Hypebeast dan Religiusitas Kita Hari Ini

Hypebeast dan Religiusitas Kita Hari Ini

Hypebeast dan Religiusitas Kita Hari Ini

Kamus daring Urban Dictionary memberikan dua makna pada kata “Hypebeast”. Makna pertama mengacu pada anak muda yang mengoleksi pakaian, sepatu, dan aksesori demi terlihat keren di depan publik. Makna kedua mengacu pada mereka yang terobsesi (beast) dengan segala sesuatu yang bersifat kekinian (hype), khususnya untuk soalan pakaian.

Kaum hypebeast terobsesi untuk bukan hanya update dengan apapun yang bersifat kekinian, namun juga memastikan harus memiliki atau merasakannya. Contohnya adalah sepatu sneakers. Mereka selalu memantau keluaran terbaru dari berbagai merk yang memiliki label “limited edition” mulai dari Yeezy hingga seri Jordan yang harganya gila-gilaan. Semakin unik maka semakin mahal, sampai-sampai ada sepatu seri Jordan yang logonya terbalik, dihargai hingga lebih dari 2 Miliar.

Bukan hanya melulu soal fashion, kaum hypebeast pun memburu hal-hal lainnya seperti obsesi untuk merasakan steak Salt Bae, ngopi di tempat yang sedang hits, piknik di lokasi unik yang instagramable, dan semua tetek bengek lainnya yang terlanjur dianggap “kekinian”. Tentu saja, semuanya pasti mahal.

Di zaman media sosial ini, rasanya percuma merasakan sesuatu tanpa dipostingkan. Begitupun juga dengan mereka kaum hypebeast ini sangat terobsesi dengan likes ataupun pujian di kolom komentar postingan soal OOTD (outfit of The day) mereka. Agar eksistensinya semakin diakui, pertanyaan yang paling jamak untuk ditanyakan ke mereka ialah: “Berapa sih harga outfit lo?”. Seorang youtuber bernama Yoshiolo adalah satu di antara yang sering membuat video tentang hal tersebut.

Lantas apa hubungannya hypebeast dengan religiusitas kita hari ini? Sepertinya ada pola yang sama antara kehidupan kaum hypebeast dengan kesalehan kita hari ini. Bukankah kita selama ini begitu terobsesi untuk mengunjungi Mekkah baik lewat jalan umrah maupun haji dan tak lupa untuk selfie dengan latar Kakbah? Buat apa coba? Ya buat diposting di media sosial dan mengharap likes serta komentar.

Soal fashion pun rasanya sama saja. Betapa terkepungnya muslimah hari ini dengan tawaran kerudung, hijab maupun gamis terbaru keluaran merk terkenal? (maaf saya tak kuasa menyebutkan merknya. Takut dipersekusi). Soal harga? Saya bisa pastikan harga selembar kerudung nge-hits saat ini bisa membuat jiwa missqueen kita betul-betul memberontak.

Bukan berarti antara hypebeast dan religiusitas ini tidak bisa berjalan beriringan. Bahkan sangat bisa. Iringan tersebut bisa kita lihat dari postingan seseorang yang sebetulnya di dalam hati kecil yang mempoisting atau yang melihat tahu belaka bahwa itu adalah pamer. Namun kemudian tuduhan bahwa itu adalah pamer bisa dengan seketika runtuh. Caranya? Cukup dengan menuliskan caption semisal: ‘Alhamdulillah ‘ala kulli haal”.

Berbicara soal religiusitas nampaknya tak afdhol jika tak dibarengi dengan menyinggung soal etika. Pantaskah? Benarkah? Atau salahkah. Namun kali ini, penulis akan menghindari hal tersebut. Karena batas antara pamer (riya) dengan tahaddus bin ni’mah (membicarakan nikmat Allah) sungguh amat sangat tipis setipis rambut dibelah tujuh.