Ada kecenderungan dewasa ini bahwa generasi milleneal yang aktif menggunakan media sosial berupaya untuk tampil seislami mungkin, khususnya para akhwat-akhwat di perguruan tinggi.
Banyak akun-akun medsos terutama instagram yang melegitimasi perubahan identitas keagamaan tersebut. Kira-kira gejala apakah ini?
Saya beranggapan bahwa pengaruh beragama (Islam) di medsos sangat menarik untuk dilihat. Banyak akun-akun nikah muda, hijab syar’i, no pacaran, suami idaman, istri idaman, taaruf islami, hingga cara meng-khitbah wanita, yang secara tidak langsung telah menggeser pola pikir kaum millineal dewasa ini, dari substantif menjadi tidak substantif.
Kerap kita lihat beberapa wanita yang pada awalnya biasa-biasa saja beragama, ketika sudah aktif dengan smartphone mereka, kemudian mengunggah foto-foto yang terlihat islami—jilbab panjang dan cadar—di akun instagram. Nampaknya sikap ini memeprlihatkan kalau mereka sedang menginginkan pengakuan atas identitas keislamannya.
Lalau, apakah demikian cara berislam?
Melihat dari sejarah datangnya Islam di Arab, di mana budaya masyarakatnya yang keras dan jumud, Islam kemudian mengikuti budaya tersebut selama tidak melanggar prinsip-prinsip yurisprudensi Islam sendiri. Di antara budaya yang diambil oleh Islam dan sampai saat ini digunakan adalah jilbab, cadar, kubah masjid, dan menara masjid.
Yang lucu di medsos adalah ketika atribut jilbab dan cadar banyak dianggap sebagai tolak ukur kesholehan seorang perempuan.
Indonesia dengan budaya yang jauh berbeda dengan Arab tentu tidak mempermasalahkan ini semua karena memang hanya sebuah budaya, namun tentunya akan menjadi bermasalah jika budaya berpakaian ini digunakan sebagai alat ukur keislaman.
Dakwah Islam di medsos memang sangat banyak diikuti oleh generasi muda saat ini. Bahkan ceramah-ceramah konvensional di mushollah dan masjid tidak cukup banyak berpengaruh ketimbang video-video pendek yang diputar di instagram, facebook, dan lain-lain. Sebenarnya, apa masalahnya?
Jika kita runut lebih dalam, hampir 87% akun-akun islami di medsos masih didominasi kelompok-kelompok Islam kaku. Mereka memanfaatkan legitimasi ayat-ayat Al-Quran untuk menarik simpati kaum muda saat ini.
Salah satu contohnya adalah kapitalisme hijab. Tujuan untuk mengenalkan hijab syar’i mungkin awalnya atas dasar syariat Islam. Namun lama-kelamaan melebar menjadi sebuah bisnis fashion hijab yang ramai diminati kaum hawa.
Tentu perilaku ini cukup membuat kepala ‘bergeleng-geleng’ sambil bergumam, apakah Islam sebegitu rendahnya sampai-sampai digunakan untuk bisnis dan jualan?
Generasi yang melek internet sudah sepatutnya mampu menyaring mana informasi yang memuat substansi beragama dan mana informasi bisnis kapitalis yang hanya memanfaatkan agama. Dengan percaya diri mereka juga harus mampu bertanya pada masing-masing diri sendiri, apakah Islamku ini Islam medsos?
*Penulis adalah aktivis Islam moderat di Bali.