Korupsi seolah tak pernah sepi dalam kehidupan bernegara di negeri ini. Seluruh sektor pemerintahan baik jajaran eksekutif, legislatif dan yudikatif disarati praktek-praktek suap dan korupsi. Hal ini memprihatinkan.
Dan tak jarang, orang-orang yang melakukan praktek suap dan korupsi sosok yang dianggap cukup taat ibadahnya, bergelar haji dan sejenisnya. Dengan fakta bahwa Islam adalah agama mayoritas di Indonesia, para pelaku korupsi sebagian besar juga pemeluk islam.
Keadaan ini menimbulkan pertanyaan, mengapa ajaran Islam seolah dan menghentikan umatnya untuk tidak korupsi? Apakah karena alarangan terkait suap dan korupsi tidak cukup jelas? Atau memang manusianya yang hanya mengambil ajaran agama yang tidak bertabarakan dengan kepentingannya?
Dalam Al-Qur’an surat Al-Baqoroh ayat 188 Allah Swt berfirman “Dan janganlah sebahagian kamu mengambil harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil…” yang menunjukkan bahwa Islam melarang mengambil harta yang bukan hak kita. Ayat tersebut juga dilanjutkan dengan larangan untuk memengaruhi hakim lewat suap, “…dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, agar supaya kamu dapat mengambil sebahagian harta benda orang lain itu.”
Larangan tentang memengaruhi hakim atau pejabat publik lewat suap juga ditegaskan dalam hadist yang menyatakan bahwa “Allah melaknati baik pemberi suap maupun penerima suap.”
عن أبى هريرة رضى الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : لعنت الله على الرشى والمرتشى فى الحكم . رواه . أحمد وأبو داود والترمذى .
Dalam sebuah hadist lain Nabi juga berkata bahwa “Baik penyuap dan penerima suap akan masuk neraka.”
Ayat Qur’an dan hadist di atas sangat jelas menunjukkan larangan korupsi maupun suap. Di sebuah hadist yang lain juga ditegaskan bahwa “Allah menolak sedekah dari harta yang haram”.
Dengan adanya ayat dan hadist tersebut, kiranya umat Islam khususnya yang jadi pejabat dan pengusaha menjauhkan diri dari praktek suap dan korupsi. Karena sebaik-baik rezeki adalah yang diridhoi Allah.