Begini Ibadah Mahdhoh dan Ghoiru Mahdhoh

Begini Ibadah Mahdhoh dan Ghoiru Mahdhoh

Apakah kerja bukan sebuah ibadah? Begini perbedaan ibadah mahdhoh dan ghoiru mahdhoh

Begini Ibadah Mahdhoh dan Ghoiru Mahdhoh

Barangkali di antara para pembaca di situs islami.co pernah bertanya dalam lubuk hati terdalam, apa arti hidup dan untuk apa kehidupan ini? Bagi anda yang beragama Islam pasti sudah tahu bahwa manusia diciptakan hanya untuk beribadah kepada Allah semata.

Lalu bagaimana cara kita beribadah kepada Allah, apakah beribadah itu hanya sholat, zakat dan ibadah-ibadah lain yang biasa diterangkan dalam kitab-kitab fiqh semata, apakah kerja bukan sebuah ibadah? Atau membuat sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain atau bahkan menciptakan teknologi yang bermanfaat bagi banyak orang dan membuat kehidupan menjadi lebih baik bukan sebuah ibadah?

Arti Ibadah

Ibadah  secara etimologi berarti tunduk seraya merendahkan diri. Secara terminologi ibadah dapat diartikan dapat 3 definisi berikut:

  1. Ibadah ialah taat kepada Allah  dengan melaksanakan perintah-perintah-Nya yang ditetapkan melalui para Rasul-Nya,
  2. Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah disertai dengan rasa mahabbah (cinta) kepada Allah.
  3. Ibadah ialah segala sesuatu yang dicintai dan diridhai Allah, baik berupa gerak hati, ucapan atau perbuatan, yang dzahir maupun bathin.

Dalam sebuah hadis dikisahkan bahwa, apabila hati kita tergerak untuk melakukan kebaikan karena Allah padahal kita tidak jadi melakukannya, Allah sudah memberi pahala satu pahala bagi kita, apalagi kalau niat baik itu kita kerjakan. Jadi seluruh aktifitas manusia yang diniatkan semata-mata untuk mencari ridha Allah SWT adalah ibadah.

Ibadah dapat dilakukan dengan hati (Qolbiyah), lisan dan perbutan/perilaku kita. Ibadah dengan hati seperti berniat melakukan kebaikan, tawakkal, ikhlas, khouf (takut melanggar larangan Allah), roja’ (berharap hanya kepada Allah), dan mahabbah (cinta) kepada Allah. Ibadah dengan lisan seperti dzikir dengan membaca kalimah thoyyibah. Ibadah dengan perilaku seperti bekerja, menolong orang lain, membuat sesuatu yang bermanfaat, dan juga ibadah-ibadah mahdhoh seperti puasa, sholat, zakat dan haji yang merupakan gabungan dari badah secara qolbu, lisan dan perbuatan.

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. Aku tidak menghendaki rizki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah, Dia-lah Maha Pemberi rizki yang mempunyai kekuatan lagi Sangat Kokoh.” (QS. Adz-Dzariyat: 56-58)

Adapun hakekat ibadah yaitu:

1.  Ibadah adalah tujuan hidup kita.

2.   Hakikat ibadah itu adalah melaksanakan apa yang Allah cintai dan ridhai dengan penuh ketundukan dan kerendahan diri kepadaNya.

3.  Ibadah akan terwujud dengan cara melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya

4.  Cinta, maksudnya cinta kepada Allah dan Rasul-Nya yang  mengandung makna mendahulukan kehendak Allah dan Rasul-Nya atas yang lainnya. Adapun tanda-tandanya: mengikuti sunah Rasulullah saw.

5.  Jihad di jalan Allah (berusaha sekuat tenaga untuk meraih segalasesuatu yang dicintai Allah).

6.     Takut, maksudnya tidak merasakan sedikitpun ketakutan kepada segala bentuk dan jenis makhluk melebihi ketakutannya kepada Allah SWT.

Dengan demikian orang yang benar-benar mengerti kehidupan adalah yang mengisi waktunya dengan berbagai macam bentuk ketaatan; baik dengan melaksanakan perintah maupun menjauhi larangan. Sebab dengan cara itulah tujuan hidupnya akan terwujud.

IBADAH MAHDHAH & GHAIRU MAHDHAH

Ditinjau dari jenisnya, ibadah dalam Islam terbagi menjadi dua jenis, dengan bentuk dan sifat yang berbeda antara satu dengan lainnya;

1. ‘Ibadah Mahdhah, (ibadah Khas) artinya  penghambaan yang murni hanya merupakan hubungan antara hamba dengan Allah secara langsung. ‘Ibadah bentuk ini  memiliki 4 prinsip:

  1. Keberadaannya harus berdasarkan adanya dalil perintah, baik dari al-Quran maupun al- Sunnah al-Maqbulah, jadi merupakan otoritas wahyu, tidak boleh ditetapkan oleh akal atau logika keberadaannya.
  2. Tatacaranya harus berpola kepada contoh Rasul saw. Salah satu tujuan diutus rasul oleh Allah adalah untuk memberi contoh:

Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul kecuali untuk ditaati dengan izin Allah…(QS. 4: 64).
Dan apa saja yang dibawakan Rasul kepada kamu maka ambillah, dan apa yang dilarang, maka tinggalkanlah…( QS. 59: 7).

Shalat dan haji adalah ibadah mahdhah, maka tata caranya, Nabi bersabda: Shalatlah kamu seperti kamu melihat aku shalat. Ambillah dari padaku tata cara haji kamu

Jika melakukan ibadah bentuk ini tanpa dalil perintah atau tidak sesuai dengan praktek Rasul saw., maka dikategorikan “Muhdatsatul umur” perkara meng-ada-ada, yang populer disebut bid’ah:  Sabda Nabi saw.:

Salah satu penyebab hancurnya agama-agama yang dibawa sebelum Muhammad saw. adalah karena kebanyakan kaumnya menyalahi perintah Rasul-rasul mereka:

  1. Bersifat supra rasional (di atas jangkauan akal), artinya ibadah bentuk ini bukan ukuran logika, karena bukan wilayah akal, melainkan wilayah wahyu, akal hanya berfungsi memahami rahasia dibaliknya yang disebut hikmah’. Shalat, adzan, tilawatul Quran, dan ibadah mahdhah lainnya, keabsahannnya bukan ditentukan oleh mengerti atau tidak, melainkan ditentukan apakah sesuai dengan ketentuan atau tidak. Atas dasar ini, maka ditetapkan oleh syarat dan rukun yang ketat.
  2. Azasnya “taat”, yang dituntut dalam melaksanakan ibadah ini adalah kepatuhan atau ketaatan. Maka wajib meyakini bahwa apa yang diperintahkan Allah kepadanya, semata-mata untuk kepentingan dan kebahagiaan, bukan untuk Allah, dan salah satu misi utama diutus Rasul adalah untuk dipatuhi:  Jenis ibadah yang termasuk mahdhah, adalah : Wudhu, Tayammum, Mandi hadats, Adzan, Iqamat, Shalat, Membaca al-Quran, I’tikaf, Puasa, Haji dan Umrah,  Mengurus Janazah

 

2. Ibadah Ghairu Mahdhah, (ibadah ‘Am) (tidak murni semata hubungan dengan Allah)  yaitu ibadah yang di samping sebagai hubungan  hamba dengan Allah juga merupakan hubungan atau interaksi antara hamba dengan makhluk lainnya.  Prinsip-prinsip dalam ibadah ini, ada 4:

  1. Keberadaannya didasarkan atas tidak adanya dalil yang melarang. Selama Allah dan Rasul-Nya tidak melarang maka ibadah bentuk ini boleh diselenggarakan.
    b. Tatalaksananya tidak perlu berpola kepada contoh Rasul, karenanya dalam ibadah bentuk umum ini tidak dikenal istilah “bid’ah”.
  2. Bersifat rasional,  ibadah bentuk ini baik-buruknya, atau untung-ruginya, manfaat atau madharatnya, dapat ditentukan oleh akal atau logika.  Sehingga jika menurut logika sehat, buruk, merugikan, dan madharat, maka tidak boleh dilaksanakan.
  3. Azasnya “Manfaat”, selama itu bermanfaat, maka selama itu boleh dilakukan.