus kau penuhi. Silahkan puasa, dan kadang tidak puasa. Silahkan tahajud, tapi juga harus tidur.” (HR. Ahmad)

Lalu bagaimana jika suami tidak bisa memberikan nafkah batin tersebut karena mengalami impotensi? Dalam Islam, istri hendaknya memberikan suami kesempatan selama satu tahun untuk mengobati impotensi tersebut. Jika sudah berusaha lebih dari satu tahun, maka sang istri boleh menuntut “faskh” atau perceraian dengan keputusan hakim. Sebagaimana Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di dalam Manhajus salikin berkata, “Jika istri mendapati suaminya impoten, maka ditunda (diberi waktu kesempatan) satu tahun, jika telah berlalu dan suami masih impoten maka istri berhak mengajukan Faskh.”

Para suami yang mengalami impotensi sangat dianjurkan mencari cara untuk mengobati penyakit lemah syahwat tersebut. Sebab Rasulullah SAW menganjurkan umatnya untuk mencari pengobatan bagi penyakit yang mereka derita. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wa sallam bersabda, “Wahai hamba Allah berobatlah, karena Allah telah menurunkan obat bagi setiap penyakit yang ia turunkan, kecuali satu penyakit. Para sahabat bertanya, “Apakah penyakit itu wahai Rasulullah?” beliau menjawab, “umur tua.” (H.R Tirmidzi)

Bahkan dalam hadis lain Rasulullah SAW juga bersabda, “Tidaklah Allah turunkan satu penyakit kecuali Allah turunkan juga obatnya. Sebagian orang ada yang mengetahuinya dan sebagian lagi tidak mengetahuinya.” (H.R Ahmad)

Oleh karena itu, apabila seorang suami mengalami impotensi maka hendaknya pasangan suami-istri tersebut mengusahakan pengobatan atas penyakit impotensi dalam jangka waktu satu tahun. Apabila telah lebih dari satu tahun dan belum kunjung membaik, maka sang istri diperkenankan untuk mengajukan gugatan cerai. Tapi meskipun demikian, alangkah baiknya pasangan suami istri tersebut selalu berusaha untuk mempertahankan keutuhan rumah tangganya, karena bisa jadi itu bagian dari ujian yang diberikan Allah di mana setiap ujian tersebut kalau dilalui dengan penuh kesabaran pasti ada hikmah dan manfaatnya.