Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung (Al-Isra’ :37)
Dua tahun lalu, tepatnya pada 17-18 Agustus 2015, para cendekiawan Islam dari berbagai negara berkumpul di Istanbul, Turki, dalam the International Islamic Climate Change Symposium dan berhasil menelurkan Deklarasi Islam tentang Perubahan Iklim. Ada sejumlah poin di dalam deklarasi ini. Pada intinya adalah seruan mengenai pentingnya merespons perubahan iklim dengan basis nilai dan ajaran agama islam.
Para cendekiawan Islam tersebut menegaskan bahwa perubahan iklim yang terjadi saat ini adalah akibat ulah manusia, karena itu mereka menyerukan kepada milyaran kaum muslim di sekujur bumi untuk memainkan peran mereka dalam mengurangi emisi rumah kaca dan berkomitmen pada pemanfaatan sumber-sumber energi yang bisa diperbarui.
Para ilmuwan tersebut menegaskan bahwa, spesies manusia, yang mengemban amanah khalifah di muka bumi, telah menjadi penyebab kerusakan dan kebinasaan makhuk hidup lain di planet ini. Tingkat perubahan iklim yang terjadi saat ini sudah mencapai titik yang tidak bisa dibiarkan berlanjut lagi jika tidak ingin keseimbangan (mizan) alam akan segera lenyap. Kita sebagai manusia telah menghancurkan keseimbangan alam yang telah diciptakan Allah SWT. Ancaman perubahan iklim yang nyata ini adalah dampak dari tindakan manusia yang mengacaukan keseimbangan tersebut. Salah satu sebab utamanya adalah bahan bakar berbasis fosil–yang adalah penyumbang kekayaan besar bagi sebagian negeri muslim di dunia ini.
Seruan dua tahun lalu tersebut memberi penegasan kembali bahwa peran manusia sebagai khalifatullah fil ardl adalah untuk mejaga dan merawat bumi. Amanah dari Allah ini harus dilaksanakan umat manusia dengan menjaga dan merawat bumi seisinya agar tetap lestaris, bukan mengeruknya demi kemajuan dan keserakahan.
Sebagai bagian dari warga bumi, umat islam turut bertanggungjawab terhadap keberlangsungan dan keberlanjutan bumi ini. Sebagaimana kita tahu, negara-negara berpenduduk muslim tercatat sebagai penyumbang emisi besar. Negara-negara berpenduduk mayoritas muslim juga mempunyai polusi udara paling buruk di dunia.
Sebagian besar adalah penghasil minyak bumi dan hutan sangat luas yang terus mengalami deforestasi. Karena itulah deklarasi tersebut juga mendesak negara-negara muslim yang menjadi penghasil minyak bumi, untuk menjadi yang terdepan dalam pengurangan emisi, selain seruan kepada sektor bisnis untuk lebih mengedepankan model bisnis yang lebih berkelanjutan. Komitmen negara-negara penghasil minyak seperti negara-negara di kawasan Teluk tengah diuji apakah mereka akan membuat langkah-langkah penting untuk melakukan divestasi pada industri bahan bakar fosil tersebut.
Di tingkat yang berbeda, gaya hidup umat islam juga perlu berubah. Kerusakan (fasad) yang telah dilahirkan manusia di muka bumi ini adalah akibat dari ketamakan dan hasrat umat manusia untuk mengejar pertumbuhan dan konsumsi.
Akibatnya adalah apa yang digambarkan dalam Al-Qur’an ar-Rum ayat 41: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”
Para pembuat deklarasi menyadari bahwa manusia adalah bagian dari makhluk yang sama-sama menghuni bumi, tidak punya hak untuk menindas makhluk lain, dan harus memperlakukan semua ciptaan Allah dengan baik sebagain bagian dari takwa kepada Allah.
Seberapa jauh deklarasi dan seruan semacam ini punya dampak pada perubahan pola pikir dan perilaku umat islam, hanya waktu yang bisa menjawabnya. Namun tidak sedikit yang percaya bahwa seruan moral yang bepijak pada ajaran agama ini akan berdampak pada perubahan perilaku masyarakat.
Seyyed Hossein Nasr, seorang ulama terkemuka, misalnya, percaya bahwa ajaran agama punya kekuatan besar dalam masyarakat muslim. Kaum muslimin akan lebih tergerak untuk tidak merusak lingkunan karena seruan atau dorongan dari kiai atau ulama lokal yang berpengaruh.
Paling tidak, deklarasi semacam itu telah memberi dan menegaskan pijakan teologis bagi para pengambil kebijakan dan masyarakat muslim pada umumya untuk lebih merasakan kegentingan sehingga segera melakukan tindakan-tindakan yang dimungkinkan.