Manusia adalah makhluk yang penuh keterbatasan. Meski berbagai usaha telah dilakukan, terkadang seseorang belum dapat meraih tujuannya. Sehingga diperlukan upaya lain yang dapat mempermudah usaha yang telah dilakukan, yaitu berdoa.
Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Hasani menukil sebuah hadis yang terdapat dalam Sunan at-Tirmidzi, Rasulullah SAW bersabda:
لاَ يَرُدُّ اْلقَضَاءَ إِلَّا الدُّعَاءُ وَلاَ يَزِيْدُ الْعُمْرَ إِلَّا الْبِرُّ
Tidak ada yang dapat merubah takdir kecuali (Allah dan melalui wasilah) doa, dan tidak ada yang dapat menambah umur kecuali (Allah dan melalui wasilah) kebaikan.
Mengingat begitu krusialnya peran doa dalam kehidupan kita kini dan nanti, sudah seharusnya kita memperhatikan betul tata cara dan adab ketika berdoa. Sayyid al-Maliki al-Hasani dalam Abwab al-Faraj (h. 8-9) mengungkapkan sepuluh adab yang harus diperhatikan seseorang ketika berdoa.
Pertama, menantikan waktu-waktu yang mustajab untuk berdoa. Ada waktu mulia yang hanya dijumpai setahun sekali, seperti hari Arafah, bulan Ramadhan, dan lainnya. Ada waktu mulia yang bisa dijumpai seminggu sekali, seperti hari Juma’at. Hingga ada waktu mulia yang bisa dijumpai setiap hari, seperti waktu sahur atau sepertiga malam terakhir, dan sebagainya.
Kedua, memerhatikan keadaan-keadaan yang mustajab untuk berdoa, seperti saat berada dalam barisan di jalan Allah (jama’ah), ketika turun hujan, saat sholat maupun setelah sholat, waktu di antara adzan dan iqomah, saat sujud, dan berbagai keadaan lainnya sebagaimana yang terdapat dalam riwayat-riwayat.
Ketiga, ketika berdoa hendaknya menghadap kiblat, mengangkat kedua tangan hingga terlihat putih ketiaknya, dan mengusap wajahnya ketika mengakhiri doa. Hal ini sebagaimana dalam riwayat yang disandarkan kepada Umar bin Khattab ra, beliau berkata:
“Rasulullah SAW ketika berdoa, beliau memanjangkan (mengangkat) tangannya dan tidak mengembalikan kepada posisi semula sebelum beliau mengusap wajahnya dengan kedua tangannya.”
Keempat, mengatur volume suaranya saat berdoa, tidak terlalu mengeraskan dan juga tidak terlalu menyamarkan suaranya.
Kelima, tidak bersajak dalam berdoa. Barangkali maksud dari tidak bersajak adalah menggunakan kalimat-kalimat doa yang lebih mudah dipahami oleh banyak orang, sehingga mereka bisa menghayati doa yang mereka ucapkan atau ikuti.
Keenam, berdoa dengan penuh kerendahan hati, khusyuk, penuh harap dan takut. Bersikap rendah hati dengan menyadari segala kelemahan dan keterbatasan manusia, dan karena alasan itu pula manusia berdoa kepada Allah SWT, Dzat Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Ketujuh, memantapkan doanya, meyakini bahwa doanya akan dikabulkan oleh Allah, serta apa yang dimohonkan dalam doanya adalah kebaikan. Rasulullah mengingatkan dalam sebuah hadis:
“Janganlah salah seorang di antara kalian berdoa:’Ya Allah, ampunilah aku, jika engkau menghendaki’ atau ‘Ya Allah, rahmatilah aku, jika engkau menghendaki’. Hendaknya ia memantapkan permintaannya, karena tidak ada sesuatu (permintaan baik) yang tidak disukai oleh-Nya.”
Kedelapan, Menegaskan permintaannya dalam berdoa, dan dianjurkan untuk mengulanginya sebanyak tiga kali, serta tidak menganggap lambat terkabulnya doa.
Kesembilan,mengawali doa dengan menyebut dan memuji Allah SWT dan bersholawat kepada Nabi Muhammad, bukan langsung mengatakan permohonannya.
Kesepuluh, bertaubat dan menyingkirkan segala kedzaliman, serta menghadap Allah dengan penuh hasrat. Ini merupakan adab dari sisi batin dan merupakan sebab yang mendekatkan seseorang kepada terkabulnya doanya.
Semoga, dengan mengamalkan adab-adab dalam berdoa, kualitas doa kita menjadi lebih baik, sehingga dapat menjadi wasilah terkabulnya doa-doa kita. Wallahu A’lam.