Ini Beberapa Pandangan Netizen Terkait Puisi Neno Warisman

Ini Beberapa Pandangan Netizen Terkait Puisi Neno Warisman

Ini Beberapa Pandangan Netizen Terkait Puisi Neno Warisman

21 februari 2018, merupakan momen spesial tersendiri bagi sebagian kelompok muslim Indonesia yang menamakan diri mereka gerakan 212. Hari tersebut menjadi spesial karena pada malam harinya mereka mengadakan sebuah acara yang mereka namai “Malam Munajat 212”.

Momen tersebut mereka sebut dengan malam munajat, karena mereka berniat untuk berdoa kepada Allah SWT agar Allah SWT memberikan keselamatan agama, bangsa, dan negara.

Maka tak heran jika tema yang mereka usung pada malam tersebut adalah “Mengetuk Pintu Langit untuk Keselamatan Agama, Bangsa, dan Negara”. Melihat dari tema yang mereka usung, seolah agama, bangsa, dan negara dalam konteks Indonesia, sedang berada dalam kegentingan. Maka tak heran jika dalam acara tersebut terdapat orasi,puisi, serta doa yang menggambarkan kegentingan keadaan bangsa Indonesia.

Di antara puisi yang berbalut doa yang menggambarkan kegentingan tersebut adalah puisi yang dibacakan oleh Neno Warisman. Dalam salah satu baitnya, Ia menyadur potongan doa yang dibaca oleh Rasulullah SAW ketika beliau hendak menghadapi Musyrikin Mekah dalam perang Badar

“Namun kami mohon, jangan serahkan kami kepada mereka yang tak memiliki kasih sayang pada kami dan anak cucu kami, dan jangan, jangan kau tinggalkan kami, dan menangkan kami, karena jika Engkau tidak menangkan, kami khawatir, ya Allah, kami, Khawatir ya Allah, taka da lagi yang menyembahmu”

Sebagaimana diketahui Neno Warisman cs merupakan pendukung gerakan #2019gantipresiden. Dengan doa tersebut seolah ia ingin menegaskan bahwa jika lawan dari petahana kalah dalam kontestasi pilpres ini, maka Allah SWT tak akan lagi ada yang menyembah. Jelas saja, doa ini banyak mendapat tanggapan miring dari para netizen, khususnya dari kalangan santri yang memang mengerti bagaimana doa tersebut harusnya didudukkan.

Ada yang menanggapi, “analoginya tidak masuk, masa petahana dan pendukungnya disamakan dengan musyrikin Mekah, padahal pendukung petahana banyak juga yang berasal dari tokoh agama, kalau Bahasa ushul fiqhnya “al-qiyas maa-alfariq””.

Ada juga yang menanggapi “ini doa paling aneh, Tuhan dipaksa dan ditakut-takuti”

Netizen lain menanggapi “memosisikan petahana sebagai kaum musyrikin, dan memposisikan sang penantang sebagai barisan kaum muslimin, adalah suatu kesalahan yang sangat fatal, karena petahana dan orang-orang yang mendukungnya merupakan muslim yang baik juga”

Bahkan ada yang mengomentari dengan candaan “atau jangan-jangan kelompoknya sendiri, yang nanti ga mau lagi menyembah Tuhan jika junjungannya kalah? Tapi ya, Tuhan akan tetap menjadi Tuhan meskipun Neno Warisman cs tidak mau lagi menyembahnya hehe”

Dari tanggapan netizen dan argumentasi yang disertakan oleh mereka tentang analogi yang tidak tepat, pengandaian yang tak akurat, Tuhan tak pantas ditakut-takuti, kita bisa menyimpulkan, sangatlah keliru menyadur doa Rasulullah SAW tersebut, dalam konteks kontestasi politik yang kedua calonnya, sama-sama muslim, dan tidak melarang kaum muslimin untuk menjalani ritualitas mereka.

Jika agama sudah dicampur-adukkan dengan politik beginilah jadinya, lahirlah jargon-jargon yang seolah-olah dengan ijtihad politiknya suatu kelompok ingin meraih ridha Tuhan alam semesta.

Padahal, ingin sekali penulis berpesan, untuk meraih Ridha Tuhan kau tak perlu seolah-olah “membela-Nya”, karena Ia Yang Maha Sempurna tak perlu kau bela, kau hanya perlu “melayani” mahluk-Nya dengan baik, jika kau ingin meraih ridha-Nya, sebagaimana dalam salah satu hadis Qudsi, Allah SWT menegaskan jika kau menjenguk salah seorang hamba-Ku yang sedang sakit, kau akan mendapati-Ku di sana.