Di beberapa masjid kita sering menemukan tongkat di mihrab. Tongkat itu biasanya digunakan untuk khatib (orang yang berkhutbah), baik khutbah jumat maupun khutbah-khutbah yang lain. Namun di beberapa masjid, terkadang tidak menyediakan tongkat. Alih-alih menyediakan, beberapa pengelola masjid menilai bahwa membawa tongkat saat khutbah hukumnya bid’ah.
Lalu bagaimana sebenarnya hukum memegang tongkat saat khubah? Apakah wajib, atau malah bid’ah?
Menjawab ini, yang pertama harus kita ketahui adalah bahwa Rasulullah Saw saat khutbah pernah berpegangan pada tongkat atau busur panah. Hal ini bisa kita rujuk pada hadis riwayat Abu Dawud.
عَنْ شُعَيْبِ بْنِ زُرَيْقٍ الطَائِفِيِّ قَالَ شَهِدْناَ فِيْهَا الجُمْعَةَ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَامَ مُتَوَكِّئًا عَلَى عَصَا أَوْقَوْسٍ
Dari Syu’aib bin Zuraidj at-Tha’ifi ia berkata ”Kami menghadiri shalat jum’at pada suatu tempat bersama Rasulullah SAW. Maka Beliau berdiri berpegangan pada sebuah tongkat atau busur”. (HR. Abu Dawud)
Mengomentari hadis tersebut, as-Shan’ani dalam kitab Subulus Salam Syarh Bulughul Maram menjelaskan bahwa hadis tersebut menjelaskan kesunnahan berpegangan pada sesuatu, seperti pedang, tongkat atau panah pada saat berkhutbah.
Hal ini juga diperjelas oleh Imam as-Syafii dalam kitab al-Umm bahwa Rasulullah Saw berpegangan pada tongkat kecilnya saat berkhutbah.
قَالَ الشَّافِعِيُّ رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى: بَلَغَنَا أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا خَطَبَ اِعْتَمَدَ عَلَى عَصَى. وَقَدْ قِيْلَ خَطَبَ مُعْتَمِدًا عَلَى عُنْزَةٍ وَعَلَى قَوْسٍ وَكُلُّ ذَالِكَ اِعْتِمَادًا. أَخْبَرَنَا الرَّبِيْعُ قَالَ أَخْبَرَنَا الشَّافِعِيُّ قَالَ أَخْبَرَناَ إِبْرَاهِيْمُ عَنْ لَيْثٍ عَنْ عَطَاءٍ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا خَطَبَ يَعْتَمِدُ عَلَى عُنْزَتِهِ اِعْتِمَادًا
“Imam Syafi’i RA berkata: Telah sampai kepada kami (berita) bahwa ketika Rasulullah saw berkhuthbah, beliau berpegang pada tongkat. Ada yang mengatakan, beliau berkhutbah dengan memegang tongkat pendek dan anak panah. Semua benda-benda itu dijadikan tempat bertumpu (pegangan). Ar-Rabi’ mengabarkan dari Imam Syafi’i dari Ibrahim, dari Laits dari ‘Atha’, bahwa Rasulullah SAW jika berkhutbah memegang tongkat pendeknya untuk dijadikan pegangan.”
Dari beberapa pendapat di atas, sudah cukup jelas bahwa memegang tongkat saat berkhutbah tidaklah sebuah bid’ah, serta bukan juga sebuah kewajiban, melainkah hanya sebuah kesunahan.
Lalu untuk apa memegang tongkat saat berkhutbah, serta apa tujuannya?
Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumiddin menjelaskan bahwa tujuan memegang tongkat adalah agar khatib tersebut tidak memainkan tangannya saat berkhutbah.
فَإِذَا فَرَغَ المُؤَذِّّنُ قَامَ مُقْبِلاً عَلَى النَّاسِ بِوَجْهِهِ لاَ يَلْتَفِتُ يَمِيْنًا وَلاَشِمَالاً وَيُشْغِلُ يَدَيْهِ بِقَائِمِ السَّيْفِ أَوْ العُنْزَةِ وَالمِنْبَرِ كَيْ لاَ يَعْبَثَ بِهِمَا أَوْ يَضَعَ إِحْدَاهُمَا عَلَى الآخَر
“Apabila muadzin telah selesai (adzan), maka khatib berdiri menghadap jama’ ah dengan wajahnya. Tidak boleh menoleh ke kanan dan ke kiri. Dan kedua tangannya memegang pedang yang ditegakkan atau tongkat pendek serta (tangan yang satunya memegang) mimbar. Supaya dia tidak mempermainkan kedua tangannya. (Kalau tidak begitu) atau dia menyatukan tangan yang satu dengan yang lain.”
Dari penjelasan al-Ghazali ini, bisa disimpulkan bahwa selayaknya seorang khatib harus tetap fokus saat menyampaikan khutbahnya, tidak boleh menoleh kekanan dan kekiri serta tidak diperkenankan memainkan tangannya. Dan tongkat adalah salah satu media agar seorang khotin tetap fokus dan tidak memainkan tangannya.
Wallahu A’lam.