Pada abad ke-11, di kota Toledo yang megah, lahir seorang tokoh yang akan menjadi salah satu agronomis paling berpengaruh di Andalusia, Abu Abdillah Muhammad ibn Ibrahim Ibnu Bashshal al-Thulaithuli. Thulaithilah adalah bahasa Arab dari Toledo. Nama Ibnu Bashshal, sering terdistorsi menjadi Ibn Fashshal, Ibn Fadldlal, atau Ibn Baththal, merupakan salah satu pionir dalam bidang agronomi yang telah memberikan sumbangan besar bagi ilmu pertanian.
Dengan keahlian yang mendalam dalam teori dan praktik pertanian, Ibnu Bashshal tidak hanya mencatatkan dirinya dalam sejarah, tetapi juga meninggalkan warisan pengetahuan yang berharga yang masih dipelajari hingga saat ini. Karyanya yang berjudul Diwan al-Filahah menjadi bukti nyata dari kedalaman pengetahuannya.
Ibnu Bashshal menghabiskan sebagian besar hidupnya di kota kelahirannya ini sebelum akhirnya pindah ke Sevilla setelah penaklukan Toledo oleh Alfonso VI pada tahun 1085. Selama di Toledo, ia mencurahkan perhatiannya pada kebun botani Al-Ma’mun (Amir Kordoba), di mana ia kemungkinan besar menjabat sebagai direktur setelah menggantikan Ibnu Wafid. Kebun ini tidak hanya menjadi tempat bagi Ibnu Bashshal untuk mengamati dan meneliti berbagai jenis tanaman, tetapi juga menjadi laboratorium hidup di mana berbagai eksperimen botani dilakukan.
Sebagai seorang pelancong yang rajin, Ibnu Bashshal melakukan perjalanan ziarah ke Hijaz, mengunjungi berbagai tempat seperti Sisilia, Mesir, Suriah, serta daerah-daerah lain seperti Abyssinia, Yaman, Irak, Persia, dan India utara. Dari perjalanannya ini, ia tidak hanya membawa kembali ide-ide baru, terutama dalam budidaya kapas, tetapi kemungkinan juga membawa benih dan tanaman baru untuk kebun botani di Toledo. Pengalaman ini memperkaya wawasan dan pengetahuannya tentang tanaman dan metode pertanian, yang kemudian dituangkan dalam karyanya yang komprehensif.
Diwan al-Filahah merupakan risalah agronomi besar yang didedikasikan untuk Al-Ma’mun. Awalnya, karya ini terdiri dari beberapa volume yang sangat rinci, tetapi kemudian diringkas oleh Ibnu Bashshal sendiri menjadi satu volume yang diberi judul Kitab al-Qashd wa al-Bayan (Kitab tentang Tujuan dan Penjelasan). Karya ini diterjemahkan ke dalam bahasa Kastilia pada abad ke-13, yang menunjukkan pentingnya risalah ini dalam dunia pertanian. Meskipun naskah asli dalam bahasa Arab tidak sepenuhnya ada, adaptasi dan terjemahan yang dilakukan menunjukkan pengaruhnya yang luas.
Selain membahas berbagai jenis tanaman yang bisa dibudidayakan, Ibnu Bashshal juga memberikan panduan tentang jenis tanah yang paling cocok untuk pertanian. Dalam karyanya, ia membagi tanah menjadi sepuluh kategori kesuburan yang berbeda. Klasifikasi ini membantu para petani memilih tanaman yang paling sesuai dengan kondisi tanah mereka, sehingga meningkatkan hasil panen. Dia juga menyoroti pentingnya penggunaan kompos dan pupuk alami dalam menjaga kesuburan tanah. Salah satu kontribusi pentingnya adalah pengenalan metode kompos yang menggabungkan berbagai bahan organik untuk menghasilkan pupuk yang lebih kaya akan nutrisi.
Uniknya, risalah Ibnu Bashshal tidak mengandung referensi kepada ahli agronomi sebelumnya, yang menunjukkan bahwa karya tersebut sepenuhnya didasarkan pada pengetahuan dan pengalamannya sendiri. Ini menjadikan Diwan al-Filahah sebagai karya yang sangat orisinal dan otentik. Dalam risalahnya, ia menyebutkan lebih dari 180 jenis tanaman yang dibudidayakan, mulai dari kacang arab, kacang-kacangan, beras, kacang polong, hingga tanaman obat seperti saffron, henna, dan berbagai jenis sayuran serta rempah-rempah. Ia juga menjelaskan teknik budidaya dan perawatan tanaman dengan sangat rinci, termasuk penggunaan pupuk dan pengelolaan tanah.
Sebagai seorang ahli agronomi yang berdedikasi, Ibnu Bashshal memfokuskan karyanya pada tanaman dan tidak membahas peternakan. Hal ini menunjukkan concern keahliannya yang mendalam dalam bidang botani dan hortikultura. Ia juga dikenal sebagai seorang pengajar yang disegani, yang banyak muridnya kelak menjadi tokoh penting dalam bidang yang sama. Di Sevilla, ia mendirikan kebun botani baru yang dikenal sebagai Ha’ith as-Sulthan (Kebun Sultan) untuk penyair-raja Al-Mu’tamid (Amir Sevilla). Di sini, ia bereksperimen dengan berbagai tanaman baru, termasuk bunga lili biru, asparagus, dan melati, menunjukkan ketertarikannya yang luas terhadap keanekaragaman hayati.
Selain Diwan al-Filahah, dua karya lain yang terkait dengan Ibnu Bashshal adalah Taqyid min Diwan al-Filahah li Ibn Fadldlal dan Taqyid Ajar min Ghair Kitab Ibn Fadldlal, yang tampaknya merupakan kumpulan ekstrak dari karyanya. Meskipun detail tentang karya-karya ini tidak sepenuhnya jelas, mereka tetap menjadi bagian penting dari warisan agronominya. Uniknya, risalah-risalah ini tidak hanya memuat informasi tentang tanaman tetapi juga memberikan panduan praktis tentang bagaimana mengelola kebun dan pertanian secara efektif.
Sebelum kematian Ibnu Bashshal di awal abad ke-12, ia meninggalkan jejak yang dalam di bidang agronomi Andalusia. Ia menjadi tokoh sentral dalam sekolah ahli agronomi, botani, dan hortikultura yang mencakup tokoh-tokoh terkenal seperti Ibn Hajjaj, Abul Khair, At-Thighnari, dan Ibnu Lunquh. Ibnu Bashshal dikenal sebagai “guru terkemuka, ahli dalam pertanian teoretis dan eksperimental, seorang ahli agronomi yang menguasai bidangnya,” menurut seorang botanis anonim Sevilla. Pengaruhnya terlihat jelas dalam karya-karya para penerusnya, yang banyak mengacu pada metodologi dan pendekatannya yang sistematis.
Kepergian Ibnu Bashshal meninggalkan kekosongan yang besar dalam dunia agronomi Andalusia, tetapi karyanya terus hidup melalui tulisan-tulisannya dan pengaruhnya pada generasi selanjutnya. Diwan al-Filahah dan karya-karya lainnya tetap menjadi referensi penting bagi para ahli agronomi, menunjukkan betapa pentingnya kontribusi Ibnu Bashshal dalam perkembangan ilmu pertanian. Warisannya, sebagai seorang pionir dalam bidangnya, tidak hanya dihormati di masa hidupnya tetapi juga dihargai oleh generasi-generasi selanjutnya.
(AN)