Hukum Niat Shalat yang Tidak Lengkap

Hukum Niat Shalat yang Tidak Lengkap

Hukum Niat Shalat yang Tidak Lengkap

Shalat sudah menjadi kewajiban untuk seluruh kaum muslim yang sudah mukallaf (Islam, Baligh, dan berakal). Shalat juga tidak bisa sembarang dilakukan. Shalat mempunyai syarat dan rukun yang harus dilaksanakan, sehingga shalat itu menjadi sah. Salah satu rukun shalat ialah niat. Lalu bagaimana jika ada yang kurang saat pengucapan niat?

Niat wajib dilakukan untuk kesahan sebuah shalat, hal ini berlandaskan hadis Rasul Saw:

 إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى.

“Semua perbuatan tergantung niatnya, dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang diniatkan”.

Niat shalat diucapkan di dalam hati, berbarengan ketika takbiratul ihram. Dijelaskan di dalam kitab Safinatun Naja karangan Ibnu Sumair al-Hadromi, bahwa bacaan niat itu tergantung jenis shalatnya.

Jika shalat fardhu, maka niat harus memenuhi persyaratan, yaiu kalimatnya mengandung unsur Qosdu al-Fi’li (Menyegaja perbuatan shalat saat itu, atau lebih mudahnya mengucapkan kalimat Usholi), Ta’yin (menyebutkan shalat apa yang ia sedang kerjakan), dan al-Fardiah (kata yang menunjukkan makna fardhu (wajib)). Ketiga hal tersebut harus terpenuhi.

Maka orang yang shalat fardhu cukup membaca niat dengan contoh niat shalat zuhur:

أُصَلِّيْ فَرْضَ الظُّهْرِ atau  أُصَلِّيْ الظُّهْرَ فَرْضًا

Usholli (Qosdu al-Fi’li) Fardho (al-Fardiah) Zuhri (Ta’iin) atau Usholli (Qosdu al-Fi’li) az-Zuhro (Ta’iin) Fardhon (al-Fariah).

“Saya niat shalat fardhu zuhur”

Adapun Ta’yin, diubah sesuai sholat apa yang sedang dikerjakan, apakah shalat Subuh, Zuhur, Ashar, Maghrib, atau Isya.

Dijelaskan di dalam kitab Kasyifatu Saja karangan Imam Nawawi al-Bantani, tujuan Qosdu al-Fi’li  ialah untuk membedakan antara perbuatan shalat dengan perbuatan lainya, Ta’yin untuk membedakan beberapa shalat yang ada, dan al-fardiah untuk membedakan antara shalat fardhu dengan sunnah

Adapun menyebutkan kata yang menunjukkan adadu roka’at (jumlah raka’at), Mustaqbilal al-Qiblati, adaan, dan lillahi ta’ala adalah sebagai pelengkap niat dan hukumya Sunnah. Maka contoh niat yang sempurna ialah:

أُصَلِّيْ فَرْضَ الظُّهْرِ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ مُسْتَقْبِلَ القبْلَةِ أَدَاءً للهِ تَعَالَى

Usholli (Qosdu al-Fi’li) Fardho (al-Fardiah) Zuhri (Ta’iin) Arbaa Rokaatin (Adadu Roka’at/Jumlah Raka’at) Msutaqbila al-Qiblati Adaan Lillahi Taala.

“Saya niat shalat zuhur empat raka’at  menghadap kiblat karena Allah Taa’la”

Adapun ketika shalat berjamaah, mamum harus menambahkan kata yang menunjukkan ia mengikuti imam, yaitu kata ma’muman. Sedangkan bagi imam, tidak diharuskan menambahkan kata yang menunjukkan makna ia menjadi imam, yaitu imaman, kecuali ketika menjadi imam shalat jumat, maka harus menambahkan kata imaman. Maka contoh niat yang sempurna saat menjadi imam atau mamum:

أُصَلِّيْ فَرْضَ الظُّهْرِ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ مُسْتَقْبِلَ القبْلَةِ أَدَاءً إِمِامًا/ مَأْمُوْمًا للهِ تَعَالَى

“Saya niat shalat zuhur empat raka’at  menghadap kiblat menjadi imam/mamum karena Allah Taa’la”

Oleh karena itu, walaupun niatnya tidak lengkap, jika memenuhi kriteria-kriteria tersebut di atas, maka niatnya tetap sah, tanpa perlu mengulang.

Wallahu A’lam.