Bukti harmonisnya hubungan antar agama di Indonesia memang cukup banyak, tapi kerap tidak tercatata dan disebarkan. Kebanyakan, yang ada hanyalah kasus intoleransi saja. Untuk itulah, berdasarkan laporan sementara The Wahid Institute tentang toleransi beragama yang diunggah pada Oktober lalu, berikut ini merupakan beberapa peristiwa toleransi sepanjang tahun 2015 yang terekam dalam media. Hal ini sebagai bukti bahwa toleransi antar agama di Indonesia bukanlah isapan jempol belaka.
Pertama, Toleransi antar etnis di "Kota Cina Kecil" Lasem. Di kota yang berada di daerah Jawa Tengah ini, toleransi sebenarnya bukanlah barang baru. Islam dan agama-agama lain menyatu di kota ini, khususnya warga Tionghoa yang akan sangat banyak kita temui di sana dan membaur dengan warga lain.
"Tidak ada yang membedakan Cina dan Jawa, contoh saya telah menikah lebih dari 50 tahun dengan istri saya Marpat keturunan Jawa, dan anak-anak kami pun memiliki agama yang berbeda, tetapi tidak pernah ada bentrokan, " jelas Sigit Witjaksono (Njo Tjoen Hian) salah satu warga Lasem yang juga pemilik pabrik batik Sekar Kencana sebagaimana dikutip BBC (2/12).
Kedua. Pawai Ogoh-ogoh di Kediri dan Malang Satukan Umat Beragama. Sebagaimana yang dilaporkan Tempo (3/12), setelah salah jumat, ribuan umat dari berbagai agama turut mengarak ogoh-ogoh sejauh dua kilometer menuju Pura dan berkumpul di kompleks Bundaran Sekartaji di Jalan KDP Slamet Kediri. Ini adalah peringatan umat hindu dan didukung oleh pemerintah setempat.
"Upacara dilakukan sebelum Nyepi," kata ketua panitia, Tinandite Ida Bagus Dirga. Kekuatan jahat, katanya, muncul karena keserakahan dan kesombongan manusia. Upacara dilakukan untuk menjaga keharmonisan alam dengan manusia.
Ketiga, Tradisi Nyadran Jelang Ramadan di Bantul Ini Digelar Lintas Agama. peristiwa ini merupakan tradisi antar warga di Sorowajan, Banungtapan, Bantul, Yogyakarta, yakni nyadran dan diawal deengan kirab. Ambengan, beruapa nasi gurih dan ketak kolek apem, dibawa dari masjid setempat menuju balai dusun dan bergantian didoakan oleh tokoh-tokoh agama, mulai dari islam, hindu, budha dan kristen.
“Ruwahan atau nyadran di dusun ini yang dikenal plural, banyak penduduk dari bermacam agama. Sehingga nyadran ambengan atau kendurinya didoakan dari semua unsur agama," kata Florentinus Suryanto, ketua panitia nyadran Dusun Sorowajan, Banguntapan, sebagaimana dikutip dari Detik (7/6).
Keempat. Rumah Kristen Tolikara Jadi Tempat Tinggal Pengungsi Muslim. Sepanjang tahun 2015, salah satu insiden paling memilukan terkait hubungan antar agama adalah peristiwa Tolikara, Papua. Namu, di balik itu, ada sebuah kisah yang mengingatkan kembali bahwa toleransi di bumi Papua sudah terjadi, bahkan sejak lama. Sebagaimana yang dilaporkan oleh jurnalis CNN Indonesia, Aghnia Azkia, tentang kisah Ali Mukhtar dan Fiktor Kogoya (7/27).
Selepas insiden itu, rumahnya habis terbakar dan praktis tidak punya tempat tinggal, tapi berkat bantuan temannya yang seorang kristen, ia bisa bertahan hidup sembari menunggu rehabilitasi.
"Saya tinggal di rumah Pak Fiktor. Saya sudah keluar-masuk rumah ini seperti rumah sendiri," ujar Ali.
Ia pun menuturkan, bahwa sebenarnya hubungan antar agama juga baik. Sembilan tahun sudah ia menetap di Tolikara dan hubungannya dengan para pendeta, serta kepala suku di distrik lain di Tolikara juga tergolong baik, bahkan seperti halnya keluarga. Ketika insiden kerusuhan itu terjadi, ia dan muslim lain berlindung di sana.
Kelima, Umat Muslim di Malang salat Ied di halaman gereja. Peristiwa ini terjadi ketika jumlah jamaah yang hendak menunaikan salat Idul Fitri di Masjid Agung Jami, Kota Malang, Jawa Timur, mencapai ribuan orang. Untuk itu, sebagian di antara mereka membentangkan sajadah di halaman Gereja Katolik Paroki Hati Kudus Yesus.
Peristiwa biasa terjadi tiap tahun, tapi memang jarang diketahui orang. Halaman gereja yang terletak sekitar 100 meter dari mesjid itu dipenuhi jamaah perempuan. Pengurus Gereja Paroki Hati Kudus Yesus, Yohanes Kristiawan, mengaku menyiapkan halaman gereja untuk ibadah salat Ied sejak pukul 05.00 WIB. Ia, tambahnya, bersama jamaah Kristen turut bersama-sama para muslim membersihkan koran dan alas selepas ibadah.
Jalinan kebersamaan ini berlangsung lama. Ketika bulan puasa, umat muslim bahkan mengajak umat lain berbuka bersama. "Tadi malam umat Kristen, Katolik, Hindu dan Budha ikut takbir keliling," papar Muhammad Anton, walikota Malang, sebagaimana dikutip dari BBC (7/17).
Itulah beberapa peristiwa toleransi yang ada sepanjang 2015. Ada beberapa kisah lagi, misalnya, cagar budaya yang dilakukan warga Cilacap untuk mendorong toleransi, festival 1000 jilbab di masjid Chengho di Surabaya, penolakan dekralasi anti Syiah di beberapa kota (Cirebon, Sukoharjo dan lain-lain), atau partisipasi umat Kristen yang menyukseskan MTQ di Maluku dan masih banyak yang peristiwa lainnya yang tidak tercatat dan menjadi tradisi hubungan antar agama di Indonesia. Jadi, apakah masih ada toleransi di antara kita? (DP/Sindikasi Damai)