Saat ini kita dapat menikmati kemudahan bertransaksi dengan menggunakan berbagai fitur yang sudah banyak bertebaran di berbagai aplikasi yang tersedia. Salah satu aplikasi yang cukup ramai digunakan oleh masyarakat adalah aplikasi Go-Jek.
Dalam aplikasi ini, kita dapat menikmati berbagai kemudahan mulai dalam ranah transportasi, makanan, kirim barang dan berbagai fitur lainnya.
Salah satu yang membuat masyarakat senang dan cocok dengan menggunakan aplikasi ini adalah dikarenakan di dalamnya terdapat fitur Go-Pay, yakni salah satu opsi pembayaran jasa dalam Go-Jek dengan sistem online. Dengan membayar via Go-Pay ini, konsumen akan mendapatkan potongan-potongan harga yang tidak mereka dapatkan ketika membayar secara cash.
Tempo hari ramai diberitakan bahwa menggunakan fitur Go-Pay dalam Go-Jek termasuk kategori riba dengan alasan adanya potongan harga dalam Go-Pay yang tidak didapatkan dengan cara pembayaran secara cash.
Menurut mereka, secara kajian fikih penyimpanan uang yang menjadi saldo dalam Go-Pay tergolong akad qard (hutang) pada pihak Go-Jek, sedangkan ketika pihak Go-Jek mengembalikan uang kepada konsumen melalui pemanfaatan jasa dalam aplikasi Go-Jek, harus bernilai sama dengan konsumen lain ketika mereka membayar atas jasa yang digunakan secara cash.
Sedangkan realita yang terjadi, konsumen yang membayar via Go-Pay dengan membayar secara cash nominal pembayaran cenderung berbeda. Benarkah riba ini memang terjadi dalam pembayaran via Go-Pay?
Sebelumnya patut dipahami bahwa transaksi penyimpanan uang dalam Go-Pay memang cenderung lebih pas untuk dikategorikan sebagai akad Qard (hutang). Namun apakah hal ini tergolong Hutang yang menguntungkan sebagian pihak (Qard jarra naf’an) sehingga merupakan Riba?
Dalam aspek inilah perlu pengkajian ulang, sebab Riba Qardlu hanya berlaku jika memang keuntungan pada pihak muqrid (deposit) disyaratkan dalam akad. Sedangkan dalam Go-Pay, secara spesifik tidak ada unsur pensyaratan ini.
Sebab fitur Go-Pay digunakan bukan hanya diproyeksikan untuk mendapatkan potongan harga saja, tapi juga agar memudahkan konsumen dalam hal pembayaran yang relatif lebih mudah via online daripada cash.
Tidak adanya syarat ini juga dapat kita lihat jika konsumen ingin mencairkan kembali dana yang sudah di depositkan, tidak ada penambahan nominal dana yang dicairkan dari pihak Go-Jek kepada konsumen. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada riba dalam pembayaran via Go-Pay.
Lebih jauh lagi, jika kita meninjau dalam ranah Maqashidus Syariah (Tujuan Syariah) haramnya riba qard ini dikarenakan adanya penindasan berupa keuntungan sepihak dari pihak penghutang kepada penerima hutang.
Dalam konteks ini konsumen menindas pihak Go-Jek dengan cara memonopoli keuntungan secara sepihak. Lalu, apakah ada wujud penindasan konsumen kepada pihak Go-Jek dalam penggunaan fitur Go-Pay ini? Jelas tidak ada unsur penindasan ini, bahkan dalam praktek ini, baik konsumen maupun pihak Go-Jek sama-sama merasakaan keuntungan satu sama lain.
Konsumen mendapat keuntungan berupa kemudahan pembayaran dan mendapatkan potongan harga, sedangkan pihak Go-Jek mendapat keuntungan berupa pengelolaan uang deposit dari konsumen dan menumbuhkan sugesti pembelanjaan kepada konsumen secara baik.
Oleh karena itu, adanya pemotongan harga semata-mata hanyalah wujud Tabarru’ (pemberian secara tulus) dari Go-Jek kepada konsumen yang menggunakan fitur Go-Pay. Adanya ketentuan tabarru’ ini tidak lantas diposisikan sebagai syarat sehingga menjadi riba, sebab dalam kaedah fiqh dijelaskan:
العادة الجارية في ناحية هل تنزل منزلة الشرط فيه وجهان الاصح لا
“adat yg berlaku dalam wilayah, apakah diposisikan syarat atau tidak? Terdapat dua pendapat, pendapat paling kuat tidak sebagai syarat”
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa menggunakan fitur Go-Pay dalam aplikasi Go-Jek bukanlah bentuk transaksi riba, sebab sudah memenuhi ketentuan-ketentuan yang terdapat pada akad qard.
Pihak yang memandang bahwa Menggunakan Go-Pay adalah Riba, maka vonis mereka ini adalah vonis yang hanya mempertimbangkan satu aspek kecil dengan melupakan tujuan (maqasid) haramnya riba, serta tidak meninjau aspek lain yang tak kalah penting.
Wallahu a’lam.