Para ulama sepakat menganjurkan untuk menghidupkan malam hari raya, baik Idul fitri ataupun idul adha, dengan membaca zikir, shalat atau ibadah lainnya.
Umar bin Abdul Aziz berkirim surat kepada gubernur bashrah, yang isinya perintah agar menghidupkan 4 malam setiap tahunnya, yaitu awal malam bulan rajab, malam nisfu sya’ban, malam idul fitr, dan malam idul Adha. Menurutnya, pada malam-malam tersebut Alloh swt mencurahkan kucuran RahmatNya yang sempurna.
Imam Syafi’i mengatakan doa akan diijabah pada 5 malam utama, yaitu malam jum’at, malam idul fitr dan idul adha, malam awal bulan rajab, dan malam nisfu Sya’ban.
Imam Abu al-Qasim al-Ashbahani dalam kitab targib wa tarhib meriwayatkan hadis dari sahabat Mu’adz Bin jabal ra bahwa Nabi saw mengatakan orang yang menghidupkan 5 malam tertentu dengan beragam ibadah , maka ia mesti mendapatkan Surga. Yaitu, malam tarwiyah, malam arafah, malam idul adha, malam idul fitr, dan malam nisfu sya’ban.
Imam Ibnu Majah dalam kitab sunan ibn majah meriwayatkan dari sahabat Abu umamah bahwa nabi Saw bersabda orang yang menghidupkan malam 2 hari raya, yaitu idul adha dan idul fitri, maka hatinya akan terus hidup ketika hati Manusia mulai mati dan tak berfungsi.
Hadis-hadis tersebut walaupun kualitasnya dhaif/lemah, tapi masih diperkenankan dipraktekan dalam hal Fadail ‘amal, demikian menurut ulama hadis.
Menurut Imam Nawawi dalam kitab Al-Azkar an-Nawawiyah menghidukan malam malam tersebut dengan cara mengfungsikan mayoritas waktu malam untuk ibadah, walau memang menurut ulama lain, bisa hanya dengan beberapa saat saja dari waktu malam tersebut. syekh Muhammad bin Abdul Hadi as-Sindi mengatakan cukup menghidupkan malam hari raya itu dengan melaksanakan shalat tahajud.Ha