Pada saat Allah ingin menciptkan manusia sebagai khalifah di bumi, terjadilah dialog antara Allah SWT dan malaikat, sebagai mana terekam dalam al-Quran Allah berfirman kepada para malaikat: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”.
Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui” (QS al-Baqarah:30).
Mendengar firman Allah tersebut para malaikat bersujud, mereka takut akan murka Allah SWT dalam sujudnya sambil menangis dan memohon ampun dari murka-Nya. Kemudian mereka tawaf, mengelilingi ‘arsy (singgasana) dalam rentan waktu yang cukup lama, setelah Allah melihat kegiatan malaikat tersebut kemudian Dia menciptakna Baitul Makmur tepat berada di bawah ‘arsy. Perlu diketahui bahwa ternyata tidak hanya ada satu Kakbah di alam semesta ini.
Berdasarkan Al-Quran dan Hadis, ada dua Ka’bah yang dipercaya menjadi rumah Allah. Selain Ka’bah yang dibangun di Mekah, ada satu lagi Kakbah yang menjadi arah kiblat penduduk langit. Ka’bah di langit tersebut bernama Baitul Makmur dan terletak di langit ketujuh.
Layaknya Ka’bah di dunia, Baitul Makmur juga dikelilingi oleh malaikat setiap hari untuk melakukan tawaf. Berdasarkan hadis Nabi, letak Kakbah di langit ini sejajar dengan Kakbah yang berada di bumi. Sebagaimana penduduk bumi memakmurkan Kakbah dan menjadikanya sebagai kiblat, penduduk langit juga memakmurkan Baitul Makmur.
Nabi Muhammad SAW melihat langsung Baitul Makmur ketika melaksanakan Isra Mikraj untuk menjemput perintah shalat. Sesampainya di langit ketujuh, Nabi bersama Malaikat Jibril disambut oleh Nabi Ibrahim As. Ketika itu sang Rasulullah melihat Baitul Makmur yang dikelilingi ribuan malaikat. Kisah ini diceritakan oleh Nabi dalam hadisnya:
“Lalu aku melihat Baitul Makmur. Akupun bertanya kepada Jibril. Ia menjawab:“Ini adalah Baitul Makmur, setiap hari tempat ini dikunjungi oleh 70.000 Malaikat untuk melakukan shalat di sana. Setelah mereka keluar, mereka tidak akan kembali lagi ke tempat ini” (HR Bukhari dan Muslim).
Meski demikian, tidak ada yang dapat mengetahui jumlah malaikat secara pasti kecuali hanya Allah sendiri, sebagaimana firman-Nya:
“Dan tidak ada yang mengetahui bala tentara Tuhanmu, kecuali Dia sendiri” (QS al-Muddatstsir: 31).
Setelah itu, Allah mengutus para malaikatnya ke bumi untuk membangun sebuah rumah yang sama seperti Baitul Makmur. Lalu Allah memerintahkan kepada malaikat yang ada di bumi dan makhluk lainnya untuk tawaf di rumah tersebut sebagaimana penghuni langit yang tawaf di Baitul Makmur. Demikianlan Allah menciptakan Baitul Makmur sebagai tempat beribadah para penghuni langit, dan Kakbah di bumi sebagai tempat bertobat dan beribadah para penghuni bumi.
Setelah sekian lama Nabi Adam As tinggal di bumi dengan senantiasa berharap turunnya rahmat dan ampunan Allah, pada suatu hari Nabi Adam mendapat perintah dari Allah untuk menunaikan ibadah haji ke tanah suci, Mekah. Dalam kitab Mar’at al-Mafatih dijelaskan, Nabi Adam berangkat dari tempat tinggalnya yaitu Hindia berjalan ke arah barat melalui Syam selama empat puluh tahun, hingga sampailah di Bakkah dan melaksanakan tawaf bersama malaikat yang sudah lebih dari 2.000 tahun melaksanakan thawaf (mengelilingi Ka’bah).
Nabi Adam As kemudian mengikuti apa yang dilakukan malaikat dan Nabi Adam lah manusia pertama kali yang menunaikan ibadah haji. Kakbah awalnya telah dibangun oleh malaikat, kemudian Nabi Adam As diperintahkan kembali untuk membangun Kakbah. Sebagaimana firman Allah Swt.
“Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk tempat ibadah manusia ialah Baitullah di Bakkah (Mekkah), yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi manusia” (QS Ali Imran: 96).
Ketika Nabi Adam As sedang asyik bertawaf di Baitullah dan sampai ke Multzam, malaikat jibril berkata kepadanya, “Wahai Nabi Allah Adam, akuilah semua dosamu ditempat ini kepada Tuhanmu”.
Berhentilah Adam, lalu berkata, “Wahai Tuhanku, sesungguhnya setiap makhluk yang beramal shalih mendapat ganjaran. Sungguh aku telah beramal, apakah ganjaranku?”
Allah SWT mewahyukan kepadanya, “Aku ampuni engkau atas dosa-dosamu.” Nabi Adam As berkata, “Wahai Tuhanku, juga untuk anak-cucu keturunaku?” Allah SWT mewahyukan kepadanya, “Wahai Adam, siapa saja di antara keturunanmu yang datang ke tempat ini mengakui dosa-dosanya, bertobat sebagaimana engkau bertobat, dan memohon ampun, niscaya Aku ampuni.”
Begitulah dialog Nabi Adam As dengan Allah SWT sehingg menjadi harapan besar bagi setiap cucu keturunannya untuk dapat berkunjung ke Baitullah sembari memohon ampun pada-Nya. []
Alfauzi Abdullah adalah Mahasiswa Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Peneliti el-Bukhari Institute