Apa bukti bahwa semua agama memuliakan perempuan? Bukti pertama berangkat dari agama Islam yang merupakan agama yang mendominasi warga Indonesia. Dulu, Barat pernah menganggap agama Islam mengekang perempuan dan tidak membebaskannya untuk terjun di kancah masyarakat terbuka bahkan juga merendahkan perempuan. Namun, lihatlah dengan jelas bahwa doktrin barat tersebut ditolak mentah-mentah dengan bukti dari sumber utama dalam agama Islam, firman Allah SWT dalam surat al-Qasas: 23 tentang kisah dua wanita kota Madyan yang berjuang mencari minum untuk ternaknya.
Al-Zamakhsyari menjelaskan bahwa ayat tersebut menekankan bahwa perempuan tidaklah berkutat di rumah saja, bahkan untuk bekerja menggembala pun perempuan ikut andil. Perempuan karir tidaklah hina dan dilarang selagi dalam batas wajar dan tidak keluar dari hukum serta wewenang yang berlaku. Penolakan mentah-mentah tidak hanya dari al-Qur’an, Hadis dan Ijtihad ulama juga menolak. Pemberian mahar dan warisan untuk perempuan, laki-laki disyariatkan untuk menikah dengan satu wanita saja jika takut tidak berlaku adil, suami dilarang berbuat kasar dan merendahkan wanita, jaminan hak untuk yatim perempuan, perempuan sebagai penenang, pelengkap dan penyejuk hati laki-laki, semuanya membuktikan betapa Islam memuliakan perempuan, betapa istimewanya perempuan di kacamata Islam.
Dalam perjanjian baru, Injil Matius, disebutkan bahwa Yesus menasihati para pria untuk mengendalikan nafsu dan memperlakukan wanita dengan bermartabat, bukan melarang mereka untuk bersosialisasi. Kristen Katolik merawat anak perempuan sama halnya dengan anak laki-laki, memastikan keduanya untuk mendapatkan pendidikan yang sama bagus. Selain itu, Jamaah Kristen Katolik sangat menghargai apa yang dikatakan oleh kaum perempuan dalam pertemuan ibadat, mereka menjadikan kaum perempuan yang lebih tua sebagai guru baik bagi mereka. Karena Yesus mencontohkan untuk baik dan memuliakan perempuan, memberikan peluang yang sama untuk belajar dan berpendapat.
Tidak hanya sampai di situ, agama Protestan mengatakan bahwa Kristus tidak membeda-bedakan perempuan dan laki-laki, semua orang berhak menjadi anak Abraham melalui iman, tidak peduli perempuan ataupun laki-laki. Artinya bahwa perempuan memiliki kedudukan yang sama dan tidak lebih rendah dibandingkan laki-laki. Perempuan itu mulia. Iman menjadi alasan Kristus menyelamatkan semua oran, tanpa melihat jenis kelamin. Selaras dengan pandangan Hindu terhadap perempuan yang menjunjung konsep gender. Dalam kitab Manawa Dharmasastra bab 9, Seloka 96 menyatakan bahwa:
“Untuk menjadi ibu, perempuan diciptakan, untuk menjadi ayah, laki-laki diciptakan, upacara keagamaan karena itu ditetapkan di dalam Weda untuk dilakukan suami bersama dengan istrinya”.
Perempuan dan laki-laki juga diibaratkan sebagai tangan kiri dan tangan kanan yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan kemasyarakatan. Keduanya sama dalam kedudukan dan berbeda dalam peran, tidak ada yang lebih hina dan unggul. Perempuan diciptakan untuk melengkapi laki-laki begitu juga sebaliknya. Konsep gender dalam ajaran Hindu yang tertuang di kitab Manawa Dharmasastra ini memuliakan keduanya, perempuan dan laki-laki.
Kemudian Budha, memiliki Sangha Bikkhuni yang berdiri di tahun ke-6 sebelum masehi merupakan saksi sejarah perjuangan perempuan dalam kancah agama, sosial dan budaya. Pergerakan perempuan Budhis menjadi semakin terasa dan bermanfaat dalam kehidupan spiritual. Budha juga memuliakan perempuan, jika tidak, mana mungkin gerakan perempuan Budhis akan diterima. Sang Budha juga menyatakan bahwa seorang perempuan memiliki peluang sama untuk menjadi pemimpin layaknya laki-laki, bahkan untuk menembus menjadi sang Budha sekalipun, hal itu bisa terjadi.
Bikkhu Bodhi pernah mengatakan kepada Raja Pasenadi suatu pernyataan, “Seorang perempuan, O..Raja manusia, dapat lebih baik dari seorang laki-laki: Ia mungkin bijaksana dan bermoral dan seorang istri yang baik, ia menghormati mertuanya”. Ajaran Budha tidak mengenal kasta, seorang ayah dan ibu keduanya adalah pemimpin dan saling melengkapi dalam keluarga. Bahkan, seorang perempuan bisa menjadi seorang Bikhhu layaknya Bikhhu laki-laki yang menembus kehidupan suci.
Lalu, bagaimana agama Konghucu memuliakan perempuan? Dalam kitab Yak King disebutkan bahwa perempuan sangat dimuliakan, salah contoh dalam hal perjodohan, dalam kitab tertulis “seorang istri adalah rahmat”. Perempuan diposisikan sangat mulia sebagai anugerah, kado terindah. Kemudian, dalam kitab Hau King memuat nasihat bahwa bakti anak kepada seorang ayah adalah sama baktinya dengan seorang ibu. Penghormatan Nabi Khongcu terhadap kedudukan perempuan akhirnya berdampak positif hingga saat ini dalam ranah agama, politik, budaya dan ekonomi. Perempuan tidak pernah mengalami kekangan untuk bergerak.
Bukti-bukti tersebut menciptakan kenyamanan, kemanaan dan energi positif khususnya untuk perempuan di Indonesia. Karena Indonesia lah pemilik keenam agama tersebut. Semua agama di Indonesia sepakat bawa perempuan bukanlah kaum rendah hina yang diciptakan untuk menjadi budak semata, kekangan untuk menciptakan suatu karya tidak ada dalam kitab suci semua agama. Karena semua agama di Indonesia dengan yakin dan benar telah dan akan terus memuliakan perempuan.