Aisyah, putri dari pasangan Abu Bakar As Shiddiq dan Ummu Ruman ini lahir tahun keempat kenabian. Ketika masih sangat belia, sekitar umur 6 atau 7 tahun ia dipersunting Rasulullah saw. di Makkah dua tahun sebelum hijrah ke Madinah. Dan saat berumur 9 tahun ketika di Madinah setelah kepulangan dari perang Badar di bulan Syawwal tahun 2 Hijriyyah Rasulullah Saw. baru menunaikan kewajiban sebagai suami kepadanya.
Setelah resmi menjadi istri Rasulullah Saw, maka ia pun mendapatkan gelar Ummul Mukminin (ibunya orang-orang mukmin).
Selain gelar, ia juga memiliki kesempatan yang cukup banyak berada di dekat Rasulullah Saw. terlebih ketika beliau berada di rumah dan kamar. Oleh karena itu, Aisyah dikenal sebagai satu-satunya sahabat perempuan yang paling banyak meriwayatkan hadis. Ia menduduki posisi keempat setelah sahabat Abu Hurairah, Ibnu Umar dan Anas bin Malik.
2210 butir hadis telah berhasil ia dapatkan baik dari Rasulullah Saw. secara langsung atau dari sahabat lainnya seperti Sa’ad bin Abi Waqqash, Umar bin al Khattab, Abu Bakar As Shiddiq dan Fathimah Az Zahra. Dan salah satu muridnya adalah Hasan al Bashri, Al Aswad bin Yazid an Nakha’i, Sa’id bin al Musayyib dan Atha’ bin Abi Rabbah.
Kepakarannya dalam bidang hadis tidak dapat diragukan lagi. Bahkan ia tidak segan-segan mengoreksi hadis yang diriwayatkan oleh sahabat lainnya.
Salah satunya adalah riwayat Ibnu Umar di dalam Shahih al Bukhari berikut ini
ان الميت ليعذب ببكاء الحي
“Innal mayyita layu’adzdzabu bibukail hayyi.” (Sesungguhnya orang mati itu akan diadzab sebab tangisan orang yang masih hidup), hadis tersebut menunjukkan bahwa jika keluarga yang ditinggal mati itu menangisi si mayyit, maka akan memperberat siksaan bagi si mayyit).
Mendengar hadis yang disampaikan oleh Ibnu Umar tersebut, Aisyah ra. berkata: ” Semoga Allah mengampuni Abu Abdirrahman (Ibnu Umar), sungguh ia tidaklah berdusta (karena kenyataannya Nabi Saw. memang pernah mensabdakan itu), namun mungkin beliau lupa atau keliru (khilaf), sungguh Rasulullah Saw. ketika itu melewati jenazah wanita Yahudi yang ditangisi oleh keluarganya, lalu Rasulullah Saw. bersabda: ” Sungguh mereka menangisi si mayyit, sedangkan yang mati tetaplah diadzab di dalam kuburnya.” (artinya tidak ada gunanya tangisan keluarga mayyit tersebut untuk si mayyit).
Dan hadis Aisyah ra. ini selaras dengan ayat al Qur’an surah al An’am ayat 164
ولا تزر وازرة وزر أخرى
wala taziru waziratun wizra ukhra (dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain).
Jadi makna hadis tersebut adalah tangisan keluarga tidak akan menambah siksaan mayyit di liang kubur.
Konfirmasi-konfirmasi Aisyah ra. terhadap periwayatan para sahabat yang ia anggap perlu diluruskan pemahamannya ini terbilang banyak, bahkan sudah dimuat dalam satu kitab khusus yang disusun oleh Badruddin az Zarkasyi dengan judul al Ijabah lima istadrakahu Aisyah alas Shahabah.
Selain dalam bidang hadis, ia juga dikenal ahli dalam ilmu faraidh (pembagian harta waris), karena itulah banyak para sahabat bertanya dengannya tentang Faraidh dan ia mampu menjawabnya.
Tidak hanya itu, Aisyah juga dikenal sangat alim dalam segala bidang. Bahkan az Zuhri salah satu tabiin yang menjadi muridnya mengandaikan “Seandainya ilmu Aisyah, ilmu semua istri Nabi Saw. dan ilmu semua wanita dikumpulkan, maka ilmu Aisyah lebih afdhal.”
Pujian juga datang dari Atha’, ia mengatakan bahwa Aisyah adalah manusia yang paling faqih dan alim, dan paling bagus pendapatnya secara umum.
Bahkan Rasulullah Saw. sendiri pun mengakui kehebatan istri nya ini “Keutamaan Aisyah dibanding wanita lainnya adalah seperti keutamaan bubur sarid dibanding semua makanan.”
Tidak hanya itu Aisyah juga mendapat sanjungan dari malaikat Jibril as. dengan menitipkan salam lewat Rasulullah Saw. untuknya. Maka Aisyah menjawab: ” Alaihis salam warahmatullahi wabarakatuh, engkau dapar melihat yang aku tidak dapat melihatnya.”
Keutamaan Aisyah lainnya adalah ialah satu-satunya istri Rasulullah Saw. yang masih gadis ketika dipersunting.
Aisyah juga mendapat keistimewaan dari Allah Swt. dengan menurunkan surah Annur ayat 11-26 khusus untuk membebaskan Aisyah dari fitnah yang dikenal dengan hadisul ifki (berita bohong).
Ayat tersebut memberitahukan kepada Rasulullah Saw. bahwa Aisyah adalah wanita suci yang tidak pernah terlibat perselingkuhan dengan Shafwan bin Muaththal sebagaimana yang dituduhkan okeh kaum munafik kepadanya.
Sosok yang ditinggal wafat Rasulullah Saw. ketika berusia 18 tahun ini meninggal dunia ketika tahun 57 H. menurut pendapat yang shahih.
Sedangkan pendapat lainnya mengatakan bahwa ia wafat malam selasa tanggal akhir bulan Ramadhan tahun 58 H. dan dimakamkan malam hari setelah shalat witir di Baqi’ sesuai permintaannya.
Abu Hurairah turut menshalati jenazahnya, sedangkan keponakan- keponakannya Abdullah bin Zubair, Urwah bin Zubair, Urwah bin Zubair, Qasim bin Muhammad bin Abi Bakar turut membantu proses pemakamannya.
Demikianlah sekelumit kisah Aisyah ra. sosok perempuan cerdas dan kritis, dan sangat memiliki andil penting dalam periwayatan hadis, terlebih hadis masalah keluarga, kewanitaan dan personal Nabi Saw.