TGB Zainul Majdi menyatakan bahwa tidak sesungguhnya tidak ada kriminalisasi ulama di masa pemerintahan Joko Widodo. Semua isu tentang kriminalisasi ulama hanyalah “akal-akalan” orang yang tidak suka dengan Jokowi. Hal ini disampaikan dalam acara Silaturrahim Nahdlatul Wathan pada tanggal 13 Januari 2019.
Pernyataan ketua Ikatan Alumni Al-Azhar Indonesia ini juga diunggah di akun Facebooknya yang telah terverifikasi.
TGB menyatakan, jika isu kriminalisasi ulama mencuat karena kasus Habib Rizieq Shihab, maka hal itu sangat salah.
“Bahwa di masa bapak Jokowi ini banyak kriminalisasi (kepada ulama), contohnya kepada Habib Rizieq. Memang benar Habib Rizieq pernah ditersangkakan, tapi sudah di-SP3-kan. SP3 itu artinya tidak masuk pengadilan, apalagi masuk penjara,” tuturnya.
Namun, Ketua Umum Nahdlatul Wathan ini juga membandingkan kasus Habib Rizieq dengan masa sebelum Jokowi menjabat sebagai presiden. Ia menyebutkan bahwa di masa sebelum Jokowi, Habieb Rizieq tidak hanya jadi tersangka, tapi juga jadi terpidana.
“Di masa sebelum pak Jokowi, Habib Rizieq tidak hanya ditersangkakan, bahkan beliau diterdakwakan, diadili, dipenjara, dan menghabiskan waktu hukuman di penjara sampai beliau bebas. Kenapa pada waktu itu tidak ada yang mengatakan kriminalisasi ulama, apakah masih tidur seperti ashabul kahfi dan baru sekarang bangun?” Sebut TGB diikuti riuh suara peserta yang hadir.
TGB juga menyebutkan bahwa di masa sekarang, isu-isu kriminalisasi ulama seperti ini ‘dihembuskan’ oleh orang-orang yang tidak suka dengan Jokowi.
“Artinya apa bapak-bapak, suara-suara yang menggunakan nama beliau sebagai alasan terjadi kriminalisasi ulama. suara-suara itu semata-mata adalah suara mereka yang tidak suka kepada presiden,” tandasnya.
Jika yang menjadi ukuran kriminalisasi ulama adalah kasus Habieb Rizieq, justeru kasus Habib Rizieq di masa sebelum Jokowi jauh lebih berat, namun menurut TGB, pada waktu itu orang-orang yang sekarang teriak-teriak kriminalisasi ulama tidak ada yang membelanya.
Alasannya, sebagaimana disebut TGB, karena pada saat itu tidak ada Jokowi dan tidak ada kepentingan politik dari lawan Jokowi.
“Tapi dulu tidak ada pak Jokowi masalahnya, dan tidak ada kepentingan politik,” tegasnya.