Allah memang Maha Adil. Memperlakukan semua hambanya sama di hadapan-Nya, Ia tak membedakan kaya atau miskin, pejabat atau rakyat, laki-laki atau perempuan, pintar atau yang terlantar, raja atau yang berkasta sudra, kyai atau santri, ustadz atau yang baru belajar taubat. Semuanya diberikan rahmat, kesehatan, bahkan nikmatnya bernafas bebas.
Kewajiban makhluknya adalah untuk mengabdi kepada-Nya dengan keikhlasan, bukan untuk bermalas-malasan atau untuk mencari perhatian, bahkan untuk mencari kemewahan.
Salah satu etika dengan-Nya adalah dengan tak bangga atas apa yang ia lakukan, semuanya atas anugerah-Nya sehingga manusia mampu menjadi makhluk yang pandai bersyukur dan pandai mawas diri. Manusia mampu beribadah itu atas kenikmatan yang telah diberikannya bukan atas usahanya sendiri.
Imam Al-Ghazali dalam kitabnya yang berjudul Asnaf al-Magrurin mengingatkan kepada kita agar tak berperasangka kepada diri atas ibadah yang telah ia lakukan, seperti orang yang membaca rutin istighfar seribu kali, tapi ia juga menyakiti sesama saudaranya, maka ia tak akan mendapatkan apapun dari pahala istighfar. Dan ini sebagai salah satu kerugian yang besar, ia tertipu dengan banyaknya amal, di sisi lain ia juga menghancurkan dengan hal yang terlarang.
Maka dari itu sebagai orang yang beriman kepada Allah, hendaknya ia menanamkan pada dirinya untuk selalu berbuat baik, dengan tak melakukan hal-hal yang terlarang, insyaallah hidupnya akan tenang, dan pahala amalnya tak hilang.