Diskusi tentang Khilafah jadi problematis dan buntu salah satu sebabnya adalah perbedaan dasar pijakan yang digunakan. Frekuensi dan gelombang peserta diskusi tidak sama.
Misalnya khilafah yang mau didiskusikan itu, khilafah dulu, kini atau esok. jika khilafah dulu, maka diskusi harus merujuk kepada dalil, data dan fakta sejarah masa lalu. Jangan mendiskusikan khilafah masa lalu dengan dalil, data dan fakta masa kini dan yang akan datang. Begitupun sebaliknya. Karena diskusi yang demikian tidak akan menghasilkan kesimpulan yang sama-sama dipahami oleh pihak yang pro maupun kontra khilafah.
Dalam tulisan saya yang berjudul “Indonesia dalam Paradigma Baru Khilafah”, saya menjelaskan bahwa kesultanan-kesultanan di Nusantara merupakan negara-negara otonom yang tidak punya hubungan struktural dengan khilafah Umayyah, Abbasiyah dan Utsmaniyah.
Para sultan di Nusantara menduduki tahta kesultanan secara mandiri lalu mendapat pengakuan warganya. Kemudian tahta itu diwariskan kepada anak keturunannya. Mereka tidak dipilih dan diangkat oleh khalifah Umayyah, Abbasiyah dan Utsmaniyah. Hubungan kesultanan dengan khilafah bersifat personal dan kultural. Dalam konteks inilah sebagian sultan meminta legitimasi kepada Syarif Mekkah sebagai wakil khalifah Utsmaniyah bagi kedudukannya.
Nusantara dihuni oleh mayoritas umat Islam dan dipimpin oleh pemimpin muslim sampai datangnya penjajahan bangsa Eropa. Bangsa Eropa terutama Belanda menduduki sebagian kecil saja dari wilayah Nusantara. Belanda menduduki daerah-daerah yang kaya sumber daya alam. Dalam satu waktu Belanda tidak pernah menduduki seluruh wilayah Nusantara.
Wilayah Indonesia satu hamparan daratan dan lautan dari Sabang sampai Merauke tidak pernah diduduki Belanda. Sebab itu status Nusantara sebagai Darul Islam tidak berubah. Sejak berdiri tahun 1945 Indonesia mempunyai pemimpin yang dipilih rakyat Indonesia. Ada aktivitas nashbul imam dan ada penerapan syariah. Karena itu Indonesia adalah salah satu khilafah masa kini yang berbentuk negara kesatuan republik Indonesia dengan segala plus-minus-nya.
Kali ini saya ingin membahas khilafah yang akan datang. Khilafah akhir zaman. Khilafah yang sedang diperjuangkan oleh kaum radikal yaitu Khilafah ‘ala Minhajin Nubuwwah yang kedua sebagaimana yang di-nubuwwat-kan oleh Nabi Muhammad Saw dalam hadits tentang periodesasi umat Islam. Semua kelompok radikal sepakat bahwa Imam Mahdi adalah khalifah di masa itu. Meski di antara kelompok radikal ada perbedaan (khilafiyah) tentang bentuk, sistem dan metode pendirian serta soal kedudukan khilafah sebelum Imam Mahdi.
Maka dalil, data dan fakta yang dirujuk dalam diskusi tentang khilafah di masa depan adalah hadits-hadits tentang masa depan. Khususnya hadits-hadits tentang Imam Mahdi. Imam Mahdi adalah seorang individu bukan sistem pemerintahan dan bentuk negara. Hadits-hadits tentangnya sampai ke kita dengan mutawattir dan mustafid (banyak, melimpah). Hal ini dikatakan oleh para hafidz dan ahli ilmu di antara mereka: Abul Hasan al-Aburi (w. 363 H), Al-Qurthubi (w. 671 H), As-Shakawi (w. 902 H), As-Safaraini (w. 1188 H), Muhammad al-Barzanji (w. 1103 H), Asy-Syaukani (w. 1250 H), Shiddiq Hasan Al-Qanuji Al-Bukhari (w. 1307 H) dan Muhammad Ja’fat Al-Kattani (w. 1345 H).
Siapakah Imam Mahdi?
Imam Mahdi bukan Atha Abu Rusytah (Amir Hizbut Tahrir), bukan DR. Aiman Az-Zawahiri (Amir Al-Qaida), bukan Abu Bakar al-Baghdadi (Khalifah ISIS) dan bukan Habib Rizieq Shihab (Imam Besar FPI). Imam Mahdi adalah
Hadits Ummu Salamah radhiyallahu ’anha, beliau pernah mendengar Nabi shallallahu ’alaihi wasallam bersabda,
المهدي من عترتي من ولد فاطمة
“Mahdi muncul dari anak keturunanku, melalui jalur keturunan Fathimah.” (HR. Abu Dawud)
لا تنقضي الدنيا حتى يملك العرب رجل من أهل بيتي يواطئ اسمه اسمي
“Dunia ini tak akan berakhir sampai jazirah Arab dikuasai oleh seorang dari ahli baitku. Namanya menyamai namaku.” (HR. Tirmidzi dan Abu Dawud)
Dalam riwayat Abu Dawud dinyatakan,
يواطئ اسمه اسمي واسم أبيه اسم أبي
“Namanya sama dengan namaku, demikian pula nama ayahnya sama dengan ayahku.”
Dengan ciri-ciri fisik:
Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam mengabarkan,
المهدي مني أجلى الجبهة أقنى الأنف يملأ الأرض قسطاً وعدلاً كما مُلئت جوراً وظلماً يملك سبع سنين
“Al-Mahdi berasal dari keturunanku, dahinya lebar, hidungnya mancung. Dia akan memenuhi bumi ini dengan keadilan, setelah sebelumnya penuh dengan kekejaman dan kezaliman. Dia akan menguasai dunia ini selama tujuh tahun.” (HR. Abu Dawud dan yang lainnya).
Dimana Imam Mahdi dibai’at menjadi khalifah?
Imam Mahdi bukan dibai’at di Monas Jakarta, Gasibu Bandung atau Grahadi Surabaya, melainkan di Mekkah tepatnya dekat Ka’bah. Hadis dari Tsauban Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَقْتَتِلُ عِنْدَ كَنْزِكُمْ ثَلاَثَةٌ كُلُّهُمُ ابْنُ خَلِيفَةٍ ثُمَّ لاَ يَصِيرُ إِلَى وَاحِدٍ مِنْهُمْ ثُمَّ تَطْلُعُ الرَّايَاتُ السُّودُ مِنْ قِبَلِ الْمَشْرِقِ فَيَقْتُلُونَكُمْ قَتْلاً لَمْ يُقْتَلْهُ قَوْمٌ
“Ada tiga orang yang akan saling membunuh di dekat harta simpanan kalian (manusia). Mereka semua putra khalifah. Kemudian simpanan itu tidak dikuasi salah satu dari mereka. Hingga muncul bendera-bendera hitam dari arah timur, lalu mereka akan memerangi kalian dengan peperangan yang tidak pernah dilakukan oleh satu kaum pun…
Kata Tsauban: “lalu beliau menuturkan sesuatu yang tidak aku hafal, kemudian beliau bersabda,
فَإِذَا رَأَيْتُمُوْهُ؛ فَبَايِعُوْهُ، وَلَوْ حَبْوًا عَلَى الثَّلْجِ؛ فَإِنَّهُ خَلِيْفَةُ اللهِ اَلْمَهْدِيُّ
“Jika kalian melihatnya, maka bai’atlah dia! Walaupun dengan merangkak di atas salju, karena sesungguhnya dia adalah khalifah Allah al-Mahdi.” (HR. Ibn Majah 4222, Hakim dalam al-Mustadrak 4/463, dishahihkan Hakim dan disetujui adz-Dzahabi. Dan Sanadnya dinilai kuat dan shahih oleh Ibnu Katsir).
Ibnu Katsir menjelaskan hadis ini,
والمقصود أن المهدي الممدوح الموعود بوجوده في آخر الزمان يكون أصل ظهوره وخروجه من ناحية المشرق، ويبايع له عند البيت، كما دل على ذلك بعض الأحاديث
Maksud hadis, bahwa Imam Mahdi yang ditunggu-tunggu kehadirannya di akhir zaman, munculnya dari arah timur, dan beliau di baiat di sisi Ka’bah. Sebagaimana dinyatakan dalam beberapa hadis.
Beliau juga menjelaskan,
والمراد بالكنز المذكور في هذا السياق كنز الكعبة، يقتل عنده ليأخذوه ثلاثة من أولاد الخلفاء، حتى يكون آخر الزمان، فيخرج المهدي، ويكون ظهوره من بلاد المشرق، لا من سرداب سامرا، كما يزعمه جهلة الرافضة من وجوده فيه الآن
Yang dimaksud ‘harta simpanan’ pada teks hadis adalah simpanan Ka’bah. Tiga orang dari putra khalifah akan saling membunuh, untuk memperebutkannya, hingga tiba akhir zaman. Kemudian keluarlah al-Mahdi dan beliau datang dari arah timur, bukan dari Sardab Samira sebagaimana dikatakan orang bodoh dari kalangan Rafidhah bahwa al-Mahdi saat ini ada di tengah mereka.
Hadits di atas menerangkan bahwa terjadi pembunuhan tiga orang putra khalifah. Oleh kaum radikal dijadikan dalil ada khalifah (khilafah) sebelum Imam Mahdi. Namun harus ditegaskan bahwa peristiwa itu terjadi di Ka’bah bukan di Monas. Artinya kalaupun ada khalifah (khilafah) sebelum Imam Mahdi maka itu adanya di Arab bukan di Indonesia. Dari hadits-hadits tentang pembai’atan Imam Mahdi dan peristiwa saling bunuh tiga orang anak khalifah, semuanya terjadi di dekat Ka’bah, Mekkah, Arab Saudi. Dengan kata lain hadits-hadits ini menegaskan khilafah yang akan datang tidak akan tegak di Indonesia. Indonesia bukan wilayah lokasi tempat berdirinya Khilafah ‘ala Minhajin Nubuwwah yang kedua.
Akan tetapi muslim Indonesia yang mayoritas berpaham Aswaja mengimani keberadaan Imam Mahdi sebagaimana nubuwwat Nabi Saw yang teriwayat secara mutawattir. Keimanan terhadap Imam Mahdi dan khilafahnya tidak mengharuskan muslim Indonesia untuk meninggalkan NKRI. Tidak ada hadits yang memerintahkan demikian. NKRI wajib dipertahankan karena NKRI menjadi rumah bagi ratusan juta umat Islam. Di rumah NKRI mereka menjalankan kewajiban sebagai muslim seperti shalat, puasa, zakat, menuntut ilmu, nikah, mencari nafkah, dll.
Di masa depan NKRI dan Khilafah Mahdiyah akan menjadi dua negara muslim yang besar di dunia. Presiden RI dan Imam Mahdi menjalin hubungan kerjasama untuk kemajuan warga negara masing-masing. Jika melihat peta wilayah: NKRI di Asia Tenggara dan Khilafah Mahdiyah di Arab, sulit rasanya kedua negara melakukan integrasi teritorial dan struktural. Selain memang tidak ada dalil yang mewajibkannya. NKRI di masa Imam Mahdi kurang lebih sama dengan kesultanan Nusantara di masa khilafah tempo dulu.