Tiap pemimpin sejatinya adalah seorang guru. Dia harus memberi contoh tauladan, karena apapun yang dilakukannya digugu dan ditiru oleh pengikutnya.
Dalam Islam, pemimpin tertinggi adalah nabi muhammad SAW. Beliau teladan yang baik bagi semua manusia di bumi ini. Beliau mendapat gelar uswatun hasanah.
قَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasûlullâh itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allâh dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah” (al-Ahzab:21).
Prof. Quraish Shihab menafsirkan ayat tersebut bahwa kita benar-benar mendapatkan teladan yang baik pada pribadi Nabi Muhammad. Teladan bagi orang-orang yang mengharap kasih sayang Allah dan kesenangan hidup di akhirat. Teladan bagi orang-orang yang banyak berzikir mengingat Allah di setiap kesempatan, kala susah maupun senang.
Jika kemudian kamu menemukan calon pemimpin lebih banyak umbar kesalahan tanpa beri solusi. Berkata sesuatu dan kesannya menakut-nakuti, percayalah dia sedang merusak citra orang lain. Calon pemimpin yang baik adalah mempersiapkan dirinya dengan matang, bukan sibuk menjatuhkan calon lainnya.
Mengajak Beribadah, Bukan Demo
Hari ini banyak orang terlihat “islami” lebih suka menggiring umat Islam pada isu politik, bahkan sampai politisasi agama. Mereka sibuk mengingatkan berulang kali dengan istilah memecahbelah dengan digotomi “Partai Allah dan Partai Setan” atau “Poros Mekah dan Poros Beijing”.
Padahal berbicara agama hari ini ada baiknya lebih banyak mengingatkan kita kepada Allah (dzikir) dan menjaga kerukunan umat dengan akhlakul karimah. Sebab Rasulullah menegaskan bahwa tujuan kehadirannya di dunia untuk memberi tauladan berperilaku.
Innama bu’itstu liutammima makarimal akhlaq (Aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq), Begitu sabda Rasulullah. Akhlak apa yang dimaksud? Allah mempertegas dengan firmanNya :
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
Wamaalnaka illa rahmatan lil’alamin (Dan tiadalah Kami (Allah) mengutus engkau (Muhammad), kecuali untuk menjadi rahmat bagi semesta alam) (Al anbiya’ :107).
Saya secara pribadi mempersilakan jika ada guru agama ingin berpolitik, tetapi biar asik semua tidak usah mengatasnamakan Islam dan tetap mengutamakan akhlak terpuji dalam berpolitik. Masa ada yang mengaku imam besar berpolitik mengata-ngatai ideologi negara. Terbaru seorang guru agama demo depan warung Martabak milik anak Joko Widodo, hanya karena ingin ganti presiden.
Tentu kita bisa tahu demo depan warung itu sedikit cara mengintimidasi lawan politik. Apakah Islam mengajarkan mengintimidasi lawan kita? Saya risih aja sih, jika agama Islam yang terkenal mengutamakan kedamaian dan menjadi rahmatan lil alamin, dirusak sekelompok orang hanya karena urusan berpolitik kekuasaan. Kata Gus Dur, tidak ada jabatan di dunia ini yang perlu diperjuangkan mati-matian. Akhlak e loooh.
Islam Tidak Mengenal Pemaksaan
Laa ikraha fiddin. Tidak ada paksaan dalam agama. Mengapa tidak ada pemaksaan dalam beragama? Sebab Tuhan ingin kita berserah diri padaNya bukan oleh ketakutan, cari aman, ataupun hal-hal keterpaksaan lainnya, namun karena kita menemukan kebenaranNya.
Maka Tuhan ingatkan dalam firmanNya yang lain, berulang kali Tuhan mengatakan sudah jelas perbedaan antara kebenaran (haq) dan keburukan (bathil) dan apakah kamu tidak berpikir (tentang kebenaranNya)?
Jika kemudian menjelang pergantian presiden ada yang maksa kita untuk memilih pasangan calon tertentu, apalagi membawa nama Tuhan dan agama. Seakan Tuhan pun ikut berpikir memenangkan satu calon pemimpin.
Tenang, Allah selalu golput. Jika pun diriNya memilih, itu urusan lain. Allah telah memilihkan calon terbaik untuk para musafir hati yang mencerdaskan umat. Mblo, Keep calm and stop global warming. Wallahu’alam bishawab.