Naskah-naskah klasik Arab yang masih berbentuk manuskrip memiliki kekayaan yang luar biasa melimpah. Naskah-naskah tersebut terdiri dari berbagai disiplin ilmu yang sangat beragam. Dari sastra, fikih, tafsir, hadis, akidah, dan ilmu-ilmu keislaman lainnya hingga tentang olahraga otak seperti catur.
Dalam bahasa Arab, permainan catur ini dinamakan dengan “Syithranj”. Konon, istilah ini berasal dari bahasa Sanskerta. Hal ini mungkin berdasarkan sejumlah sumber sejarah yang menyatakan bahwa permainan itu ditemukan di India, artinya dalam bahasa Sanskerta: empat anggota tentara.
Al-Mas’udi (w. 956 M) dalam catatan laporan perjalanannya berjudul Muruj Dzahab, menyebut istilah Syitranj saat menjelaskan tentang Raja Balhit. Ia menulis:
“…kemudian Raja Balhit, dalam kesehariannya ia menghabiskan waktu untuk bermain Syithranj dan bermain dadu….”
H.J.R. Murray (1913: 183) dalam penelitian disertasinya berjudul “A History of Chess” mengulas sejarah permainan catur di berbagai belahan dunia. Tak terkecuali di Arab dan dunia Islam pada umumnya. Ia menulis:
The beginnings of the vast literature of chess are to be found in the Golden Age of Arabic, the first two centuries of the ‘Abbasid caliphate, that short period during which alone Islam has shown any powers of original thougth and discovery. In b. Ishaq an-Nadim’s great bibliographical work, the K. al-fihrist, compiled 377/988, we find a section devoted to the authors of books on chess.
Dengan mengutip Fihrist karya Ibn Nadhim, menurut Murray, sekurangnya ada lima penulis Arab yang memiliki karya tentang catur dan juga dinilai memiliki kemahiran dalam memainkannya. Yaitu:
- Al-Adli (tidak diketahui nama lengkapnya), menulis buku berjudul Kitab Ash-Shitranj.
- Ar-Razi (tidak diketahui nama lengkapnya), ia adalah lawan main catur tangguh bagi al-‘Adli. Keduanya sering bermain bersama sebelum era al-Mutawakkil. Ia menulis dua karya; pertama berjudul Latif fish-Shatranj (keindahan permainan catur) dan kitab ash-shathranj adalah judul karya keduanya.
- As-Suli, Abu Bakr Muhammad bin Yahya, ia dikenal piawai dalam memainkan catur sekaligus menulis dua buku tentang catur dengan judul yang sama; kitab as-shatranj.
- Al-Lajlaj, Abul Faraj Muhammad bin Ubaidillah (w. 360 M/ 970 H). Ia dikenal sebagai grandmaster di zamannya, ia menulis buku berjudul Kitab Mansubat Ash-Shathranj.
- Al-iqlidisi, Abu Ishaq Ibrahim bin Muhammad Salih. Dia diperhitungkan di antara para pemain catur yang brilian, dan menulis Kitab Majmu ‘fi Mansubat ash-Shatranj.
Kelima karya yang diidentifikasi oleh Ibn Nadhim ini tidak diketahui apakah sudah disunting dan diterbitkan secara luas atau tidak. Meski demikian, ada dua karya klasik tentang catur yang manuskripnya berhasil disunting dan dipublikasikan.
Pada tahun 2012 yang lalu diinformasikan bahwa dua manuskrip klasik yang mengulas tentang catur telah diterbitkan oleh penerbit Muassasah Al-Arabiyyah lid-Dirasat wa an-Nasyr. Dua kitab tersebut berjudul Unmudzaj al-Qital fi Naql al-‘Iwal karya Syaikh Syihabuddin Ahmad bin Yahya at-Tilmisani (w. 1375 M) dan Nuzhat Arbab al-‘Uqul fis-Syathranji al-Manqul karya Abu Zakariyya Yahya bin Ibrahim al-Hakim (w.?). Dua manuskrip ini disunting oleh Dr. Mu’jab Al-‘Adwani.
Menurut penyuntingnya, sebagaimana dituturkan dalam pengantar kitab Unmudzaj al-Qital fi Naql al-‘Iwal, sejak tahun 2001 ia diundang dalam sejumlah konferensi tentang sastra dimana ia diberikan pilihan untuk memilih tema yang akan diulasnya sendiri. Kemudian ia memilih untuk membicarakan tentang catur yang menurutnya memiliki sejarah yang unik sekaligus memiliki keterkaitan dengan sastra. Utamanya memiliki hubungan dengan kasidah-kasidah Arab klasik. Dari sini ia mulai memikirkan untuk membuat proyek menyunting manuskrip tentang catur. Kemudian ia mengunjungi Perpustakaan John Rylands di Universitas Manchester Inggris untuk menelusuri manuskrip-manuskrip Arab yang ada di perpustakaan tersebut. Sebuah informasi awal yang ia temukan adalah salah satu kajian yang muncul secara berkala pada tahun 1932 M, yang menginformasikan dua buah manuskrip utuh (yang kemudian disuntingnya) dan satu potongan naskah tentang catur di perpustakaan. “Informasi ini membuat saya untuk bergegas cepat ke perpustakaan bagian manuskrip agar segera bisa melihatnya” tutur Mujab.
Tentang karya yang kedua ia menuturkan:
“Permainan catur memiliki konteks budaya dalam warisan Arab kita yang mencakup cerita, puisi, dan sejarah. Permainan itu memiliki keterkaitan dengan banyak teks yang pantas untuk diteliti dan ditinjau ulang, seperti berurusan dengan teks catur sebagai teks kedua, juga catur dapat dilihat sebagai Permainan yang berkaitan dengan sastra .. Hal inilah yang mengarahkan kita untuk berinisiatif membincang tentang catur dan urgensinya, di samping tema ini juga dilihat oleh sebagian sarjana sebagai sebuah permainan sia-sia, yang kemungkinan besarnya mereka sendiri tidak tahu bahwa para penulis sastra dan ahli fikih seperti Ibnu Abu Hajlah telah menulis karya ini selama berabad-abad yang lalu dan tidak merasa ragu. Mungkin pendekatan yang digunakan mereka (Ibnu Abu Hajlah) berasal dari upaya untuk membaca permainan sebagai teks dengan konteks budaya.”
Demikian sekilas uraian tentang sejumlah sarjana Islam klasik yang memiliki kepiawaian dalam memainkan catur sekaligus menulis karya tentang permainan yang oleh sebagian ulama fikih diharamkan secara mutlak ini. Sebagai informasi tambahan, Ibnu Arabi juga konon memiliki karya berjudul Syithranjul ‘Arifin (caturnya orang-orang arif, baca: sufi). Namun, setelah membaca beberapa bagiannya, sepertinya maksud Syithranj di sini kurang tepat dimaknai catur, melainkan sejenis “ular tangga”.