Hukum Perempuan Bekerja di Malam Hari, Apakah Boleh?

Hukum Perempuan Bekerja di Malam Hari, Apakah Boleh?

Hukum Perempuan Bekerja di Malam Hari, Apakah Boleh?
Ilustrasi perempuan bekerja (Freepik)

Islam adalah agama rahmat. Islam adalah agama yang universal dan memuliakan manusia. Untuk itu, Islam adalah agama yang melindungi hak-hak perempuan. Perlindungan Islam terhadap perempuan berupa memberikan hak pada perempuan untuk memperoleh pendidikan dan ilmu pengetahuan. Termasuk juga bentuk penghargaan Islam terhadap perempuan adalah memperbolehkan perempuan untuk mengembangkan karir sesuai dengan kehendak dan keahliannya.

Perempuan pekerja mendapatkan dukungan penuh dalam Islam. Hal itu termasuk hak individu yang telah diakui dalam Islam. Islam senantiasa memberikan wewengan penuh pada perempuan untuk hidup secara mandiri, berupa mengatur keuangan dan harta kekayaanya, tanpa campur tangan orang lain. Harta hasil pencariannya, atau gajinya merupakan hak penuh miliknya, tak bisa diambil tanpa seizinya sekalipun suaminya sendiri. Itulah bentuk penghargaan Islam terhadap perempuan.

Namun fakta di lapangan terkadang berbeda jauh. Perempuan berkarir dan bekerja mendapat stigma  negatif dari orang sekitar. Terlebih jika perempuan bekerja itu wanita yang sudah bersuami dan memiliki anak. Ada stigma, jika perempuan bekerja, maka anak dan suaminya akan terlantar.

Stigma negatif juga disematkan pada perempuan yang bekerja malam hari. Stigma itu biasanya muncul dari masyarakat sekitar. Hal itu dikaitkan dengan dekadensi moral. Pasalnya, perempuan keluar malam itu tidak baik. Pun perempuan yang bekerja malam itu pasti bukan perempuan baik-baik.

Pendek kata, perempuan karir ini bagi sebagian orang menciptakan polemik di kalangan umat Islam. Munculnya tuduhan tersebut disebabkan pelbagai hal. Salah satunya, adanya aturan moral dan stigma masyarakat yang telah puluhan tahun mengakar bahwa perempuan tugasnya melayani suami dan menjaga anak. Begitu pula dalam kasus perempuan bekerja di malam hari. Pasalnya, ada kepercayaan yang sudah melekat, bahwa perempuan yang keluar malam bukanlah wanita baik-baik. Sekalipun keluar malam hanya untuk bekerja di pabrik, perusahaan, ataupun piket di rumah sakit.

Padahal faktanya bukanlah demikian. Dalam sejarah Islam, terdapat perempuan hebat yang sukses dalam karirnya. Bahkan dengan kesuksesannya bisa membantu dakwah Islam, dan menolong masyarakat sekitar yang membutuhkan.  Pendek kata, sejarah awal Islam, dipenuhi dengan peran perempuan sebagai wanita pekerja yang sukses.

Para Perempuan pekerja dan sukses ini ada dalam banyak bidang. Antara lain adalah menjadi pengusaha dengan berdagang, bertani, beternak, bercocok tanam, mengajarkan ilmu pengetahuan, arsitek, diplomat, ahli kesehatan, perawat yang bertugas dalam perang, dan masih banyak lagi peran perempuan dalam sejarah peradaban Islam.

Perempuan Karir dalam Lintas Sejarah Islam

Dalam sejarah Islam, terdapat banyak contoh sosok perempuan karir yang sukses dalam pekerjaanya. Para perempuan ini sukses dalam pelbagai bidang; mulai dari penguasa sampai ahli kesehatan, pun ada perempuan yang jadi diplomat unggul. Para perempuan tersebut  bukan saja menjadi contoh dan inspirasi, para perempuan tersebut juga menjadi motivasi bagi perempuan lain untuk mengembangkan karirnya agar lebih sukses lagi.

Sejarah Islam mencatat, bahwa salah satu perempuan yang sukses dalam bisnis dan karirnya adalalah Ummu Syarik. Ia tergolong salah satu perempuan kaya raya dalam Islam. Kisah hidupnya terdokumentasikan dalam salah satu hadis Nabi Muhammad yang diriwayatkan oleh Imam Muslim. Dalam hadist yang bersumber dari Fathimah bint Qais, menceritakan sosok Ummu Syarik yang merupakan wanita kaya raya dan dermawan. Nabi bersabdaa;

وَأُمُّ شَرِيكٍ امْرَأَةٌ غَنِيَّةٌ مِنَ الأَنْصَارِ عَظِيمَةُ النَّفَقَةِ فِى سَبِيلِ اللَّهِ يَنْزِلُ عَلَيْهَا الضِّيفَانُ

 “Ummu Syarik adalah perempuan yang kaya raya dari kalangan Anshar. Sering membelanjakan hartanya di jalan Allah. Karena itu, banyak tamu yang berdatangan ke rumahnya.” (HR. Muslim).

Dalam hadis ini tergambar jelas tentang sosok Ummu Syarik, wanita karir nan dermawan. Bahkan dalam sejarah, rumahnya yang berada di Madinah sering didatangi orang-orang untuk bertamu. Bahkan tak jarang yang datang adalah mereka yang tunawisma. Yang membutuhkan tempay tinggal. Berdasarkan hadis ini pula , dalam buku 60 Hadis Hak-hak Perempuan dalam Islam,  KH. Dr. Faqihuddin Abdul Qadir, berpandangan bahwa hadis ini menjadi salah satu dasar bahwa Islam membolehkan perempuan untuk bekerja mencari nafkah di luar rumah.

Hukum Perempuan Bekerja Malam Hari

Era seperti sekarang ini banyak sekali pekerjaan yang membuka lowongan pekerjaan di malam hari. Misalnya saja menjadi karyawan pabrik, yang notabenenya ada shif (jadwal) terkadang masuk pagi, siang, dan malam. Begitu juga dengan perempuan yang berprofesi menjadi dokter dan perawat di rumah sakit. Tak jarang harus bekerja di malam hari untuk memastikan pasien mendapatkan pertolongan dan pelayanan.

Lantas bagaimana Islam memandang hal tersebut? Apakah diperbolehkan perempuan bekerja hingga larut malam? Sejatinya dalam persoalan tersebut, Islam tidak melarang perempuan untuk bekerja. Pasalnya, dalam hadis Rasulullah terdapat banyak sekali yang mengisahkan perempuan hebat yang sukses dan mendapatkan pujian dari Rasulullah.

Hal ini sebagaimana tercantum dalam kitab at-Thabaqat al-Kubra karya Ibnu Sa’ad, yang mengisahkan Rithah istri dari Abdullah bin Masud yang mengadu pada Nabi bahwa ia adalah seorang perempuan pekerja untuk mencukupi nafkah keluarga. Nabi lantas memujinya dan menyatakan ia akan mendapatkan pahala dari jerih payahnya tersebut. Rasulullah bersabda;

عن ريطة بنت عبد الله بن مسعود رضي الله عنهما أتت إلى النبي صلى الله وسلم. فقالت: يا رسول الله إني امرأة ذات صنعة أبيع منها وليس لي ولا لزوجي ولا لولي شيئ. وسألته عن النفقة عليهم فقال: لك في ذلك أجر ما أنفقت عليهم. أخرجه ابن سعد.

 

“Dari Rithah, istri Abdullah bin Mas’ud ra. ia pernah mendatangi Nabi SAW dan bertutur, “Wahai Rasulullah, saya perempuan pekerja, saya menjual hasil pekerjaan saya. Saya melakukan ini semua, karena saya, suami saya, maupun anak saya, tidak memiliki harta apapun.” Ia juga bertanya mengenai nafkah yang saya berikan kepada mereka (suami dan anak). “Kamu memperoleh pahala dari apa yang kamu nafkahkan pada mereka,” kata Nabi SAW.”

Sementara itu dalam hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari juga termasktub kisah seorang perempuan yang bernama Zainab bin Abdullah At-Tsaqafiyah. Perempuan ini adalah menjadi tulang punggung dalam keluarga. Ia mencari nafkah untuk menghidupi suami dan anak-anaknya. Lebih lagi, ia merawat anak-anak yatim yang menjadi tanggungannya.

Berangkat dari profesinya yang bekerja untuk menanggung keluarganya, Zainab pun bertanya kepada Rasulullah tentang statusnya sebagai wanita yang bekerja. Ia ingin mendapatkan jawaban, apakah ia boleh bekerja dan mendapatkan pahala dari profesinya?

Lewat sahabat Bilal, Zainab ajukan pertanyaan tersebut kepada Rasulullah, apakah ia mendapatkan pahala atau pekerjaanya diperkenankan. Nabi lantas menjawab;

قَالَ : نَعَمْ لَهُمَا أَجْرَانِ أَجْرُ الْقَرَابَةِ ، وَأَجْرُ الصَّدَقَةِ

Artinya, “Ya, Zainab mendapatkan dua pahala; pertama pahala karena  menafkahi keluarga, kedua pahala sedekah pada anak yatim.”

Sementara itu, Syekh Yusuf Al Qardhawi dalam suatu waktu ditanya terkait hukum perempuan muslimah bekerja di luar untuk memenuhi kebutuhannya. Beliau mengatakan perempuan boleh bekerja di luar rumah. Pasalnya tidak ada nash yang jelas yang melarang perempuan bekerja di luar rumah.Bahkan terkadang perempuan itu wajib hukumnya bekerja di luar, keadaan ini jika perempuan tersebut merupakan janda atau seorang yang ditinggal mati suaminya dan memiliki anak, dan fisiknya sanggup untuk bekerja.

Pendapat yang membolehkan perempuan bekerja di luar rumah, dan malam hari terdapat juga dalam salah satu situs keislaman terbesar di dunia dari Qatar, Islamweb. Perempuan yang bekerja di malam hari hukumnya adalah boleh, seperti perawat di rumah sakit, atau dokter yang piket malam, maka hukumnya boleh dalam pandangan Islam. Bahkan lebih jauh lagi, hukumnya dalam waktu lain bisa jadi wajib, jika dalam keadaan darurat, misalnya untuk menyalamat nyawa manusia. Dalam situs tersebut dijelaskan:

وإذا كانت ظروف العمل تقتضي الخروج ليلاً أو المبيت في المستشفى للمناوبة فلا مانع من ذلك إذا دعت الضرورة إلى ذلك ، بل إن ذلك مطلوب شرعاً لتتولى المرأة الطبيبة علاج النساء ورعايتهن في المستشفى.والحاصل: أن عمل المرأة لا مانع منه شرعاً إذا ضبط بالضوابط الشرعية، وربما يكون واجباً إذا احتاج إليها المجتمع كطبيبة أو ممرضة أو مدرسة للنساء، وإذا دعت الظروف للخروج ليلاً أو المبيت في مكان العمل فلا مانع من ذلك ضمن الضوابط الشرعية

“Jika kondisi kerja mengharuskan perempuan keluar malam atau bermalam di rumah sakit secara bergiliran, maka tidak ada larangan hukum jika memang dibutuhkan demikian, bahkan demikian itu adalah tuntutan dalam syariat Islam  bahwa dokter wanita wajib mengambil alih pengobatan wanita di rumah sakit. Kesimpulan: Tidak ada larangan syariat terhadap pekerjaan perempuan jika diatur dengan aturan syariat, bahkan boleh jadi wajib jika masyarakat membutuhkannya, seperti dokter, perawat, atau guru bagi perempuan. Jika keadaan mengharuskan keluar pada malam hari atau bermalam di tempat kerja, maka tidak ada larangan untuk itu dalam peraturan hukum syariat.”

*Artikel merupakan hasil kerja sama dengan Rumah KitaB atas dukungan investing in women dalam mendukung perempuan bekerja