Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Demonstrasi atau unjuk rasa adalah suatu pernyataan protes yang dilakukan secara massal. Demonstrasi biasanya digunakan sejumlah pihak untuk menyampaikan aspirasi mereka terhadap suatu kebijakan yang tidak menguntungkan bagi mereka. Demonstrasi bisa dilakukan oleh siapa saja dan kepada siapapun juga. Bisa dilakukan buruh kepada perusahaan, rakyat kepada dewan wakil rakyat, mahasiswa kepada pemerintah, dan lain sebagainya.
Seperti yang terjadi pada akhir-akhir ini, ribuan mahasiswa berbondong-bondong berdemonstrasi ke gedung Dewan Perwakilan Rakyat. Mereka menuntut keadilan dan memperjuangkan kebenaran. Namun sayang, masih ada beberapa pihak yang mengharamkan demonstrasi dengan dalih tidak pernah dilakukan oleh zaman nabi dan merupakan bagian dari sistem demokrasi.
Kelompok-kelompok yang berpendapat bahwa demonstrasi adalah haram mengatakan bahwa demonstrasi merupakan aksi yang dicetuskan orang-orang kafir, dan tidak menggunakan dalil dan akal. Pendapat ini mudah dipatahkan karena demonstrasi bukan masalah ada dalil atau tidak ada dalil. Demonstrasi adalah sebuah ungkapan ketidakpuasan terhadap sesuatu dengan menghadirkan banyak massa. Dalam arti lain, demonstrasi adalah salah satu cara untuk menghilangkan kedzoliman dan memperjuangkan kebenaran. Lantas mengapa mereka mengatakan amar ma`ruf nahi munkar itu wajib, sedangkan demonstrasi itu haram? padahal demonstrasi adalah bagian dari amar ma`ruf nahi munkar.
Mereka juga mengatakan bahwa demonstrasi adalah bid`ah, dengan dalil sebuah hadis:
“Siapa saja yang membuat ajaran baru dalam agama ini dan bukan termasuk bagian darinya maka akan tertolak” [HR Muttafaqun Alaih]
Padahal dalam hadis lain, Rasulullah SAW juga bersabda:
“Sebaik-baiknya jihad adalah mengatakan kebenaran di hadapan penguasa yang dzalim” (HR. Abu Dawud)
Dalam Alquran juga disebutkan adanya dalil mengenai demonstrasi, yaitu dalam surat An-nisa ayat 148:
لا يُحِبُّ اللَّهُ الْجَهْرَ بِالسُّوءِ مِنَ الْقَوْلِ إِلا مَنْ ظُلِمَ وَكَانَ اللَّهُ سَمِيعًا عَلِيمًا
“Allah tidak menyukai ucapan buruk, (yang diucapkan) dengan terang kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. An-Nisa : 148)
Siti Aisyah ketika kurang puas dengan pengusutan kasus pembunuhan Sahabat Ustman bin Affan, juga mengumpulkan massa yang banyak untuk bersama-sama unjuk rasa kepada Khalifah saat itu, Ali bin Abi Thalib. Walaupun pada akhirnya ada penyusup yang mengadu domba kedua belah pihak sehingga peperangan tidak dapat dihindarkan.
Dalil-dali tersebut mematahkan pendapat bahwa demonstrasi tidak ada dalilnya. Memang pada zaman dahulu tidak disebut sebagai “demonstrasi”, namun esensinya adalah sama, yaitu untuk menyuarakan kebenaran.
Kemudian mereka juga mengatakan bahwa demonstrasi adalah suatu bentuk “tasyabbuh bil kufri’ atau menyerupai orang-orang kafir. Bagaimana hal ini bisa dikatakan sebagai penyerupaan kepada orang kafir, sedangkan nabi, para sahabat dan kaum muslimin juga pernah melakukannya. Demonstrasi ini juga sebenarnya tidak melulu tentang agama, tapi juga menyangkut kemanusiaan, keadilan, pemberantasan kedzaliman, yang mana semua orang berhak untuk melakukannya.
Mereka juga mengatakan bahwa demonstrasi akan menghabiskan tenaga yang seharusnya digunakan untuk beribadah, mempelajari ilmu, mempersiapkan diri menghadapi musuh, dan lain sebagainya. Mereka berdalil dengan firman Allah:
وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَآخَرِينَ مِنْ دُونِهِمْ لَا تَعْلَمُونَهُمُ اللَّهُ يَعْلَمُهُمْ ۚ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تُظْلَمُونَ
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya ; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan)” [al-Anfaal/8 : 60]
Ayat ini menjelaskan mengenai peperangan yang akan dilakukan kaum muslimin kepada musuh-musuhnya. Allah memerintahkan kaum muslimin untuk bersiap-siap karena pada saat itu musuh telah jelas nyata adanya. Adapun sekarang ini, tidak ada musuh di depan mata, tidak ada yang patut ditakuti dalam kondisi yang aman ini, dan alangkah lebih baik jika kita menjaga kesatuan dan keberagaman tanpa saling memusuhi. Pendapat mereka ini seolah-olah mengatakan “Demonstrasi tidak boleh, sedangkan berperang boleh”.
Mereka juga mengatakan “Demonstrasi adalah suatu bentuk protes terhadap takdir, sehingga dapat memicu kemurkaan Allah SWT.” Pernyataan ini tidak dapat dijadikan rujukan karena berdemonstrasi bukan berarti menentang takdir. Apabila semua yang dilakukan manusia dianggap menentang takdir, maka kita tidak akan melihat orang yang mau berusaha untuk menjadi lebih baik, berusaha mencari nafkah, berusaha mencegah kebatilan, dan tidak akan kita jumpai orang-orang yang berdakwah menyebarkan agama Islam dan mengajak pada kebaikan dan mencegah kemunkaran.
Yang dimaksud protes terhadap takdir adalah kita tidak mau menerima sesuatu yang telah Allah gariskan untuk kita. Misalnya seperti diciptakannya manusia laki-laki dan perempuan, namun menentang takdir sehingga ingin merubah jenis kelamin. Contoh lain ketika Allah menurunkan musibah kepada manusia, dan manusia tersebut merasa putus asa dan menyalahkan tuhan atas terjadinya malapetaka. Ketika manusia-manusia tersebut berusaha mengobati korban musibah, memberikan bantuan untuk korban musibah, dan memperjuangkan kehidupan mereka disebut sebagai protes terhadap takdir? tentu saja tidak.
Kemudian perkataan mereka yang menyatakan bahwa demonstrasi adalah bughat (memberontak) kepada penguasa juga tidak dapat diterima. Bughat adalah suatu bentuk pemberontakan yang dilakukan untuk mengambil kekuasaan penguasa yang sah dan telah menjalankan hukum dengan baik dan adil. Bughat yang seperti ini adalah perbuatan yang dilarang dan harus diperangi oleh pihak penguasa. Jika kita berada di Indonesia, maka jika ada kelompok yang mengancam kedaulatan dan keamanan bangsa, maka kelompok itu wajib diperangi dan diberhentikan aktivitasnya.
Lalu apakah demonstrasi termasuk bughat? Demonstrasi tidak bisa serta merta dikatakan sebagai bughat karena demonstrasi tidak menginginkan kekuasaan, tetapi keadilan yang bisa dirasakan oleh banyak orang. Demonstrasi adalah sebagai bentuk “Tawashow bil Haq” atau saling menasehati dalam kebenaran terhadap penguasa.
Adapun pendapat mereka yang mengatakan bahwa demonstrasi akan membawa banyak kerusakan juga tidak dapat dibenarkan. Memang dalam beberapa demonstrasi dapat menyebabkan kerusakan fasilitas yang ada. Namun bukan berarti demonstrasi adalah haram. Telah disebutkan diatas bahwa definisi demonstrasi adalah pernyataan protes yang dilakukan secara massal, bukan suatu pengrusakan massal untuk menyampaikan protes. Maka dari itu, kita tidak bisa mengharamkan demonstrasi secara mutlak karena tidak semua demonstrasi akan menghasilkan kerusakan.
Seperti halnya ketika mereka mengatakan bahwa ziarah kubur haram karena dikhawatirkan akan menyembah orang mati. Padahal orang yang telah mengerti agama Islam tidak mungkin menyembah kuburan. Banyak sekali para ulama salafus solih yang melakukan ziarah kubur dan mereka tidak mengharamkannya. Yang diharamkan adalah menyembah kuburan, bukan ziarah kuburnya. Maka dari itu, pengharaman secara mutlak ini tidak dapat diterima.
Kesimpulannya, hukum asal dari demonstrasi adalah mubah karena tidak bertentangan dengan agama dan sesuai dengan hukum konstitusi yang ada. Namun demonstrasi juga harus dilakukan dengan cara yang baik sehingga tidak melanggar hukum agama dan negara. Adapun hukum turunan dari demonstrasi juga dapat bermacam-macam, wajib apabila kehormatan umat Islam diinjak, dan bisa menjadi haram ketika berdemonstrasi untuk memperjuangkan kebatilan. Namun, pendapat yang mengharamkan demonstrasi secara mutlak adalah pendapat yang tertolak.
Wallahu a`lam