Secara hakiki segala yang diam dan bergerak di muka bumi baik daratan maupun lautan memang milik Allah. Kalau secara hakiki ini diterapkan dalam keseharian, kehidupan mendadak chaos karena siapa saja merasa khalifatullah. Namun, secara majazi hak milik Allah bisa dinisbahkan kepada siapa saja agar kehidupan jadi terang dan terus berjalan terutama berkaitan dengan hak pribadi maupun kolektif.
Allah sendiri mengakui adanya antara lain hak milik (haqqul milk) dan hak guna (haqqul intifa’) hamba-Nya. Dengan hak milik dan hak guna ini, segala makhluq bisa bergerak secara fungsional, tidak bebas semaunya. Lalu bagaimana dengan plagiat menurut fiqih?
Kamus besar bahasa Indonesia menyebutkan plagiat sebagai “Pengambilan karangan (pendapat dan lain sebagainya) orang lain dan menjadikannya seolah-olah karangan (pendapat dan lain sebagainya) sendiri, misal menerbitkan karya tulis orang lain atas nama dirinya sendiri; jiplakan.”
Lembaga Fatwa Mesir, Darul Ifta Al-Mishriyyah melansir keterangan berikut melalui websitenya yang diakses pada Kamis, 5 Maret 2015.
Huqûqut ta’lîf wal ikhtirâ awil ibtikâr mashûnatun syar‘an. Wa li ashhâbihâ haqqut tasharruf fîhâ. Lâ yajûzul i‘tidâ’u ‘alaihâ wallâhu a‘lam. Wa binâ’an ‘alâ dzâlika, fa innantihâlal huqûqil fikriyyah wal ‘alâmâtit tijâriyyah al-musajjalah li ashhâbihâ bi thariqatin yufhimu bihal muntahilun nâsa annahal ‘alâmatul ashliyyah hua amrun muharramun syar‘an, yadkhulu fî bâbil kidzbi, wal ghisysyi, wat tadlîs. Wa fîhi tadlyî‘un lihuqûqin nâs wa aklun li amwâlihim bil bâthil.
Artinya, “Hak karya tulis dan karya-karya kreatif, dilindungi secara agama. Pemiliknya memunyai hak pendayagunaan karya-karya tersebut. Siapa pun tidak boleh berlaku zalim terhadap hak mereka. Berdasarkan pendapat ini, kejahatan plagiasi terhadap hak intelektual dan hak merk dagang yang terregistrasi dengan cara mengakui karya tersebut di hadapan publik, merupakan tindakan yang diharamkan menurut Islam. Kasus ini masuk dalam larangan dusta, pemalsuan, penggelapan. Pada kasus ini, terdapat praktik penelantaran terhadap hak orang lain; dan praktik memakan harta (hak milik) orang lain dengan cara batil.”
Melihat dari keterangan di atas, sudah semestinya setiap orang mengapresiasi karya orang lain dan menghargainya dengan tidak melakukan plagiasi. Setidaknya kalau tidak bisa izin, menyebutkan sumber lengkap dengan nama pembuatnya kalau mau mengutip semisal karya apa saja mulai dari seni rupa, seni tari, seni musik, sastra, karya jurnalistik, atau temuan budaya lokal lainnya. []