Hukum Meminum Obat Penunda Haid

Hukum Meminum Obat Penunda Haid

Takut haid mengganggu ibadah haji, bolehkah kita minum obat penunda haid

Hukum Meminum Obat Penunda Haid

Haid merupakan hal yang secara alamiah merupakan tamu untuk semua wanita pada tiap bulan. Haid merupakan sisa-sisa sel telur yang tidak dibuahi, sehingga ia luntur dan akan diganti sel telur yang baru. Begitu terus ia terjadi sampai kelak sel telur itu dibuahi, maka siklus ini akan berhenti.

Haid yang pada dasarnya merupakan tanda bahwa organ reproduksi seorang wanita sehat, terkadang memberikan beberapa hambatan juga. Hambatan-hambatan yang terjadi sebab haid tidak melulu pada urusan duniawi saja, bahkan dalam urusan ibadah juga demikian terlebih pada kasus ibadah haji. Beberapa ritual haji memang wajib dilakukan dalam keadaan suci.

Padahal estimasi waktu untuk menjalankan waktu sudah ditentukan jangkanya. Maka mau tidak mau jalan pintas harus dipilih yakni dengan menangguhkan haid. Salah satu caranya ialah dengan mengonsumsi obat khusus.

Maka, apa sebenarnya hukum meminum obat khusus yang berkhasiat untuk menangguhkan datangnya haid?

Dalam beberapa referensi diterangkan bahwa hukum menangguhkan datangnya darah haid atau sekadar meminimalisir siklusnya diperbolehkan (atau dalam sebagian referensi makruh) asalkan tidak berdampak pada rusaknya organ reproduksi sehingga membuatnya tidak bisa lagi mendapatkan keturunan atau mengurangi kesuburannya.

Dalam kitab Ghayah al-Talkhis (halaman 234) tertulis:

وَفِي فَتَاوِى الْقَمَّاطِ مَا حَاصِلُهُ جَوَازُ اسْتِعْمَالِ الدَّوَاءِ لِمَنْعِ الْحَيْضِ

Disimpulkan di dalam fatwa-fatwanya Syaikh Al-Qammath bahwa menggunakan obat untuk mencegah datangnya haid adalah boleh.”

Juga di dalam kitab Qurrah al-‘Ain disebutkan:

إِذَا اسْتَعْمَلَتِ الْمَرْأَةُ دَوَاءً لِرَفْعِ دَمِ الْحَيْضِ أَوْ تَقْلِيْلِهِ فَإِنَّهُ يُكْرَهُ مَا لَمْ يَلْزَمْ عَلَيْهِ قَطْعُ النَّسْلِ أَوْ قِلَّتُهُ وَإِلَّا حَرُمَ. كما في حاشية الخرشي

Ketika seorang wanita menggunakan sebuah obat untuk menghilangkan haidnya atau mengurangi siklusnya maka hukumnya makruh selama tidak memutus keturunan atau menguranginya.”

Wallahu A’lam.