Islam Bukan Agama Kekerasan

Islam Bukan Agama Kekerasan

Islam Bukan Agama Kekerasan

Dengan menjamurnya gerakan teror mengatasnamakan Islam, nama baik Islam sedikit tercoreng. Parahnya lagi, para teroris itu menggunakan kitab suci al-Qur’an dan hadis Nabi sebagai inspirasi dan landasan ideologi mereka. Kandungan kitab suci yang penuh kearifan dan kebajikan dibajak dan disalahpahami untuk kepentingan ideologi semata.

Memang dalam al-Qur’an dan hadis terdapat beberapa nash yang berkaitan dengan perang dan pembunuhan. Bahkan dalam sebagian hadis secara literal disebutkan keharusan membunuh orang kafir sampai mereka masuk Islam. Hadis-hadis yang bernuansa keras ini perlu dipahami secara utuh dan dianalisa konteksnya agar tidak terjadi kesalahpahaman.

Di antara hadis yang dijadikan dalil pengusung kekerasan adalah hadis riwayat Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW berkata:

أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَقُولُوا: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، فَإِذَا قَالُوهَا مَنَعُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ، وَأَمْوَالَهُمْ إِلَّا بِحَقِّهَا، وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ

 

Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka mengatakan, bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan barangsiapa yang telah mengatakan bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, maka telah terhalangi dariku darah dan harta mereka. Kecuali haknya dan perhitungannya diserahkan kepada Allah Azza wa Jalla”. (HR: Bukhari-Muslim)

Dilihat sekilas, hadis ini menganjurkan umat Islam, khususnya Nabi Muhammad, untuk memerangi non-muslim. Setiap orang kafir mesti diperangi sampai mereka melafalkan dua kalimat syahadat. Merujuk pada hadis di atas, kelompok radikal memerangi non-muslim yang tidak memerangi umat Islam. Selain disalahpahami kaum radikal, hadis di atas juga digunakan oleh kelompok islamophobia untuk menunjukan bahwa Islam agama kekerasan.

Hadis “umirtu an uqatilannas” perlu dipahami berdasarkan ilmu bahasa Arab dan dikorelasikan maknanya dengan al-Qur’an serta hadis yang lain. Mengapa perlu dikorelasikan dengan ayat dan hadis lain? Karena sebagian ayat al-Qur’an dan hadis Nabi tidak berdiri sendiri dan saling berkaitan. Sehingga kalau dipahami hanya dari satu ayat dan hadis saja, dikhawatirkan pemahamannya tidak utuh dan bertentangan dengan dalil lain.

Kalau hadis di atas dipahami dengan pendekatan kebahasaan dan tematik, maka pemahamannya lebih moderat dan tidak radikal. Dari aspek kebahasaan misalnya, redaksi hadis di atas menggunakan kata “uqatilu”, bukan “aqtulu”. Dalam bahasa Arab, kata “uqatilu” berati “musyarakah”: ada dua pihak yang saling berperang. Artinya, hadis ini berkaitan dengan konteks perperangan. Dalam situasi perang, orang yang memerangi umat Islam mesti dibunuh dalam rangka membela agama, nyawa, dan harga diri.

Dari sisi lain, dalam banyak ayat dilarang memaksakan keyakinan kepada orang lain. Islam mesti disebarkan dengan arif dan bijak, bukan dengan perang dan kekerasan. Allah SWT berfirman, “Tidak ada paksaaan dalam beragama” (QS: al-Baqarah 256). Dalam ayat lain dikatakan, orang yang membunuh seorang manusia, seperti telah membunuh keseluruhan manusia (QS: al-Maidah 32). Selain dua ayat ini, masih banyak yang lain yang melarang pembunuhan dan mendorong perdamaian dan kesatuan.

Berdasarkan makna kebahasaan dan dikomprasikan ayat lain, dapat dipahami bahwa hadis di atas berkaitan dengan situasi perang dan tidak bermakna umum. Artinya, hadis di atas tidak bisa diamalkan dalam situasi damai dan rukun. Kalau digunakan dalam situasi damai, maka bertentangan dengan ayat dan hadis lain yang mengajurkan perdamaian, larangan membunuh, dan memaksakan suatu keyakinan.