Dalam beberapa pekan terakhir, publik politik di Amerika Serikat ramai dengan kontroversi pernyataan Ilhan Omar. Seorang politisi muda, muslimah kulit hitam, yang berani bersuara lantang menguliti kebijakan Presiden Trump, serta mempertanyakan manuver Israel serta lobi-lobi Yahudi. Di balik beragam identitas minoritasnya, Ilhan Omar menghadirkan perspektif baru tentang diskursus antisemitisme sekaligus islamophobia di Negeri Paman Sam.
Apa yang membikin publik Amerika Serikat membincang Ilhan Omar? Keributan apa yang ia perbuat, ucapan apa yang membuat dirinya dihujani kritik bertubi-tubi?
Ilhan Abdullahi Omar, nama yang disandang perempuan ini sejak lahir pada 4 Oktober 1981 di Moghadisu, Somalia. Ia memiliki kisah panjang sebagai minoritas muslim kulit hitam di negeri Amerika Serikat. Terlihat dari gaya bicara dan penampilannya, ia melewati proses yang keras dan berat dalam masa tumbuhnya, untuk terus belajar dan tampil di level politik Amerika.
Karir politik Omar berangkat dari Minnesota, ketika ia terpilih menjadi anggota dari House of Representatives pada 2016. Selang dua tahun kemudian, pada 2018, Omar terpilih sebagai anggota parlemen Amerika Serikat.
Moncernya karir politik Ilhan Omar, mencuatkan dirinya dalam beberapa rekor sejarah: perempuan muslim imigran kulit hitam dari Somalia yang sukses menembus politik Amerika. Kini, bersama Rashida Tlaib, keduanya merempuan perempuan muslim yang menjadi anggota Kongres di negeri pimpinan Trump.
Lalu, apa yang membuat Ilhan Omar menjadi kontroversial, sekaligus menarik dikaji? Tentu saja, pernyataan dan kritik-kritiknya yang tajam, yang selama ini jarang terdengar di ruang politik Amerika Serikat. Ia dengan tegas mempertanyakan beberapa kebijakan Presiden Trump, yang dianggap tidak bermanfaat untuk kepentingan Amerika Serikat.
Ilhan Omar mencecar kebijakan presiden Trump terkait dengan penugasan Duta Besar AS untuk Venezuela, juga kebijakan terkait larangan perjalanan (travel ban). Omar juga fokus mengadvokasi masalah-masalah standar hidup, perumahan rakyat, hingga persoalan bantuan pendidikan untuk warga.
Namun, yang membuatnya mendapat hujaman kritik yakni pernyataannya yang mempertanyakan pengaruh lobi-lobi Israel atas politik Amerika, terutama peran AIPAC (the American Israel Public Affairs Committee). Ia juga mengkritik tajam atas kebijakan Israel terhadap Palestina, yang dianggapnya melanggar batas hak asasi manusia dan nilai-nilai kemanusiaan.
Kontan saja, pernyataan Omar langsung dibalas kritik oleh kelompok Republikan. Beberapa politisi sayap Republikan mendorong agar Ilhan Omar dihukum oleh Partai Demokrat. Belum lagi, ancaman dan teror pembunuhan yang hampir setiap hari diterimanya.
Ilhan Omar meniti jalan sunyi, ia dihujani sumpah serapah, nyawanya terancam. Namun, ia pribadi yang tegar, ia muslimah yang kuat. Di balik tudung kerudungnya, Ilhan Omar berpikir cerdas, menampilkan gaya yang smart, serta terus melaju mempertahankan argumentasinya.
“I want to talk about the political influence in this country that says it is OK to push for allegiance to a foreign country… I want to ask, why is it OK for me to talk about the influence of the NRA, of fossil-fuel industries, or big pharma, and not talk about a powerful lobby that is influencing policy [Saya ingin berbicara tentang pengaruh politik di negeri ini, yang mengatakan OK untuk mendorong kesetiaan kepada negeri lain… Saya ingin bertanya, mengapa OK untu saya, berbincang tentang pengaruh NRA, terhadap industri bahan bakar fosil, atau industri obat yang besar, dan tidak berbincag tentang lobi kuat yang mempengaruhi kebijakan ini..], ” ungkap Omar.
Ilhan Omar tidak secara eksplisit menyebutkan bahwa ‘political influence’, sebagai bentuk nyata dari lobi-lobi politik Israel di Amerika. Namun, pernyataannya ini langsung mendapat hujan kritik dari kelompok yang merasa terusik. Ilhan Omar didakwa menyatakan ungkapan anti-semitik di ruang publik Amerika.
Sementara, kritikan tajam kepada Omar terjadi di kawasan West Virginia, dengan beredarnya selebaran yang mengaitkan peristiwa 9/11 dengan Ilhan Omar. Jelas saja, ini bentuk dari serangan bernuansa kebencian terhadap Islam, yang mengada-ada.
Pada tahun 2012, Omar mencuit di akun twitternya: “Israel has hypnotize the world, may Allah awaken the people and help them see the evil doings of Israel.” Dari cuitan ini, Omar mendapat serangan kritik bertubi, dan selanjutnya ia meminta maaf kepada komunitas Yahudi, jika ada yang tersinggung dengan ucapannya.
“I heard form Jewish orgs. That my use of the word ‘hypnotize’ and the ugly sentiment it holds was offensive. I spent… little energy [in] disavowing the anti-Semitic trope I unknowingly used, which is unfortunate and offensive,” demikian jelas Omar, sebagaimana dilansir Vox.com (6 Maret 2019).
Nancy Pelosi, petinggi Partai Demokrat mengungkapkan bahwa Ilhan Omar sebaiknya meminta maaf atas komentar yang menyakitkan. Namun, Nancy Pelosi mengajak Omar untuk bersama-sama mencari solusi bersama terhadap isu-isu anti-semitisme dan Islamophobia pada masa depan.
Di tengah kontroversi Omar, politisi Partai Demokrat menjadikan momen ini sebagai pijakan untuk membuat langkah-langkah baru melawan kebencian terhadap kelompok Yahudi dan Islam, sebagaimana terjadi di Amerika Serikat dan belahan dunia lainnya.[]