Zakat merupakan salah satu pilar dari pilar islam yang lima, Allah telah mewajibkan bagi setiap muslim untuk mengeluarkannya sebagai penyuci harta mereka, yaitu bagi mereka yang telah memiliki harta sampai nishab (batas terendah wajibnya zakat) dan telah lewat atas kepemilikan harta tersebut masa haul (satu tahun bagi harta simpanan dan niaga, atau telah tiba saat memanen hasil pertanian).
Adapun kriteria harta kekayaan yang wajib dizakati adalah sebagai berikut:
Pertama, kepemilikan penuh. Maksudnya harta kekayaan tersebut sepenuhnya milik pribadi dan tidak ada hubungannya dengan kepemilikan orang lain. Adapun harta yang tidak sepenuhnya milik sendiri, di antaranya: harta haram, harta wakaf, dan aset piutang yang masih di tangan orang. Penjelesannya sebagai berikut:
- Harta Haram (uang panas), yaitu harta yang diperoleh dengan cara ilegal, seperti hasil curian, penipuan, korupsi, riba, penyelewengan, perjudian dan cara-cara lain yang tidak halal. Harta jenis ini secara esensial tidak dimiliki oleh si pemiliknya, meski harta tersebut dalam genggamannya. Harta/uang haram ini tidak wajib dizakati, namun harus dikembalikan pada pemilik aslinya, atau diserahkan pada pemerintah jika memang pemiliknya tidak ketahuan. Harta seperti ini tidak akan tetap haram baik disimpan sendiri atau disedekahkan, karena Allah tidak menerima sedekah dari harta kotor.
- Harta wakaf (untuk kepentingan umum) Para ulama membedakan antara wakaf kepentingan individu dan kepentingan umum. Harta yang diwakafkan pemiliknya untuk kepentingan umum tidak wajib dizakati, sementara harta yang disumbangkan pada satu pihak tertentu atau perseorangan sehingga publik tidak bisa menikmatinya maka harta jenis ini wajib dizakati.
- Piutang
Ada dua jenis piutang:
- Piutang aktif, yaitu piutang yang bisa diharapkan terbayar dan si pemberi hutang bisa mengambilnya sewaktu-waktu. Piutang jenis ini harus dizakati. Dimasukkan ke dalam keseluruhan harta kekayaan.
- Piutang pasif, yaitu piutang yang tidak mungkin atau sulit untuk terbayar. Piutang passiva ini tidak wajib dikeluarkan zakatnya, akan tetapi kita tetap berkewajiban membayarnya ketika kita memang benar-benar sudah menerima pelunasannya, itupun, menurut pendapat mayoritas, hanya di tahun saat kita menerima pelunasan tersebut. Misalnya piutang itu berada ditangan peminjam selama 5 tahun, dan baru dikembalikan pada tahun ke-6, maka kita hanya kewajiban mengeluarkan zakatnya untuk tahun ke-6 itu saja dan tidak wajib mengeluarkan zakat untuk 5 tahun sebelumnya.
Kedua, mencapai nisab. Apapun jenis aset yang kita miliki, kita tidak wajib menzakatinya sampai aset tersebut mencapai Nisab. Nisab aset-aset ini berbeda satu sama lain. Dalam proses audit nisab, disyaratkan harus sempurna setelah penotalan anggaran kebutuhan pokok berupa sandang, papan, pangan, peralatan kerja, dll. Maka nisab yang dianggap adalah nisab yang sudah terbebas dari biaya kebutuhan pokok untuk pribadi dan keluarganya.
Contoh: Jika si A mempunyai aset Rp. 75 juta, sementara ia harus melunasi hutang sebesar Rp. 7 juta dan untuk biaya kebutuhan pokok sebesar Rp. 15 juta. Maka aset wajib zakatnya adalah Rp. 53 juta.
Adapun nisab harta kekayaan adalah senilai 85 gram emas murni (menurut harga pasar). Jika aset pokok yang telah dikurangi anggaran kebutuhan pokok ini mencapai nisab maka harus dizakati. Jika kurang dari nishab, tidak wajib.
Ketiga, haul, artinya kepemilikan selama setahun (menurut kalender hijriyyah) Syarat wajib zakat yang terakhir adalah kepemilikan harta senilai nisab selama 12 bulan, menurut hitungan hijriyah. Tempo haul (setahun) ini dihitung sejak permulaan sempurnanya nisab dan tetap utuh sampai akhir tahun, meski mungkin pada pertengahan tahun sempat berkurang. Jika pada akhir tahun, jumlah tersebut berkurang dan tidak mencapai nisab lagi, maka si pemilik tidak wajib menzakatinya.
Ketentuan haul ini hanya berlaku untuk aset-aset yang berkembang seperti komoditi komersial, ternak, simpanan, emas, perak, perhiasan dan lain-lain. Sedangkan aset-aset lain seperti hasil bumi, buah-buahan, barang tambang, dan kekayaan laut diambil zakatnya setelah sempurna perkembangannya dan mencapai nisab.(Jadi tidak menganut ketentuan harus memiliki nisab selama setahun).
Begitu juga halnya al-mâl al-mustafâd, yaitu uang/kekayaan baru yang dimiliki seseorang dan belum dizakati sebelumnya. Artinya harta baru ini bukan dari produktifitas aset wajib zakat, namun sang pemilik mendapatkannya dari jalan yang terpisah dari aset wajib zakatnya. Seperti upah kerja (non-gaji), kompensasi, laba dadakan, dan hibah. Harta-harta jenis ini wajib dizakati langsung saat mendapatkannya-kalau memang sudah mencapai nisab-tanpa harus menunggu haul setahun.