Media sosial akhir-akhir ini digemparkan pemberitaan tentang seorang laki-laki yang menikah dengan besan. Pernikahan ini sangat jarang terjadi di Indonesia, hingga seolah-olah dilarang oleh agama.
Berdasar berita yang saya tangkap, kurang lebih ceritanya begini: Ada seorang perempuan A dinikahi oleh laki-laki B, kemudian Ibu si-A (janda) menikah dengan bapak si-B (duda). Pernikahan ini sempat viral di media sosial saat anak perempuan mempelai perempuan mengunggah kisahnya di akun Tik Tok miliknya.
Sebagian dari kita mungkin bertanya, apakah pernikahan seperti ini diperbolehkan atau tidak menurut syariat dan juga hukum positif Indonesia. Mari kita bahas bersama.
Al-Qur’an sendiri telah rinci dijelaskan mahram (tidak boleh dinikahi), yaitu dalam Surat an-Nisa’ (4): 22-24. Dalam Rawaiu’l Bayan Tafsir Ayat-ayat Ahkam karya Syekh Muhammad Ali Ash-Shabuni, para mahram yang haram dinikahi ada 3, yaitu: haram karena nasab, haram karena susuan dan haram karena hubungan pernikahan.
Pertama, haram karena nasab. Menurut isyarat ayat tersebut, perempuan yang haram dinikahi karena nasab itu ada 7 golongan, yaitu: ibu, anak perempuan, saudari, bibi dari bapak, bibi dari ibu, keponakan perempuan dari saudara laki-laki, keponakan perempuan dari saudara perempuan. Semuanya haram untuk dinikahi selama-lamanya, mulai dari ibu, nenek, dan seterusnya ke atas; anak perempuan, cucu, dan seterusnya sampai ke bawah; saudara kandung, sebapak, dan seibu; bibi dari ayah atau pun ibu sampai ke atas.
Kedua, haram karena susuan. Dalam ayat tersebut disebutkan bahwa yang diharamkan ialah ibu-ibumu yang menyusui kamu dan saudara perempuan sepersusuan. Lebih jelasnya Ash-Shabuni menjelaskan bahwa yang haram karena sepersusuan ada 7 golongan seperti halnya yang berlaku pada mahram karena nasab. Itu didasarkan pada hadis Shahih Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Muslim.
Ketiga, haram karena hubungan pernikahan. Haram karena ada hubungan pernikahan pada ayat tersebut disebutkan ada empat, yaitu: istrinya bapak, istrinya anak (menantu), ibunya istri (mertua), anak perempuannya istri jika ibu (istri) itu telah digauli.
Sedangkan menurut hukum positif Indonesia, Undang-undang No.1 Tahun 1974 pasal 8 disebutkan bahwa perkawinan dilarang jika:
- berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah ataupun ke atas;
- berhubungan darah, dalam garis keturunan menyamping yaitu antar saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya;
- sehubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan bapak tiri
- sehubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara susuan dan bibi/paman susuan;
- sehubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi atau kemenekan dari isteri, dalam hal seorang suami beristeri lebih dari seorang;
- mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan yang berlaku, dilarang kawin.
Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) juga dijelaskan secara lebih terperinci lagi mengenai orang yang haram untuk dinikahi, hal ini dijelaskan dalam bab VI tentang larangan nikah/kawin. Dalam pembagian yang disebutkan KHI, tidak jauh berbeda dengan penjelasan Ash-Shabuni dalam tafsirnya di atas.
Berikut bunyi pasal 39 Kompilasi Hukum Islam.
Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita disebabkan
- Karena pertalian nasab:
- dengan seorang wanita yang melahirkan atau yang menurunkannya atau keturunannya;
- dengan seorang wanita keturunan ayah atau ibu;
- dengan seorang wanita saudara yang melahirkannya
- Karena pertalian kerabat semenda:
- dengan seorang wanita yang melahirkan isterinya atau bekas isterinya;
- dengan seorang wanita bekas isteri orang yang menurunkannya;
- dengan seorang wanita keturunan isteri atau bekas isterinya, kecuali putusnya hubungan perkawinan dengan bekas isterinya itu qobla al dukhul;
- dengan seorang wanita bekas isteri keturunannya.
- Karena pertalian sesusuan:
- dengan wanita yang menyusui dan seterusnya menurut garis lurus ke atas;
- dengan seorang wanita sesusuan dan seterusnya menurut garis lurus ke bawah;
- dengan seorang wanita saudara sesusuan, dan kemanakan sesusuan ke bawah;
- dengan seorang wanita bibi sesusuan dan nenek bibi sesusuan ke atas;
- dengan anak yang disusui oleh isterinya dan keturunannya.
Dari penjelasan syara’ dan juga hukum positif Indonesia di atas, tidak ada yang menyebutkan bahwa pernikahan dengan besan adalah dilarang. Artinya, pernikahan dengan besan hukumnya boleh. Oleh karena itu, dalam kasus tersebut, boleh menikahi besan jika perempuan tersebut sudah janda. Hanya saja kebiasaan di masyarakat kita merasa tidak biasa menikah dengan besan, sehingga video tersebut pun jadi viral. (AN)