Iman dan Saleh Bukan Perkara Keturunan atau Silsilah

Iman dan Saleh Bukan Perkara Keturunan atau Silsilah

Dalam islam, keturunan atau nasab tidak menentukan seberapa takwa dirimu

Iman dan Saleh Bukan Perkara Keturunan atau Silsilah

Tiba-tiba aku ingat cerita seorang guru. Ia menceritakannya saat aku mengaji di pesantren dahulu kala. Cerita itu kira-kira begini :

Suatu hari cucu Nabi yang amat saleh dan rendah hati, yang populer dipanggil “Al-Sajjad” tampak sedang berduka. Ia seperti sedang memikirkan sesuati yang menggelisahkan hatinya. Pipinya basah karena menangis. Temannya mengatakan : “wahai, putra Husein yang mulia, cucu Ali bin Abi Thalib yang mulia dan cicit Nabi Muhammad, utusan Allah yang mulia, mengapa engkau berduka?”.

Al-Sajjad menjawab : saudaraku, tolong jangan bawa-bawa ayah, ibu dan kakekku. Aku sedang memikirkan masa depanku sendiri, aku akan tinggal di mana sesudah aku meninggalkan dunia ini. Apakah aku akan selamat atau tidak?. Ingatlah, di akhirat kelak tak ada lagi hubungan nasab/keturunan yang bisa menyelamatkan seseorang, kecuali amal salehnya masing-masing”.

Allah berfirman :

فَإِذَا نُفِخَ فِي الصُّورِ فَلَا أَنْسَابَ بَيْنَهُمْ يَوْمَئِذٍ وَلَا يَتَسَاءَلُونَ

“Apabila terompet ditiup (kelak pada hari kiamat) maka tidak ada lagi pertalian nasab di antara mereka pada hari itu, dan tidak ada pula mereka saling bertanggungjawab”.

Allah juga mengatakan :

فَإِذَا جَاءَتِ الصَّاخَّةُ. يَوْمَ يَفِرُّ الْمَرْءُ مِنْ أَخِيهِ
وَأُمِّهِ وَأَبِيهِ وَصَاحِبَتِهِ وَبَنِيهِ لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ يَوْمَئِذٍ شَأْنٌ يُغْنِيهِ

“Dan apabila terompet kedua ditiup.
Hari ketika manusia lari dari saudaranya,dari ibu dan bapaknya,
dari istri dan anak-anaknya.
Setiap orang pada hari itu
Disibukkan oleh urusan dirinya sendiri”.

Sementara demikian Allah dalam al-Qur’an menyatakan :

يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُون َإِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ

“(yaitu) di hari harta dan anak-anak tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.”

Betapa mendalamnya pengetahuan Al-Sajjad, cicit Nabi itu, dan betapa rendah hatinya beliau. Ia sangat mengerti bahwa kemuliaan dan kebaikan seorang manusia hanya karena ketakwaannya kepada Allah, bukan karena keturunan, jabatan, asesoris atau simbol-simbol yang dilekatkan orang kepadanya.

Allah sudah mengatakan hal ini :
ان اكرمكم عند الله أتقاكم

“Sesungguhnya yang paling mulia di mata Allah adalah orang yang paling bertakwa”.

Sejalan dengan ayat di atas, Nabi mengatakan :

ان الله لا ينظر إلى اجسامكم ولا الى صوركم. ولكن ينظر إلى قلوبكم واعمالكم.

“Allah tidak melihat tubuh dan rupamu, tetapi hati dan tindakanmu”.

Sorga itu disediakan untuk orang-orang yang beriman dan berbuat baik, dari manapun, berwarna kulit apapun, dan keturunan siapapun.

Neraka itu menjadi tempat orang-orang yang mengingkari/menentang Tuhan dan orang-orang yang berbuat jahat, dari manapun, berwarna kulit apapun dan keturunan siapapun.