Maulid Nabi merupakan tradisi yang baik, bid’ah hasanah, bukan bid’ah sayyi’ah. Tidak tepat dikatakan maulid haram. Bagaimana mungkin mengenang hari lahir Rasulullah itu haram. Apalagi hikmah maulid Nabi itu sangatlah banyak. Merayakan maulid Nabi sebagai wujud kegembiraan dan kecintaan kepada Rasulullah. Sosok yang menjadi uswatun hasanah (teladan terbaik) bagi seluruh umat. Di dalam surat al-Ahzab ayat 21, dijelaskan Nabi Muhammad SAW adalah panutan terbaik bagi orang yang ingin mendapatkan ridha Allah ta’ala serta menggapai kebahagiaan akhirat.
Imam Ibnu Katsir (774 H) dalam kitab Tafsir Ibnu Katsir menjelaskan ayat di atas merupakan pijakan utama untuk mencontoh dan mengikuti Nabi Muhammad SAW. Karena itu, di antara hikmah peringatan maulid adalah untuk meneguhkan sikap dan komitmen kita bersama mengikuti akhlak mulia baginda Nabi. Baik dalam rangka beribadah kepada Allah ta’ala, ataupun akhlak berhubungan dengan sesama makhluk-Nya.
Bagi generasi milenial, pesan mulia Nabi Muhammad SAW beserta laku hidup beliau adalah sumber inspirasi yang tak pernah kering digali. Wasiat-wasiat kenabian dapat menjadi petunjuk hidup di tengah masyarakat mutakhir saat ini. Terlebih di tengah kepungan kemajuan teknologi dan media sosial.
Teladan Akhlak Mulia
Tidak sedikit kita temui, terlebih di media sosial, perbedaan pandangan dan pemahaman agama dapat menyulut kebencian dan permusuhan. Bahkan, oleh sebagian kalangan, teror disebar luaskan atas nama agama. Radikalisme dan kekerasan yang diusung oleh ISIS merupakan nestapa yang harus menjadi pelajaran bersama. Dakwah harus disampaikan dengan hikmah dan akhlak. Sebagaimana dakwah Nabi Muhammad SAW, sahabat, dan generasi setelahnya.
Dalam berdakwah, Rasulullah SAW mendahulukan prinsip kasih sayang. Tidak lain karena, Nabi Muhammad diutus ke muka bumi ini sebagai rahmat bagi semesta alam. Dengan cara ini, dakwah berjalan efektif. Berhasil memberikan kesadaran dan pencerahan umat. Hakikatnya, dakwah adalah menyeru dan mengajak umat manusia untuk menjadi lebih baik. Maka dari itu, dalam penyampaiannya juga harus dengan cara yang bijak dan bermartabat. Allah ta’ala berfirman:
ادْعُ إِلِى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُم بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Artinya:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.” (Q.S. al-Nahl: 125)
Ayat di atas merupakan dasar berdakwah dengan menggunakan hikmah dan kebijakan. Antara lisan dan perbuatan harus seirama dan tidak bertolak belakang. Islam tidak mengajarkan dakwah yang kasar karena justeru akan bertolak belakang dengan esensi dakwah. Lemah lembut merupakan salah satu akhlak yang diajarkan oleh Islam. Sebagaimana termaktub dalam hadis shahih yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud (202-275 H) dalam kitab Sunan Abi Dawud:
عَنْ عَائِشَة رَضِيَ الله عَنْهَا قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا عَائِشَة عَلَيْكِ بِتَقْوَى الله وَالرِّفْق فإن الرِفْقَ لَمْ يَكُنْ فِيْ شَيْءٍ قَطُّ إِلَّا زَانَهُ، وَمَا نُزِعَ مِنْ شَيْءٍ قَطُّ إِلَّا شَانَهُ
Artinya: Diriwayatkan dari Sayidah ‘Aisyah ra, Rasulullah saw berkata: “Wahai ‘Aisyah, bertakwalah kepada Allah dan bersikaplah lemah lembut. Sesungguhnya lemah lembut tidak berada pada sesuatu perkara kecuali menghiasinya. Dan tidaklah tercabut darinya, kecuali akan membuat sesuatu itu menjadi buruk.” (H.R. Abu Dawud)
Karakter dan kepribadian Nabi Muhammad SAW tak diragukan lagi. Nabi merupakan sosok ideal yang menjadi panutan, tak terkecuali dalam mensyiarkan kebenaran Islam. Dalam banyak riwayat hadis, Nabi Muhammad SAW menegaskan bahwa tujuan kerisalahan beliau adalah untuk menyempurnakan akhlak. Dengan sikapnya yang ramah dan penuh kasih sayang, Nabi mampu memikat orang-orang di sekitarnya, baik kawan maupun lawan.
Keberhasilan dakwah Nabi Muhammad SAW dapat kita rasakan hingga hari ini, di mana Islam mampu menembus seluruh pelosok dunia. Dakwah Rasulullah dengan menggunakan akhlak mulia, bukan dengan pemaksaan dan kekerasan. Generasi muda muslim sebagai salah satu penentu wajah Islam di masa yang akan datang mesti memahami hal ini. Wajah Islam akan terpancar jika didakwahkan dengan akhlak mulia.