Kunjungan Gus Yahya untuk memenuhi undangan The Israel Council on Foreign menuai kontroversi bagi masyarakat Indonesia akhir-akhir ini. Awalnya penulis tidak begitu tertarik untuk menanggapi orang yang menyangka bahwa kunjungan Gus Yahya tersebut dianggap sebagai memperkuat posisi politik Israel untuk memindahkan ibu kotanya ke Yerusalem. Banyak orang menyangkal bahwa hadirnya di Israel, Gus Yahya tidak berbicara sedikitpun mengenai Palestina. Merujuk wawancara yang dilakukan Direktur Internasional Urusan Antar-Agama American Jewish Committee (AJC), Rabbi David Rosen, bukan hanya netizen, media sekelas detik pun membuat framing dengan judul berita “Ini Video Yahya Staquf Bicara di Israel, Tak Bahas Palestina” pada 12 Juni 2018.
Banyak orang menganggap bahwa yang dibicarakan Gus Yahya tidak menyangkut sama sekali nasib Palestina. Secara tersirat, Gus Yahya memang tidak menyebutkan secara khusus diksi Palestina dalam wawancara tersebut. Gus Yahya tidak “mengutuk” atau cenderung menyalahkan salah satu bangsa atas konflik yang terjadi di Palestina dan Israel tersebut. Upaya yang dilakukannya adalah menyampaikan pesan damai.
Pesan damai tersebut disampaikan saat Gus Yahya di Israel adalah dengan istilah Islam yaitu “Rahmah”. Rahmah baginya berarti kasih sayang dan kepedulian terhadap sesama. Rahmah menjadi solusi atas konflik yang terjadi di dunia ini. Penulis mengartikan bahwa pesan yang disampaikan oleh Gus Yahya adalah rekonsiliasi antara Israel-Palestina. Gus Yahya mengambil istilah Rahmah yang sesuai dengan agamanya untuk mempresentasikan pesan damai antara kedua bangsa tersebut.
Konsep yang dijelaskan oleh Gus Yahya cukup jelas yaitu adanya upaya untuk saling kasih sayang dan memedulikan antar sesama. Pesan yang disampaikan oleh Gus Yahya tidak membuat keruh konflik antara Israel dan Palestina. Bagi penulis, Gus Yahya bersikap upaya penyelesaian konflik. Memang apa yang dilakukan oleh Gus Yahya belum mempunyai dampak signifikan antara kedua negara tersebut. Namun apa yang dilakukan oleh Gus Yahya dan generasi sebelumnya, Gus Dur, adalah cara pandang yang lain dalam melihat kedua konflik negara tersebut yaitu mengupayakan rekonsiliasi, bukan mengutuk salah satu negara, namun mengupayakan perdamaian.
Upaya yang dilakukan oleh Gus Yahya adalah upaya mengajak kedua negara untuk menempuh perdamaian. Memang langkah tersebut sulit untuk dilakukan, namun pilihan sikap tersebut menjadi upaya yang solutif daripada memperkeruh konflik kedua negara tersebut. solusi yang sama juga pernah ditawarkan oleh Gus Dur, yaitu mendorong kedua negara tersebut untuk berdialog.
Jalan Penengah
Pendekatan yang digunakan Gus Dur terhadap kedua bangsa tersebut berbeda dengan banyak orang, ia memosisikan sebagai “penengah” antara kedua negara tersebut. Bagi Gus Dur, Indonesia mempunyai peluang untuk turut serta dalam mencapai perdamaian antara kedua bangsa “serumpun” itu. Itulah pandangan dan perjuangan yang diteruskan oleh murid-muridnya, khususnya Gus Yahya dalam menyikapi gejolak dua bangsa tersebut.
Dalam wawancara tersebut, Rabbi David Rosen mengungkapkan bahwa AJC sudah berhubungan dengan Gus Dur sejak 20 tahun lalu. Gus Dur, menurut keterangannya juga pernah berbicara di dalam forum seperti itu 16 tahun yang lalu. Gus Yahya pun mengonfirmasi bahwa apa yang dilakukan hanyalah sebatas melanjutkan pekerjaan dari Gus Dur.
Misi yang di bawa Gus Dur ketika datang ke Israel adalah misi perdamaian dan kemanusiaan. Penulis melihat sikap Gus Dur yang kritis terhadap konflik kedua bangsa tersebut, menolak ketidakadilan yang dilakukan Israel misalnya, namun juga mendorong adanya dialog sebagai upaya berdamai. Gus Yahya juga menyatakan bahwa visi yang dibawa Gus Dur adalah keberlangsungan umat manusia dalam jangka waktu yang sangat panjang. Perjuangan tersebut baginya tidak dicapai secara instan.
Gus Dur dalam tulisannya “Yang Penting Mereka Berdialog” mengungkapkan, tanpa berupaya mencari mana yang benar dan mana yang salah di antara kedua pandangan itu, Gus Dur mencoba menyertai para pemimpin yang “menyalahkan” Israel itu, dan atau sikap Israel yang tidak mau mengakui hal itu. Gus Dur menawarkan ke pemimpin Israel dan para pemimpin lainnya supaya untuk berunding. Ia juga berpendapat, bahwa sebaiknya mencari jalan-jalan baru untuk mencari penyelesaian damai dan lebih bersungguh-sungguh dalam berunding dengan para pemimpin Palestina, untuk mencari penyelesaian permanen melalui negosiasi.
Mengakhiri konflik kedua bangsa tersebut bagi Gus Dur jangan sampai menggunakan jalur kekerasan. Baginya, yang terpenting adalah bagaimana menciptakan mekanisme perdamaian di kawasan yang selalu penuh dengan pertentangan itu. Sikap dan cara pandang seperti itu yang banyak dilupakan oleh banyak orang. Sikap yang cenderung mencari kesalahan salah satu pihak kemudian tidak mengupayakan untuk terjadinya perdamaian antara kedua bangsa tersebut.
Sikap netral atau sebagai penengah namun tetap mengkritisi tindakan ketidakadilan yang dilakukan salah satu bangsa dilakukan oleh Gus Dur dan murid-muridnya. Pada agresi militer yang dilancarkan oleh Israel terhadap Palestina khususnya wilayah Gaza pada tahun 2009, Gus Dur dengan tegas menyatakan bahwa tindakan tersebut merupakan tindakan tidak didasari oleh rasa keadilan. Walaupun upayanya untuk juru damai kedua bangsa tersebut, namun sikap Gus Dur tetap kritis terhadap tindakan yang tidak sesuai dengan nilai keadilan dan kemanusiaan.
Mendorong Perdamaian
Apa yang dilakukan oleh Gus Dur kemudian para murid-muridnya adalah upaya untuk mendorong perdamaian antara dua bangsa tersebut. Sikap mendorong perdamaian juga pernah dilakukan oleh Gus Dur ketika mendampingi orang-orang Yahudi. Gus Dur pernah mendampingi orang-orang Yahudi yang mencoba “menegakkan” perdamaian antara orang Yahudi dengan bangsa-bangsa lain. Sikap netral dan kritis Gus Dur memberikan pandangan baru ketika melihat konflik kedua bangsa tersebut, yaitu mempunyai tujuan perdamaian.
Cara pandang yang selama ini muncul dalam menyikapi konflik Israel dan Palestina cenderung hanya mengutuk terhadap negara yang telah melakukan ketidakadilan, namun tidak menyuarakan perdamaian di antara keduanya. Membela Palestina pasti kita laksanakan, sebagai saudara seiman atau saudara sesama manusia, namun menyuarakan perdamaian juga sangat penting untuk dilaksanakan. Itulah ajaran Islam. Ajaran yang selama ini didakwahkan kanjeng Nabi Muhammad Saw. Wallahhu a’lam.
Nur Solikhin, penulis adalah pegiat di Islami Institute Jogja.