Hukum Menggelar Acara Bridal Shower

Hukum Menggelar Acara Bridal Shower

Hukum Menggelar Acara Bridal Shower

Salah satu tren kekinian yang biasa dilakukan oleh muslimah millenial ialah tradisi bridal shower. Agar menjadi jelas dan tidak menimbulkan keraguan, khususnya para muslimah, dalam pemaparan kali ini akan dijelaskan apa hukum menggelar acara bridal shower tersebut.

Bridal Shower, Apa sih?

Sejatinya, bridal shower bermula dari sebuah legenda yang dikenal di Belanda pada tahun 1800-an, dimana pada saat itu, ada seorang perempuan yang berasal dari kalangan menengah ke atas yang ingin menikah dengan seorang pria pekerja pabrik yang kondisi finansialnya kurang baik, meskipun ia dikenal ramah, dermawan, dan memiliki banyak teman karena kebaikannya. Hubungan tersebut tentu saja tidak disetujui oleh ayah si perempuan yang mengharapkan pria yang lebih mapan sebagai pasangan putrinya.

Pernikahan tersebut tetap dijalankan, dan sebagian besar dari teman-teman pengantin berlomba untuk memberikan sumbangan bagi pasangan tersebut sebagai modal finansial bagi mereka dalam mengarungi bahtera rumah tangga yang tak direstui orang tua. Romantis sekali bukan?

Meski demikian, penulis pribadi masih belum memahami apa korelasi cerita tersebut dengan penamaan bridal shower yang secara harfiah artinya adalah siraman pernikahan (Bridal = pernikahan, shower = mandi/siraman).

Bridal Shower Zaman Now

Lain awalnya, lain pula perkembangan selanjutnya. Tradisi bridal shower tersebut ketika masuk ke Indonesia mengalami perubahan model. Bridal shower di Indonesia biasanya lebih berupa pesta perawan sebelum pernikahan, sebagai saingan dari pesta bujang (bachelor party) bagi para lelaki.

Acara bridal shower ini biasanya dikhususkan hanya bagi perempuan, yakni calon pengantin dan teman-teman perempuannya. Acara bisa digelar di rumah, cafe, ataupun gedung. Sambil menggelar jamuan makan dan minum, biasanya teman-teman calon pengantin perempuan akan membawakan kado yang kemudian dibalas dengan pembagian seragam untuk acara pengantin kelak yang akan dipakai sebagai seragam bagi para pagar ayu (bridesmaid).

Tentu saja acara tidak akan terasa gokil tanpa ada unsur ngerjain. Nah, di acara bridal shower ini, biasanya calon pengantin perempuan akan dikerjai oleh teman-temannya dengan mencemang-cemong wajahnya menggunakan lipstik, spidol atau apapun. Terakhir, tentu saja sesi foto dengan tampilan yang instagramable.

Bridal Shower dalam Tinjauan Hukum Islam

Secara umum, Islam menyatakan bahwa segala bentuk perayaan termasuk itu bridal shower hukumnya adalah mubah atau boleh-boleh saja. Namun mesti diingat, ada banyak sekali faktor yang kemudian bisa merubah kemubahannya menjadi haram, makruh, ataupun lainnya.

Banyak sekali pendapat yang menyebutkan bahwa bridal shower ini hukumnya adalah haram karena di dalamnya terkandung unsur foya-foya pemborosan karena tentu saja tidak sedikit biaya yang mesti dikeluarkan oleh seseorang jika ia hendak menggelar acara ini. Sementara kita tahu bahwa segala jenis pemborosan hukumnya haram dalam Islam:

إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِين

“Sesungguhnya para pemboros itu adalah saudara-saudara setan.” (QS. Al Isra’: 27).

Lebih jauh, bahkan acara ini bisa semakin menyiutkan nyali bagi para jomblo untuk segera menikah. Pastinya mereka akan semakin dibuat stress dengan membengkaknya anggaran untuk melangsungkan pernikahan mulai dari lamaran, pre-wedding, bridal shower, mas kawin, resepsi, sewa gedung, dan lain sebagainya yang semuanya membutuhkan biaya.

Padahal sesungguhnya, Rasulullah sendiri cenderung ingin mempermudah keberlangsungan sebuah pernikahan dengan mas kawin yang meski dengan cincin terbuat dari besi, dan walimah yang meski hanya dengan seekor kambing.

Pertimbangan kedua bagi orang yang mengharamkan acara ini adalah dari sisi menyerupai kebiasaan atau budaya orang kafir. Sebagaimana kita tahu bahwa asal muasal budaya bridal shower ialah dari negeri Belanda yang notabenenya kafir, sementara Rasulullah pernah menyatakan:

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

Artinya: “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka”.

Dari sudut pandang yang berbeda, kita masih bisa melihat sisi kebaikan dari acara ini, yakni solidaritas antara sesama muslimah, sebagaimana kita tahu bahwa di acara ini nanti akan diberikan bantuan finansial bagi calon pengantin sebagai modal kelak mengarungi bahtera rumah tangga, dan ada usaha untuk mempererat tali silaturrahim. Adapun untuk perjamuan makanan, maka hal tersebut bisa diniatkan sebagai sedekah.

Dengan demikian, persoalan mesti dikembalikan kepada niat dari si penggelar acara. Sebaliknya jika acara tersebut diniatkan untuk mempererat tali silaturrahim antara sesama muslimah, diniatkan sedekah jamuan makan, dan mempererat solidaritas, maka boleh-boleh saja menggelar acara bridal shower tersebut. Tapi, memangnya harus dengan acara itu gitu ya? Nggak bisa pake acara lain yang lebih islami atau lebih mencitrakan keindonesiaan?