Ini Pelajaran Penting dari Kisah Hidup Abu Lahab

Ini Pelajaran Penting dari Kisah Hidup Abu Lahab

Ini Pelajaran Penting dari Kisah Hidup Abu Lahab

Sebagian besar manusia di dunia sangat mengidam-idamkan kehidupan yang sempurna ataupun kehidupan yang hampir sempurna. Mulai dari ingin memiliki harta yang melimpah, berasal dari keturunan atau nasab keluarga yang mulia dan terpandang, memiliki paras yang rupawan nan indah dipandang mata, memiliki pergaulan yang luas, hingga memiliki jabatan yang terhormat. Hampir semua orang pernah memimpikan kehidupan yang sempurna seperti itu. Pasalnya, kehidupan yang sedemikian sempurna digadang-gadang dapat membawa kebahagiaan bagi seseorang.

Kehidupan yang demikian sempurna ternyata pernah dimiliki oleh salah satu paman dari Rasulullah SAW, yaitu Abu Lahab. Pada masa kerasulan, Rasulullah SAW memiliki empat orang paman. Dua orang pamannya yang bernama Hamzah bin Abdul Muthalib dan al-Abbas bin Abdul Muthalib RA telah beriman kepada Allah dan Rasul-nya. Kemudian paman Rasulullah SAW yang bernama Abu Thalib bin Abdul Muthalib tidak menerima agama Islam namun tetap menolong, menjaga, dan tidak menentang dakwah Rasulullah SAW.

Sedangkan Abu Lahab yang memiliki nama asli Abdul Uzza bin Abdul Muthalib justru menjadi satu-satunya paman Nabi yang menentang dan memusuhi Rasulullah SAW. Abu Lahab dikatakan memiliki kehidupan yang sempurna karena Abu Lahab memiliki nasab yang mulia. Ia merupakan seorang quraisy dan memiliki kedudukan di tengah kaumnya. Bahkan beliau menjadi paman dari manusia terbaik sekaligus Rasul yang paling utama, yaitu Muhammad SAW.

Tak hanya itu, Abu Lahab juga memiliki paras yang tampan nan rupawan. Menurut sejarah Islam, beliau digambarkan sebagai sosok yang sangat putih dan memiliki wajah yang cerah. Selain memiliki paras yang rupawan, Abu Lahab juga memiliki harta yang melimpah dari hasil kesuksesan bisnisnya dan memiliki kedudukan yang terhormat. Bahkan, Abu Lahab juga terkenal sangat pandai bergaul dengan orang lain.

Namun semua kesempurnaan hidup yang dimiliki Abu Lahab tak menjamin hidupnya menjadi berarti. Sebab semua hal tersebut tak ada artinya tanpa rasa keimanan. Sehingga Allah pun menghinakannya dan bahkan mencatatnya sebagai orang yang celaka. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak melihat pada bentuk rupa dan harta kalian. Akan tetapi, Allah hanyalah melihat pada hati dan amalan kalian.” (HR. Muslim)

Paman dari Rasulullah SAW tersebut dikenal dengan nama Abu Lahab karena kekafirannya. Lahab sendiri bermakna api, sebab saat marah rona wajah Abu Lahab berubah menjadi merah seperti api. Oleh karena kekafirannya, Allah kekalkan nama Abu Lahab untuknya dan menyebutnya dengan nama Abu Lahab di dalam Alquran. Meskipun Abu Lahab terkenal cerdas, namun kecerdasannya tersebut tak bermanfaat sama sekali di sisi Allah.

Sebelas dua belas dengan Abu Lahab, sang istri yang bernama Ummu Jamil Aura’ merupakan orang yang ingkar terhadap Allah dan memiliki sifat yang kejam. Pada suatu ketika, Ummu Jamil Aura’ sengaja meletakkan kayu dan tumbuhan berduri di tengah jalan untuk melukai Rasulullah SAW. Oleh sebab itulah nama Ummu Jamil Aura’ diabadikan dalam surat al-Masad dengan julukan sebagai wanita pembawa kayu bakar.

Di akhir hayatnya, Abu Lahab meninggal akibat menderita penyakit bisul-bisul di sekujur tubuh. Bahkan mayatnya pun terlantar selama tiga hari karena tak ada seorang pun yang mau mendekat. Dengan rasa malu, pihak keluarga Abu Lahab menggali lubang kuburan dan mendorong tubuh Abu lahab dengan kayu panjang ke dalam lubang. Setelah itu, mereka mereka melempari makam Abu Lahab dengan batu hingga jasadnya tertimbun dan itulah seburuk-buruknya kematian.

Berdasarkan kisah hidup Abu Lahab, umat Islam dapat memetik hikmah bahwa kesempurnaan hidup seperti kekayaan, jabatan, kecerdasan, ketenaran, paras yang rupawan dan berbagai kenikmatan dunia bukanlah segalanya. Segala kesempurnaan hidup yang dimiliki manusia sesungguhnya tak akan ada artinya jika tak dilandasi oleh keimanan dan ketakwaan terhadap Allah.