Hukum Rayuan Gombal untuk Istri

Hukum Rayuan Gombal untuk Istri

Materi Rayuan gombal biasanya merupakan ucapan bohong, lalu bagaimana hukumnya?

Hukum Rayuan Gombal untuk Istri
ilustrasi

Ahmad sedang berantem dengan istrinya, ia tidak sengaja lupa kalau harus menjemput istrinya dari tempatnya bekerja. Ahmad lupa bukan karena disengaja, tapi karena ia juga memiliki kerjaan sendiri yang harus ia bereskan.

Namun ternyata, hal itu membuat istrinya ngambek. Ahmad mencari cara agar istrinya kembali sumringah seperti semula dan tidak marah lagi kepadanya. Ahmad mulai melancarkan ‘serangan’ rayuan gombal. Ia datangi istrinya dan melancarkan rayuan gombal.

“Sayang, kamu jangan marah lagi, ya! Kamu kalau marah kopiku jadi pahit banget.”

“Kok, bisa?,” jawab istrinya ingin tahu.

“Iya, manisnya jadi hilang. He..he..,” gombalan Ahmad itu meluluhkan hati istrinya. Istrinya mulai salah tingkah, pipinya merah, “Ah, kamu mas, bisa saja.”

Dalam kisah Ahmad dan istrinya di atas, jelas bahwa Ahmad sedang berbohong, mana bisa kopi jadi pahit karena istrinya marah. Bukankah bohong itu dilarang?

Eits, jangan salah, tidak semua ucapan bohong itu dilarang. Ada kalanya ucapan bohong itu diperbolehkan, salah satunya jika berkaitan dengan urusan suami istri.

Imam an-Nawawi dalam al-Arbain an-Nawawi, mengutip sebuah hadis dari Ummi Kaltsum, yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, menjelaskan bahwa ada beberapa kebohongan yang diperbolehkan, salah satunya jika berkaitan dengan urusan suami istri.

قالت أم كلثوم : ولم أسمعه يرخص في شئ مما يقول الناس إلا في ثلاث : يعني : الحرب ، والإصلاح بين الناس ، وحديث الرجل امرأته والمرأة زوجها “

Ummu Katsum berkata: Aku tidak pernah mendengar Rasul SAW memberi keringanan bagi ucapan (bohong) yang telah diucapkan oleh manusia kecuali dalam tiga hal, yaitu, ketika perang, ketika dalam proses mendamaikan antara sesama manusia, serta perkataan (gombalan) suami kepada istrinya, atau istri kepada suaminya.”

Dari hadis ini bisa disimpulkan bahwa kebohongan yang ada dalam rayuan gombal antara suami dan istri bukan merupakan perbuatan dosa, dan tidak dilarang dalam agama. Namun jika kebohongan itu menyangkut hal-hal yang menyakiti istri, seperti bohong kepada istri bahwa suami telah memiliki istri lain (poligami), maka itu dilarang.

Wallahu A’lam.