Islam Madzhab Cinta

Islam Madzhab Cinta

Di tengah kegelapan manusia untuk mencapai kebahagiaan, Islam sejatinya memiliki tuntunan kongkret untuk menghantar manusia, dari kegelapan menuju cahaya

Islam Madzhab Cinta

Kenikmatan tertinggi yang diinginkan oleh manusia di muka bumi ini adalah kebahagiaan. Akan tetapi, di tengah kehidupan sosial manusia yang dikelilingi oleh kepentingan duniawi, seringkali cara untuk mencapai kebahagiaan ini justru menjadikan manusia tidak bahagia. Orientasi terhadap kekayaan dan benda-benda menyebabkan manusia tergelincir dari jalan kebahagiaan.

Di tengah kegelapan manusia untuk mencapai kebahagiaan, Islam sejatinya memiliki tuntunan kongkret untuk menghantar manusia, dari kegelapan menuju cahaya (min adz-dzulumaati ila an-nur). Buku “Islam: Risalah Cinta dan Kebahagian” anggitan Haidar Bagir ini menghadirkan nilai-nilai agama Islam untuk menuju kebahagiaan sejati. Dari renungan Bagir, 26 esai yang terhampar di buku ini mengulas tentang cinta dan kebahagiaan.

Dalam renungan Bagir, kunci kebahagian manusia adalah sikap untuk menerima segala yang digariskan Allah, sekaligus sekuat tenaga bekerja keras untuk mewujudkan impian. Di tengah kontestasi kepentingan manusia, sikap positif menjadi sangat penting. “Orang yang memiliki sikap positif dalam memandang hidup, pasti akan dapat menemukan makna dalam segala hal. Dan orang yang seperti ini, punya peluang lebih besar untuk bahagia. Sementara, yang cenderung bersikap negatif dan sinis, sesungguhnya dia sedang menjerumuskan dirinya ke dalam kesengsaraan yang diciptakannya sendiri (hal. 22). Sikap positif, akan menjadikan energi dan semangat orang tidak pernah padam oleh cobaan dan hambatan dalam hidupnya. Justru, setiap ada masalah yang merintangi, dapat diambil hikmah dan pelajaran berharga di baliknya.

Madzhab Bahagia

Lalu, bagaimana meraih kebahagiaan? Haidar Bagir menyebutkan, bahwa ada tiga macam cara untuk mungkin dilakukan manusia untuk mendapatkan kebahagiaan. Pertama, bekerja keras untuk mengupayakan dan memenuhi apa saja yang kita dambakan dalam hidup ini. Namun, cara ini memiliki kelemahan, yakni mengandung kemungkinan untuk tak pernah selesai mengejar hasrat dan egoisme yang memunculkan hasrat-hasrat baru. Kedua, mengurangi atau menekan kebutuhan. Meski, cara ini akhirnya hanya akan memendam hasrat bahkan mengubur impian, pada dasarnya tidak akan pernah bisa meredam keinginan-keinginan manusiawi. Ketiga, memiliki sikap batin yang demikian rupa hingga apapun yang terjadi atau datang pada diri kita selalu kita syukuri.

Nah, dari ketiga cara tersebut, yang paling memungkinkan dilakukan oleh manusia untuk menempuh kebahagiaan adalah cara yang terakhir. Cara pertama dan kedua, hanya akan mengalihkan keinginan manusia: sebab hasrat tidak pernah dapat diredam atau dikuburkan. Sementara, cara yang ketiga akan memberi ruang bagi kerja keras dan kerja cerdas, sekaligus memiliki skema hati serta perasaan untuk menerima apa adanya. Cara yang ketiga, dengan demikian, mengelola sikap sabar dan bersyukur sebagai inti dari kebahagiaan manusia (hal. 13-4).

Bekerja keras dan menyiapkan kondisi hati agar senantiasa bersyukur serta bersabar menjadi kunci untuk memperoleh kebahagiaan. Islam tidak menganggap pekerjaan dunia sebagai sesuatu yang rendah. Justru, kerja dan karya menjadi bagian penting dari proses beribadah sebagai makhluk Tuhan. Sebab, dunia merupakan satu-satunya jalan menuju akhirat. Dengan demikian, kerja memang arus menjadi sumber makna hidup. Lebih dari itu, pekerjaan bermakna akan juga melahirkan kecintaan serta semangat (passion) kepada apa saja yang kita kerjakan. Ini saja sudah merupakan sumber kebahagiaan kita (hal. 174). Islam mengajarkan agar pekerjaan yang dilakukan, semata-mata ditujukan dengan niat ibadah.

Muhammad Nabi Cinta

Sebagai agama terakhir dalam tradisi samawi, Islam mengajarkan nilai-nilai cinta dan kebahagiaan. Nilai-nilai cinta yang termaktub dalam risalah Islam, terdokumentasi dalam pikiran, keyakinan dan sikap Nabi Muhammad. Jika Islam adalah agama yang mengajarkan cinta, maka Muhammad adalah nabi Cinta. Dialah pintu gerbang untuk dapat kembali kepada Allah. Mencitainya adalah mencitai Allah, mencintai Allah adalah mencintainya (hal. 72). Bershalawat kepada Muhammad, adalah manifestasi dari rasa cinta kepada Allah, Sang Pencipta Alam dan Cinta.

Untuk mencintai Muhammad, cara yang paling penting adalah bersikap dengan apa yang dipraktikkan Rasul. Dalam renungan Ibn ‘Arabi, puncak kemuliaan manusia sesuai dengan hadist takhallaqu bi akhlaq Allah—adalah berakhlak dengan akhlak Allah. Dan Muhammad Saw, merupakan manifestasi puncak dari Allah. Suatu kali, ketika ditanya tentang akhlak Rasulullah, Siti A’isyah menyatakan: “Akhlaq Rasulullah adalah al-Qur’an (hal. 68). Mencintai Muhammad berarti berusaha untuk berakhlak sesuai yang diajarkan al-Qur’an. Dengan meletakkan prinsip cinta terhadap nilai-nilai Islam dan ajaran Muhammad, maka kebahagian, sejatinya akan menjadi bagian dari kehidupan sang pencinta [].

________________________________________________________

Judul Buku     : Islam: Risalah Cinta dan Kebahagian

Penulis            : Haidar Bagir

Penerbit         : Penerbit Mizan, Bandung

Cetakan          : 2013

Tebal              : xvii + 213 hal.