Inspirasi Damai Nusantara Untuk Dunia

Inspirasi Damai Nusantara Untuk Dunia

Inspirasi Damai Nusantara Untuk Dunia

Tiga hari yang lalu, Selasa 8 Oktober 2019, Kementerian Agama RI meluncurkan buku berjudul Moderasi Beragama. Dalam sambutannya, Menteri Agama RI Lukman Hakim Saifuddin menyatakan bahwa penerbitan buku ini merupakan upaya untuk menguatkan sikap moderasi beragama. Yakni proses memahami dan mengamalkan ajaran agama secara adil dan berimbang. Tujuannya agar terhindar dari perilaku ekstrem atau berlebih-lebihan saat mengamalkan perintah agama. Acara yang diadakan di kantor Kemenag RI yang dihadiri oleh tokoh lintas agama itu diniatkan untuk semakin meneguhkan semangat kerukunan antar umat beragama di Indonesia.

Masing-masing penganut agama di Indonesia diharapkan dapat bersikap toleran, tenggang rasa, dan mengedepankan persatuan Indonesia. Dalam rentang sejarah, Indonesia dikenal sebagai negara yang santun, terbuka, dan mengedepankan perdamaian. Hal ini tercermin dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika.  Sejarah panjang ini selain menjadi modal juga menjadi tantangan bagi segenap generasi penerus bangsa.

Jika keragaman tersebut mampu dirawat dan dijadikan sebagai titik tolak untuk  saling belajar dan bekerja sama, niscaya Indonesia akan menjadi bangsa yang maju dan berperadaban tinggi. Sebaliknya,  jika keragaman tidak mampu dikelola dengan baik, maka keragaman Indonesia akan berpotensi menjadi benih konflik dan perpecahan. Dari titik ini, dapat dipahami bahwa cara pandang dan sikap beagama yang moderat sangat diperlukan. Masing-masing penganut agama harus mampu hidup damai dan menerima keberadaan penganut agama lain.

Peran NU dan Muhammadiyah

Awal tahun ini tepatnya tanggal 25 Januari 2019, kita mendapatkan kabar yang menggembirakan. Dua organisasi Islam terbesar di Indonesia, yakni Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah diusulkan sebagai kandidat penerima nobel perdamaian. Usulan tersebut tercetus dalam seminar internasioanal “Islam Indonesia di Pentas Global: Inspirasi Damai Nusantara untuk Dunia” yang diadakan oleh Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. NU dan Muhammadiyah tidak dapat dimungkiri kiprahnya dalam menyebarkan pesan damai dan moderasi. Islam Indonesia yang terkenal karakternya yang demokratis, damai, dan berkeadaban merupakan hasil dari peranan dua organisasi Islam tersebut. Tentunya, hal ini tanpa mengenyampingkan peran organisasi keagamaan lainnya.

Sebagai organisasi massa Islam di negara Indonesia yang memiliki keragaman suku, agama, budaya, dan bahasa, NU dan Muhammadiyah diharapkan untuk terus menjadi perekat kebinekaan. Di tengah gempuran ideologi transnasional yang tidak jarang terjebak pada kekerasan, radikalisme dan ekstremisme, NU dan Muhammadiyah diharapkan menjadi benteng yang kokoh.

Salah satu titik temu dari kedua organisasi ini adalah ke-istiqamahannya dalam  menyebarkan gagasan Islam yang rahmatan lilalamin. Islam yang menjadi rahmat untuk seluruh alam. Spirit ini menjadi ruh NU dan Muhammadiyah dalam setiap gerakan dakwahnya. Islam rahmatan lilalamin adalah Islam yang menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia. Tidak lain karena Islam sendiri mewajibkan umatnya untuk menghargai manusia dan kemanusiannya.

Dalam Islam diajarkan bahwa asal muasal umat manusia adalah satu, yakni Nabi Adam as. Hal ini menunjukkan bahwa pada hakikatnya kita semua adalah bersaudara. Tidak sedikit ayat al-Qur’an menyeru manusia dengan panggilan yang sama. Dalam salah satu ayat al-Qur’an, Allah ta’ala berfirman:

وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلًا

Artinya:

“Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam, dan Kami angkut mereka di darat dan di laut, dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik, dan Kami lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna.” (Q.S. al-Isra’: 70)

Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah swt telah memberi berbagai kenikmatan bagi anak cucu Adam. Ayat tersebut ditujukan sebagai pengingat bagi seluruh manusia akan hal yang sama, yakni kenikmatan hidup di dunia.  Imam Fakhruddin al-Razi (606 H) dalam kitab Tafsir Mafatih al-Ghaib menjelaskan bahwa ayat tersebut ditujukan pada semua anak cucu adam. Baik yang taat kepada Allah swt ataupun tidak.

Kesemuanya mendapatkan kenikmatan untuk menggunakan ketersediaan fasilitas hidup yang telah disediakan oleh alam semesta. Secara tidak langsung, hal ini menyiratkan bahwa seluruh manusia pada dasarnya adalah bersaudara. Oleh karenanya, sudah semestinya kita saling membantu dan bekerja sama. Tak ubahnya ibarat saudara sendiri. Hal inilah yang harus senantiasa dipahami oleh umat beragama di Indonesia. Terlebih bagi umat Islam yang menjadi mayoritas.

Nilai-nilai moderasi Islam

Gagasan rahmatan lilalamin merupakan esensi ajaran Islam yang dibawa oleh Rasulullah saw. Islam sebagai rahmat seluruh alam, bukan hanya keselamatan bagi manusia tetapi juga untuk alam lainnya. Gagasan ini harus terwujud dalam hubungan kita dengan Allah swt (hablun minallah) dan hubungan dengan manusia (hablun minannas). Islam yang menyelamatkan adalah Islam yang memberikan keselamatan bagi semuanya.

Kedua hubungan tersebut sama penting dan harus berjalan seimbang. Hidup bermasyarakat adalah hal yang tak bisa dihindarkan sebagaimana sudah kita ketahui bahwa seorang muslim tidak mungkin hidup sendiri dan menjauh dari jamaah. Bahkan dalam shalat wajib pun, Allah menyuruh kita untuk melaksanakannya secara berjamaah, bukan sendiri-sendiri. Hubungan dengan sesama manusia haruslah dilandasi dengan gagasan-gagasan keadilan dan saling menghargai.

Bagi umat Islam, cara meyikapi perbedaan agama telah tegas ditunjukkan dalam al-Qur’an. Selain tidak boleh menghina sesembahan agama lain, juga dinyatakan bahwa masalah perbedaan agama tidak perlu dijadikan sebagai benih konflik. Baik umat Islam maupun penganut agama lain harus berupaya memahami dan mengamalkan ajarannya masing-masing, terlebih dalam bingkai merawat kemajemukan dan kemajuan Indonesia. Hal ini tidaklah berlebihan, mengingat setiap agama pasti mengajarkan nilai dan budi luhur. Oleh karenanya, hidup damai sudah semestinya menjadi komitmen bersama. Dalam konteks ajaran Islam, toleransi antar agama juga telah ditegaskan dalam al-Qur’an:

لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ

Artinya:

“Untukmu agamamu,  untukku agamaku.” (Q.S. al-Kafirun: 6)

Dari pijakan ini, umat Islam harus berupaya mewujudkan ajaran-ajaran mulianya guna berlomba dalam kebaikan, menciptakan keadaban publik, serta mewujudkan kemaslahatan umat manusia. Hal ini bisa dimungkinkan jika sikap toleran dan moderat menjadi prinsip dasar dalam kehidupan bermasyarakat. Tidak aneh bila terdapat hadis shahih yang diriwatkan oleh Imam al-Bukhari (194-256 H) dalam kitab al-Adab al-Mufrad dan kitab Shahih al-Bukhari, Rasulullah SAW menyatakan bahwa agama yang paling dicintai oleh Allah ta’ala adalah agama yang lurus dan moderat.

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قِيلَ لِرَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم: أَىُّ الأَدْيَانِ أَحَبُّ إِلَى اللهِ؟ قَالَ: الْحَنِيفِيَّةُ السَّمْحَةُ

Artinya:

Diriwayatkan dari Shahabat Ibnu ‘Abbas ra, suatu ketika ditanyakan kepada Rasulullah saw: “Agama apa yang paling dicintai oleh Allah?” Maka Rasulullah saw menjawabnya: “Agama yang lurus dan moderat.” (H.R. al-Bukhari)

Hadis ini mengabarkan kepada kita bahwa Nabi Muhammad saw secara eksplisit menjelaskan posisi toleransi dan moderasi dalam Islam. Moderasi dan toleransi merupakan esensi Islam. Allah menciptakan manusia untuk dicintai dan saling mencintai. Kita mencintai makhluk berarti kita menghargai dan mencintai ciptaan Allah.

Dari penjelasan ini, kita bisa mengambil intisari bahwa toleransi dan moderasi telah dan harus menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam lingkup intra-agama dan antar-agama. Meskipun memiliki perbedaan konsep teologis, bukan berarti lantas membuat kita saling curiga dan bermusuhan. Sebaliknya, komitmen untuk berlomba-lomba berbuat baik untuk sesama haruslah menjadi konsensus bersama. Salah satunya ialah dengan memahami arti penting moderasi beragama dan saling menghormati.

Dengan prinsip ini, kita berharap keragaman Indonesia akan menjadi modal bagi peradaban bangsa. Perbedaan suku, agama, dan ras tidak menjadi halangan untuk saling bekerja sama. Hal ini dapat dirajut jika sikap moderasi beragama menjadi panduan bersama. Dalam sejarahnya, peran organisasi keagamaan NU dan Muhammadiyah telah menjadi pelopor dalam hal ini. Hanya saja, capaian ini perlu terus dikokohkan. Salah satunya ialah dengan cara masing-masing penganut agama tidak ekstrem memahami dan mengamalkan ajaran agamanya. Tetapi dapat bersikap adil dan berimbang. Dengan langkah ini, semoga Indonesia menjadi inspirasi damai untuk dunia. Semoga.

*Tulisan ini juga dimuat dalam: Buletin Muslim Muda Indonesia, Edisi 64/Jum’at, 11 Oktober 2019