Karena kerjaan masih belum beres, serta begitu susahnya mencari tiket pulang kampung dari ibukota, Badri baru bisa mudik di malam hari raya Idul Fitri.
Setelah dikira-kira, ia rupanya baru akan sampai di kampung halaman sekitar jam 9 atau jam 10 pagi esok hari. Ia berpikir, “Wah, shalat Id pasti sudah bubar.” Bagaimana solusi untuk Badri yang tidak mengikuti shalat Id secara berjamaah karena masih dalam perjalanan?
Shalat Id dalam banyak hadis dijelaskan memang dilakukan secara berjamaah. Jarang ditemui keterangan tentang Nabi melakukan shalat Id sendirian. Kendati demikian, dalam Shahih Al-Bukhari dicantumkan satu bab tentang orang yang terlewat dari Shalat Id secara berjamaah, baik karena tidak hadir di masjid, lokasi shalat terlalu jauh, atau sedang dalam perjalanan.
Waktu shalat Id adalah sejak matahari terbit, sampai waktu Zhuhur. Khusus untuk shalat Idul Fitri, dianjurkan untuk diakhirkan sedikit sampai matahari sudah agak tinggi, agar orang-orang yang belum membayar zakat fitrah tidak telat menunaikannya.
Bagaimana jika seseorang terlewat dari shalat Idul Fitri berjamaah? Ulama menyebutkan bahwa shalat Id ini boleh dilakukan di lain waktu baik secara berjamaah atau sendiri, dengan tata cara shalat Id yang lengkap yaitu dua rakaat dengan tujuh takbir di rakaat pertama dan lima takbir di rakaat kedua. Pendapat ini sebagaimana disebutkan Imam an-Nawawi dalam Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab. Ada pula pendapat ulama lain yang menyebutkan boleh dengan shalat dua rakaat saja.
Dalam Fathul Qarib al Mujib, disebutkan bahwa shalat hari raya itu hukumnya sunnah muakkad, dan memang disyariatkan untuk berjamaah. Namun juga boleh dilakukan sendiri, maupun dalam kondisi perjalanan/musafir.
Dengan demikian, shalat Id di perjalanan itu bisa dilakukan. Pelaksanaannya pun dengan cara shalat Id sebagaimana biasa, menimbang kondisi kendaraan yang dinaiki. Jika tidak dapat menghadap kiblat, maka sesuai dengan arah kendaraan. Shalat Id ini bisa dilakukan sambil duduk jika tidak memungkinkan berdiri, dengan ruku’ dan sujud yang disesuaikan.
Atau alternatifnya jika kurang nyaman dilakukan dalam perjalanan, shalat Id bisa dilakukan setiba di tujuan. Jika tak ada jamaah yang diajak, shalat Id bisa dilakukan sendiri.
Beberapa ulama dari kalangan mazhab Syafii, seperti disebutkan oleh Imam an-Nawawi dalam Al Majmu’ Syarh al Muhadzdzab bahwa shalat ‘Id boleh di-qadla’ di waktu lain, jika memang telah terlewat momennya. Qadla’ shalat ‘Id ini boleh dilakukan pada hari yang sama, esok hari, atau sekiranya ada kesempatan di lain waktu. Selagi sempat dianjurkan hendaknya segera dilakukan, meskipun dilakukan sendiri. Wallahu a’lam.