Ini Keutamaan Orang-Orang Berilmu

Ini Keutamaan Orang-Orang Berilmu

Jadilah orang yang berilmu! Sebab peradaban selalu dikendalikan oleh siapapun yang menguasai ilmu pengetahuan.

Ini Keutamaan Orang-Orang Berilmu

Dalam QS. [39]:9 Allah menyatakan, Katakanlah: Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? Dalam ayat lain QS. [3]:18 Allah juga mengistimewakan orang-orang yang berilmu, sehingga mereka disandingkan dengan jajaran malaikat.

Ayat yang telah disebutkan menyiratkan bahwa manusia dihargai karena ilmu. Untuk menjadi beriman dan berislam, seseorang juga harus mengawalinya dengan ilmu. Harkat dan martabat seseorang pun ditentukan oleh kedalaman ilmu yang ia kuasai. Bahkan, ilmu jualah yang membedakan seseorang dengan binatang atau makhluk hidup lainnya. Maka, pantaslah jikalau Allah sangat memuliahkan para ahli ilmu di banyak ayat-ayat lain dalam al-Quran.

Nabi Muhammad pun demikian, dalam banyak riwayat beliau sangat menekankan pentingnya penguasaan ilmu bagi umatnya, bahkan para ahli ilmu ditahbiskan menjadi pewaris para nabi. Dalam suatu hadis disebutkan, Para ulama “ahli ilmu” adalah para pewaris para nabi. Kenapa demikian? Apa yang menyebabkan seseorang yang berilmu menjadi sangat istimewa?

Sederhana saja, karena ilmu adalah pengetahuan. Tahu atau mengetahui menjadi awal seseorang masuk pintu kebajikan. Tidak mungkin seseorang yang tidak tahu tentang cara bersuci dan salat lalu ia dapat melaksanakannya dengan benar. Pun demikian dengan ilmu-ilmu lain baik yang berkaitan dengan dunia ataupun akhirat, menjadi langkah awal menuju keselamatan dan kesuksesan.

Mengingat pentingnya kedudukan ilmu, al-Ghazali dalam karya besarnya Ihya Ulumuddin menempatkan pembahasan ilmu di bagian awal kitabnya tersebut. Ilmulah yang paling dasar dari seluruh aspek hidup dan beragama manusia. Karena ilmu, seseorang diangkat derajatnya oleh Allah Swt, sebagaimana ditegaskan dalam QS. [58]:11, “Allah mengangkat derajat orang-orang yang beriman di antara kalian dan  para ahli ilmu beberapa tingkat.

Jika ayat tersebut direnungkan, faktanya benar adanya. Orang yang pintar tentu akan lebih dihormati daripada orang yang bodoh. Misalnya, seorang bergelar professor tentu akan lebih terhormat dibanding preman terminal karena perbedaan ilmu antara keduanya. Seorang alim atau kiai dihormati masyarakat itu juga karena ketinggihan ilmu yang dikuasai.

Ilmu bisa mengantarkan manusia menuju posisi terhormat. Tapi perlu diingat, pengetahuan yang tinggi juga bisa menjerumuskan pemiliknya jika tidak didasari sikap rendah hati (tawadlu’). Allah telah menyampaikan dalam QS. [35]:28, “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hambaNya, hanyalah ulama.”

Takut kepada Allah semestinya menjadi buah dari ilmu. Semakin tinggi ilmu yang dimiliki seseorang tidak malah menjadikannya sombong dan bangga diri (takabbur dan sum’ah), melainkan ia akan semakin takut kepada Allah karena pengetahuannya tidak lebih dari amanah dan bukti dari kebesaran dzat-Nya. Apa yang diketahui manusia hanyalah setetes dari samudera ilmu dari yang Maha Mengetahui (al-‘alim)dan Maha Meliputi (al-muhith).

Dalam kitab Ihya’ al-Gahazali menukil banyak perkataan ahli ilmu yang menegaskan keutamaan ilmu. Di antaranya perkataan Sayyidina Ali yang pernah menasehati Kamil, Ilmu itu lebih baik dari harta. Ilmu menjagamu, sedangkan kamulah yang menjaga harta. Ilmu adalah hakim yang dapat memutus suatu perkara, sementara harta ibarat terdakwah yang akan dimintakan pertanggung-jawaban atasnya.

Harta pasti berkurang jika digunakan, sementara ilmu semakin jernih kalau diamalkan dan disebarkan. Nasihat lain dari Sayyidina Ali dalam bentuk syair: Tidak ada kebanggaan kecuali bagi para ahli ilmu. Sebab mereka adalah petunjuk bagi manusia yang butuh bimbingan. Ukuran setiap orang itu kebaikan yang melekat padanya. Dan kebodohan adalah musuh bagi para ahli ilmu. Beruntunglah karena ilmu kalian abadi sepanjang hayat. Di saat manusia mati, para ahli ilmu terus dikenang sepanjang masa.

Menurut riwayat Ibn ‘Abbas, saat Nabi Sulaiman bin Daud diberi tiga pilihan antara ilmu, harta dan kerajaan. Ia memilih ilmu. Kemudian ia dianugerahi ketiganya: ilmu, harta dan kerajaan. Fatah al-Musalli pernah berucap, “Tidakkah seorang yang sakit jika menolak makan, minum dan obat akan mati? Benar. Kata sahabat-sahabatnya. Begitu pula hati, jika menolak ilmu dan hikmah selama tiga hari, ia akan mati.”

Pastilah demikian, sebab asupan hati adalah ilmu dan hikmah yang menjadikannya selalu hidup, sebagaimana jasad yang butuh asupan dari makan dan minum. Barang siapa yang mengabaikan ilmu, sesungguhnya hatinya sedang sekarat dan pasti mati tapi tidak ia sadari. Jika seseorang tidak ingin hatinya mati, maka ada kewajiban selalu mengisi dirinya dengan ilmu melalui majelis-majelis ilmu atau di masa sekarang bisa memanfaatkan internet untuk memperoleh pengetahuan baru, baik tentang agama ataupun umum. Namun dengan catatan kehati-hatian dalam merujuk sumber ilmu dari dunia maya harus diperhatikan karena sifat keterbukaan media ini.

Merenungkan pentingnya ilmu sebagaimana al-Quran, hadis dan perkataan salafus salih yang telah dinukil sebelumnya. Di era sekarang, kaum muslim sepatutnya sadar bahwa Islam identik dengan ilmu pengetahuan. Dahulu, Islam berjaya karena kecintaan umat pada era itu terhadap ilmu. Ilmuan-ilmuan muslim muncul dengan karya emasnya di era pertengahan antara  abad 8 sampai 13 Masehi.

Di situs http://muslimharitage.com dapat ditemukan catatan emas nama-nama besar dari ilmuan muslim seperi al-Biruni, Ibn Hayyan, al-Khawarizmi, al-Thusi, al-Kindi, al-Farabi, Ibn Sina, al-Ghazali dan sederat nama besar yang tak bisa disebut di sini. Mereka ini telah menyerap apa yang diajarkan Islam untuk mencintai ilmu, sehingga hal itu menjadi energi positif yang mendorong terciptanya karya-karya akademis yang bermanfaat bagi manusia.

Motivasi inilah yang harus diwujudkan umat muslim di era kekinian, agar produktivitas dalam berkarya menjadi suatu yang niscaya. Sebab peradaban selalu dikendalikan oleh siapapun yang menguasai ilmu pengetahuan.

Selain menyadari bahwa Islam adalah agama yang menyeru umatnya agar berilmu sebagaimana sabda Nabi Muhammad yang diriwayatkan Ibn Majah dalam musnadnya, “Mencari ilmu menjadi kewajiban bagi setiap muslim.”

Seorang muslim yang berilmu juga memiliki tanggung jawab yang tak kalah besar untuk mempratikkan dan menyebarkan ilmu yang dimiliki. Allah berfirman dalam QS. [39]:79, Betapa nikmatnya balasan bagi para pengamal ilmu. Allah juga memperingatkan dalam QS. [2]:44, Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri, padahal kamu membaca al-Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?

Akhirnya, setiap muslim hendaklah terus belajar di manapun dan kapanpun. Karena dengan semakin banyak ilmu yang diperoleh, seseorang akan semakin menjadi bijak dan mawas diri. Kebodohan sering menjadi awal penyebab keterbelakangan dan ketertindasan dalam banyak aspek hidup.

Sudah saatnya, setiap muslim sadar bahwa keterpurukan umat dan subordinasi oleh pihak lain lebih disebabkan ketidakmampuan umat menguasai dan mengendalikan ilmu pengetahuan. Belajar dari zaman keemasan Islam dan mencoba menyerap ajaran Islam tentang pentingnya ilmu, semoga masa depan manusia kelak dikendalikan kembali oleh umat muslim, karena mereka sadar bahwa dengan ilmulah doa kebaikan di dunia dan di akhirat yang selalu dipanjatkan akan terwujud. Wallahu A’lam.