Imam al-Thabari, Ahli Tafsir Terkemuka

Imam al-Thabari, Ahli Tafsir Terkemuka

Imam al-Thabari, Ahli Tafsir Terkemuka

Abu Ja’far Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Kasir bin Galib al-Tabari atau yang di kenal dengan Al-Tabari lahir pada tahun 224 H di Amul, Tabaristan. Al-Tabari merupakan salah satu mufasir kawakan yang lahir pada abad  ke-3 H. Ia berhasil menghafal Al-Qur’an ketika usianya menginjak tujuh tahun, mengimami shalat ketika berusia delapan tahun, serta menulis hadis ketika sembilan tahun.

Rayy, Basrah, Kufah, Syiria, dan Mesir merupakan tempat singgah al-Tabari dalam menuntut ilmu. Di Rayy Al-Tabari berguru kepada Ibn Humaid, Abu Abdullah Muhammad bin Humaid al-Razi. Di samping berguru kepadanya, Al-Tabari juga menimba ilmu dari Al-Musanna bin Ibrahim Al-Ibili khusus di bidang hadis. Di Basrah al-Tabari berguru kepada Muhammad bin ‘Abd al-A’la al-San’ani (w. 245/859), Muhammad bin Musa Al-Harasi (w. 248/862), dan Abu al-As’as Ahmad bin al-Miqdam (w. 253/867), di samping kepada Abu al-Jawza’ Ahmad bin Usman (w. 246/860).

Khusus dalam bidang tafsir, Al-Tabari berguru kepada Humaid bin Mas’adah dan Bisyr bin Mu’az Al-‘Aqadi (w. Akhir 245/859-860) setelah sebelumnya juga banyak meyerap pengetahuan tentang tafsir dari Hannad bin Al-Sari (w. 243/857).

Sejumlah karya ditorehkan Al-Tabari sebelum wafat pada Senin 27 Syawal 310 H di Baghdad. Dalam bidang hukum ia menulis Adab Al-Manasik, Al-Adar Fi Al-Usul, Ikhtilaf, Khafif, Latif Al-Qaul Fi Ahkam Syara‘i’ Al-Islam. Dalam bidang hadis ‘Ibarah Al-Ra’yu, Al-Musnad Al-Mujarrad. Dalam bidang teologi Dalalah, Fada’il Ali bin Abi Talib, Radd ‘Ala zi al-Asfar, Al-Radd ‘Ala al-Harqusiyyah, Sarih, Tabsyir. Dalam bidang Al-Qur’an, Fasl Bayan Fi al-Qira’at serta dalam bidang sejarah Zayyil al-Muzayyil, Tazhib al-Asar, dan karya monumentalnya Tarikh Al-Umam Wa Al-Mulk.

Al-Tabari dipandang sebagai tokoh penting dalam jajaran mufasir klasik lewat karya monumentalnya Jami’ al-Bayan ‘An Ta’wil ‘Ay Al-Qur’an. Ia menulis tafsirnya pada paruh abad ke 3 H. Sampai pada tahun 2010 tafsir Al-Quran karya al-Tabari telah diterbitkan setidaknya dengan dua nama, pertama adalah Jami’al-Bayan An Ta’wil  ‘Ay Al-Qur’an dan kedua, Jami’ Al-Bayan Fi Tafsir Al-Qur’an.

Dar Al-Ma’rifah, Beirut, menerbitkan tafsir karya Al-Tabari pada tahun 1972 dengan nama Jami’ Al-Bayan Fi Tafsir Al-Qur’an. Dar Al-Fikr, Beirut, menerbitkan tafsir karya al-Tabari pada tahun 1978, 1988, dan 1995,. Di tahun pertama tafsir karya al-Tabari  terbit dengan nama Tafsir Al-Tabari Wa Huwa Kitab Jami’ Al-Bayan Fi Tafsir Al-Qur’an, pada tahun kedua terbit dengan nama Jami’ Al-Bayan Fi Tafsir Al-Qur’an, sementara pada tahun ketiga terbit dengan nama Jami’ Al-Bayan An Ta’wil ‘Ay Al-Qur’an.

Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, Beirut, menerbitkan tafsir karya al-Tabari dengan nama Tafsir al-Tabari  Al-Musamma Jami’ Al-Bayan Fi Ta’wil Al-Qur’an pada tahun 1992. Nama yang sama juga digunakan penerbit Dar Al-Hadith, Kairo, ketika menerbitkan tafsir karya Al-Tabari pada tahun 2010.

Dalam Tarikh Al-Umam Wa Al-Mulk yang diterbitkan oleh Maktabah Al-Husainiyah sebagaimana dikutip oleh Rasihun Anwar, al-Tabari  menamai kitab tafsirnya dengan Jami’ Al-Bayan An Ta’wil ‘Ay Al-Qur’an. Senada dengan  nama tersebut, dalam Tarikh Al-Tabari: Tarikh Al-Umam Wa Al-Mulk  yang diterbitkan Dar al-Sadr pada bagian muqaddimah kitab, disebutkan bahwa nama tafsir karya al-Tabari adalah Jami’ Al-Bayan An Ta’wil ‘Ay Al-Qur’an.

Menurut Muhammad Yusuf beberapa aspek terkait karakteritik penafsiran Al-Tabari adalah pertama, dari sisi linguistik, Al-Tabari sangat memperhatikan penggunaan bahasa Arab sebagai pegangan dengan bertumpu pada syair-syair Arab kuno dalam menjelaskan makna kosa kata, acuh terhadap aliran-aliran ilmu gramatikal bahasa (nahwu), dan penggunaan bahasa Arab yang telah dikenal secara luas dikalangan masyarakat.

Kedua, riwayat tafsir. Al-Tabari hampir menghiasi seluruh kitabnya tersebut dengan berbagai riwayat tafsir yang ia dapatkan. Baik, riwayat yang sampai kepada Rasul Saw. Sahabat, maupun Tabi’in lengkap dengan jalur sanadnya. Ketiga, menempuh jalan istinbat ketika menghadapi sebagian kasus hukum dan pemberian isyarat terhadap kata-kata yang samar I’rab-nya.

Keempat, variasi bacaan atau qira’ah. Al-Tabari memaparkan qira’ah secara variatif, dan dianalisis dengan cara dihubungkan dengan makna yang berbeda-beda, kemudian menjatuhkan pilihan pada satu qira’ah tertentu yang ia anggap paling kuat dan tepat. Sementara ketika ia berhadapan dengan persoalan kalam, tampak kecenderungan bahwa Al-Tabari adalah salah seoarang pengikut Ahlu Sunnah Wa Al-Jama’ah.

Al-Tabari banyak memberikan inspirasi baru bagi mufasir sesudahnya. Tafsirnya memiliki karakteristik tersendiri dibanding dengan tafsir-tafsir lainnya. Ia memuat analisis bahasa yang sarat dengan syair dan prosa Arab kuno, variant bacaan, perdebatan isu-isu bidang kalam, dan diskusi seputar kasus-kasus hukum sebagaimana dikatakan Mihammad Yusuf tanpa harus melakukan klaim kebenaran subjektifnya.

Al-Tabari  merupakan seorang mufasir yang mewarisi narasi penafsiran mufasir sebelumnya. Tafsirnya dipenuhi dengan pendapat-pendapat para pendahulunya. Muhammad Ali al-Sabuni berpendapat bahwa tafsir al-Tabari termasuk tafsir bi al-ma’sur yang paling agung, paling benar dan paling banyak mencakup pendapat sahabat dan tabi’in serta dianggap sebagai pedoman pertama bagi para mufasir.