Di dalam al-Qur’an dijelaskan bahwa orang yang akan mendapatkan pahala Surga adalah orang yang beriman dan beramal shaleh, keduanya selalu beriringan dibeberapa Ayat al-Qur’an. Hal ini memberi gambaran kepada kita bahwa keimanan saja tanpa ditopang amal baik berarti belum sempurna, begitupu sebaliknya amal perbuatan yang tak didasari keimanan juga tak diterima.
Dalam Kitab Mausu’ah al-Kisanzan Fima Isthalaha Alaihi Ahlu Tasawuf wa al-Irfan karya Syeh Muhammad bin Abdul Karim al-Kisanzan al-Husaini mengutip pendapat Sahal bin Abdullah at-Tusturi yang menjelaskan bahwa:
من علامة الإيمان : حب الله عز وجل ، ومن علامة حب الله : حب القرآن ، ومن علامة حب القرآن: حب النبي محمد ، ومن علامة حب النبي : اتباعه ، وعلامة اتباعه : الزهد في الدنيا
Artinya: di antara tanda iman adalah cinta kepada Allah SWT. Dan diantara tanda cinta kepada-Nya adalah cinta Al-Qur’an, dan tanda cinta kepada al-Qur’an adalah cinta kepada Nabi Muhammad, dan tanda cinta kepada Nabi adalah mengikuti ajarannya, dan tanda mengikuti ajarannya adalah zuhud(tak terlena, menggunakan secukupnya) dalam urusan dunia.
Dari keterangan diatas dapat diambil hikmahnya, diantaranya:
Pertama, tanda cinta kepada Allah adalah cinta kepada Al-Qur’an. Al-Qur’an merupakan kitab suci yang merupakan petunjuk dari Tuhan, membacanya termasuk ibadah, namun sayangnya Umat islam masih banyak yang belum bisa membaca al-Qur’an, apalagi sampai mendalami isinya yang bagai lautan mutiara. Kewajiban kita adalah mempelajari, mengkaji secara mendalam dan yang terpenting mempraktekkan isinya sesuai kemampuan disertai dengan pemahaman yang benar sesuai dengan disiplin ilmu pendukungnya, mislanya ulum al-Qur’an, Asbab Nuzul, serta menguasai kaidah bahasa Arab karena al-Qur’an menggunakan bahasa Arab maka syaratnya harus mengetahuinya bahasanya.
Kedua, untuk memudahkan mempraktekkan al-Qur’an,kita harus melihat sejarah kehidupan Nabi, karena beliau orang yang diberi wahyu dan menerapkan isinya dalam kehidupan sehingga memudahkan para sahabat dalam mencerna isi al-Qur’an dengan melihat Nabi. Maka dari sini pentingnya memahami Hadits-hadits Nabi sebagai penjelas isi Al-Qur’an.
Ketiga, setelah kita mengetahui tanda cinta kepada Nabi adalah mengikuti sunnahnya, diantaranya anjuran untuk tidak berlebihan dalam urusan dunia. Alasannya adalah dunia merupakan sarana menuju akhirat, jadi tak kekal, hanya bersifat sementara, sungguh merugi orang yang lupa akan tujuan akhirnya.
Akhirat penting, harta juga tak kalah penting, maka dibutuhkan keseimbangan dalam mengelola keduannya, mementingkan akhirat saja dengan meremehkan dunianya, ia akan dihina oleh masyarakat karena kefakirannya bahkan yang dilarang adalah menggantungkan diri kepada orang lain. Sebaliknya orang yang mementingka dunianya, ia akan lupa segalanya, bahkan sampai menghalalkan segala cara demi mendapatkan yang ia inginkan, ia tak bisa membedakan mana teman dan lawan. Yang lebih parah adalah ketika sudah tak bisa membedakan kebaikan dan keburukan, tuntunan dan tontonan.
Maka dari itu orang yang beruntung adalah orang yang selalu mengarahkan dirinya sesuai aturan, dan mengikuti tuntunan Nabi dengan megikuti pewarisnya yaitu para Ulama yang mendalam ilmunya, serta mampu menjalankan ilmunya.